Enam

53 7 28
                                    
















Rara kini berada di dalam kamar mandi. Ia mengunci kamar mandi dan mengurung dirinya disana. Ia pikir percuma saja pulang, itu akan menambah rasa khawatir orang tuanya karena pulang lebih awal. Karena memang ini bukan yang pertama kalinya ia pulang lebih awal hanya karena tidak betah di kelas. Lebih tepatnya di kampus.

Beberapa kali ia mengusap air matanya. Ia masih memeluk kakinya. Sembari duduk di pojok kamar mandi. Rara sudah kehilangan mukanya sekarang. Terlebih setelah Daffa membaca buku hariannya. Ia harusnya tahu jika buku harian tidak selayaknya ia bawa. Tapi Rara terpaksa lakukan itu agar bundanya tidak membacanya. Seperti buku hariannya waktu SMA.

Tok.. Tok..

Pintu itu terketuk. Segera Rara mengusap air matanya cepat. Mungkin kamar mandi sudah terisi sampai ada orang yang mengetuk pintu kamar mandi ini. Gadis itu bangkit dari tempatnya, lalu segera membuka pintu dan keluar dari kamar mandi. Rara keluar dari kamar mandi perempuan. Tapi ada hal yang tidak ia ingin temui untuk saat ini. Daffa Mada Nadindra. Laki-laki itu berdiri di dekat pintu kamar mandi. Bertengger disana dan langsung menemukan Rara di tempatnya.

“ra dengerin gue, lu itu–“

Rara langsung saja pergi. Tampa berminat mendengarkan penjelasan laki-laki itu lagi. Daffa mengejarnya. Menghadang gadis itu dan membuat Rara berhenti melangkah. Beberapa kali ia mencoba menghindari Daffa. Tapi laki-laki itu selalu menghalanginya.

“minggir fa, aku mau pulang.” Pintanya

Daffa menggeleng cepat. “lu enggak boleh pulang, lagipula matkul hari ini kan belum di mulai jadi lu enggak boleh pulang.” Ujarnya

Rara menatap tajam ke arah laki-laki di hadapannya itu. Tapi Daffa masih enggan untuk berpindah dari tempatnya. “lu salah paham ra, gue engg–“

“enggak apa? Kamu baca buku aku itu artinya kamu udah baca privasi aku ngerti?” tegas Rara lalu mendorong tubuh laki-laki itu menyingkir darinya

Langkahnya pun mulai mencepat. Ia berjalan menyusuri koridor yang masih sepi itu. Di belakangnya ada Daffa yang masih berusaha mencegatnya lagi dan kembali berhasil. Laki-laki itu berdiri di hadapan Rara dan membuatnya berhenti melangkah lagi.

“gue emang baca buku lu, tapi gue enggak ada niat buat nyebarin apa isi dari buku lu ra.” Jelasnya

“percuma kamu itu sama aja, depan aku aja kamu baik. Tapi di belakang? who knows? Mungkin aja kamu udah sebarin apa yang ada di bukuku. Kamu bilang ke mereka kalau aku kesiksa sama mereka dan aku benci sama mereka. Terus kamu juga bilang kalau aku suka sama kamu dan kamu bakalan bilang Rara bego Rara baperan. Dan mereka bakalan ngejauhin aku dan makin enggak mau temenan sama aku. Iya kan?”

Daffa menggeleng pelan. “buat apa gue gitu? Enggak ada gunanya ra. Kalau niat gue gitu, dari awal gue bakal dengerin omongan mereka dan enggak mau duduk di sebelah lu kali.” Yakinnya

Kedua manik mata kecoklatan Rara masih tidak yakin dengan ucapan laki-laki di hadapannya itu. Amat tidak yakin. Ia mungkin sama jahatnya dengan mereka. Berkedok topeng penuh kebaikan. Padahal sebenarnya sama saja.

“lagipula ada yang harus lu tau ra, jujur gue suka sama lu. Gue suka sama lu ra.” Lanjut laki-laki itu

Rara tersenyum sinis. Apa ini trik barunya? Mungkin. Tidak ada yang tahu bukan jika sebenarnya Daffa sudah merencanakan ini dan membuatnya terbawa perasaan. Lalu akan mengatakan pada semua orang jika dia adalah gadis yang baperan.

“bohong. Pasti ini trik kamu biar aku keliatan makin baper sama kamu kan?” yakin Rara

Daffa menggeleng. “apa buktinya? Apa buktinya kamu beneran suka sama aku?” tanya Rara lagi

“gue nyusulin lu kesini. Cuman buat jelasin kalau lu salah paham sama gue.” Jawab Daffa mencoba meyakinkan gadis di hadapannya itu

“terus kenapa kamu kenapa suka sama aku? Kenapa kamu suka sama cewek kayak aku yang pendiem, enggak punya temen dan semuanya. Kenapa?” tanya Rara lagi

“gue suka sama lu karena gue suka lu yang mau jadi diri lu sendiri meskipun semua orang bilang lu aneh. Gue pikir lu pendiem juga pasti karena lu introvert. Lu susah bergaul. Tapi gue seneng bisa deket sama lu meskipun cuman diem-dieman dan itu enggak aneh ra. Mereka yang cuman liat lu dari luarnya aja yang bakal bilang kalau lu aneh dan enggak layak di deketin.” Jelas Daffa

“bilang aja kamu suka sama aku karena kasian. Iya kan?” Tanya Rara lagi

Daffa menggeleng. Tentu saja bukan. “kalau gue kasian, ngapain juga gue duduk di sebelah lu tiap hari. Mending duduk di tempat lain aja kalau cuman kasian aja.” jelasnya lagi

Rara diam. Tatapan tajamnya mulai menghilang perlahan. Ia menunduk. Melihat kedua kakinya. Seakan menyesali perbuatannya karena telah paham pada laki-laki bernama Daffa Mada Nadindra.

“dengerin gue ra, gue enggak peduli lu diem kek. Lu introvert kek. Lu enggak punya temen gue enggak peduli. Asal lu masih mau jadi diri lu sendiri itu udah poin plus dari diri lu. Banyak tuh di luaran sana berusaha buat jadi orang lain cuman demi temen. Tapi enggak semua dari mereka bahagia. Jadi ra, berhenti nyalain diri lu sendiri cuman karena ini. Cukup jadi diri lu sendiri dan lu bakalan nemuin bahagia itu.” jelas Daffa lagi

Mendengar itu Rara mendongak. Menatap laki-laki di hadapannya itu dengan mata berkaca-kaca. Sebuah senyum tercetak di wajahnya itu dan langsung di balas hangat oleh Daffa.

“mulai sekarang, cintai diri lu sendiri ya?” Rara langsung mengangguk setuju. Sembari tetap tersenyum menatap Daffa. “dan jangan lupa cinta sama gue.” Tambahnya dan berhasil membuat Rara tertawa kecil

***














Tbc.

Next bakalan jadi part terakhir dan bakal ku update lusa😚

Jangan lupa votmentnya temen-temen🌱
See ya🐣
yeolki_

Different | Cho Seungyoun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang