"Beri aku sebuah kekuatan, makan kan ku jadikan kau alasan untuk bertahan."
—
Lorong demi lorong dilalui gadis itu dengan cepat. Tidak peduli tatapan orang-orang kepadanya, tujuan utamanya hanya satu, kamar mandi. Napasnya tidak beraturan, dadanya seakan ditekan kuat-kuat, benar benar sesak.
Begitu sampai, dia buru-buru memasuki salah satu bilik kamar mandi yang kosong, menutupnya dan menguncinya. Dia langsung menyandarkan punggungnya pada dinding keramik kamar mandi. Matanya terpejam kuat menahan rasa sesak yang akhir-akhir ini mengikutinya.
Diambilnya napas dalam dalam kemudian dibuang perlahan. Begitu dia lakukan berulang kali. Barulah setelah semuanya kembali normal, gadis itu bernapas lega. Ada apa sebenarnya dengan dirinya?
"Vanyaaa! Nyaa.. Lo dimana, Nya!" Teriak seseorang dari luar sana, dia seseorang itu menggebrak setiap bilik kamar mandi, tidak peduli jika orang di dalamnya marah.
Zevanya keluar dari bilik kamar mandi yang ditempati nya tadi. Seseorang tadi menghampiri nya dan menyentuh pipi lengan seolah memeriksa.
"Lo.. Lo gak apa apa kan, Nya? Duh gue khawatir banget tau. Lo kenapa sih lagi belajar tiba-tiba lari terus udah gitu ekspresi lo aneh lagi."
Zevanya tersenyum. "Gue gak apa-apa ko, Lin. Udah yuk lo ngapain ikut-ikutan gue?"
Gadis itu berdecak, "emang gak boleh ya gue khawatir sama sahabat sendiri?"
"Lah, sejak kapan lo jadi sahabat gue?" Zevanya mengerutkan alisnya. Tidak mengindahkan perkataan Linka.
Gadis berkepang tunggal itu mengerucutkan bibirnya. "Yah.. gue kira gue udah diterima sama lo. Tunggu aja, gak lama lagi gue bakal jadi sahabat lo!" Ujarnya yakin.
Setelah mengatakan hal itu, Linka menarik tangan Zevanya keluar dari dalam sana. Dalam diam nya, Zevanya tersenyum tipis. Sangat tipis. Ini pertama kali dalam hidupnya ada yang berjuang untuk menjadi sahabatnya.
Zevanya trauma dengan kejadian setahun lalu, yang menyebabkan dirinya lebih tertutup dan hanya berbincang dengan orang-orang tertentu.
Tetapi gadis ini, Linka Febrian. Gadis manis yang dua bulan lalu baru pindah ke sekolahnya. Dia ditunjuk untuk duduk di samping Zevanya menggantikan si tukang tidur, Lora. Baru hari pertama tetapi gadis berkepang itu sudah seperti akrab dengan Zevanya.
"Vanya!"
🎓
Linka terpaksa ditinggal seorang diri di depan pintu kamar mandi. Bukan apa-apa, tetapi karena seorang lelaki tadi menarik paksa tangan Zevanya sehingga membuatnya terpisah dari Zevanya.
Gadis itu berjalan sepanjang lorong sambil menghentakkan kaki nya. "Uh dasar gak sopan! Udah ganggu orang, main narik-narik Vanya lagi!" Celutuk Linka.
Begitu tiba di kelas, bersyukur karena jam kosong sudah menanti di kelas IPA 1. Linka duduk di kursi nya, tepat di belakang nya terdapat gadis dengan kotoran mata yang melekat di sekitar mata nya.
"Heh napa lo bocah?"
"Lo tuh ya gak bisa apa berhenti manggil gue bocah? Gue tuh udah gede nih!" Lora benar-benar membuatnya semakin naik darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hargai Selagi Ada
JugendliteraturIbarat sebuah permainan, sebelum mengetahui pola, alangkah baiknya berpikir keras atau semuanya akan tandas. "Aku ngga akan pernah bisa selamanya bersama kamu." "Tapi kenapa? Bukankah banyak hal yang membuat kita terus bersama selamanya?" "Kamu sala...