Rebellion

1.4K 93 2
                                    

Seokjin pernah hancur. Membuat pemuda itu merasa tak nyaman dan ketakutan pada dunia yang ada di sekitarnya. Namjoon, tahu hal itu. Waktu yang ia habiskan bersama Seokjin tak bisa dibilang sedikit. Membuatnya tahu segala tentang mantan kekasihnya itu luar dalam.

Dan Namjoon kini meleburkannya. Menghilangkan sisa-sisa harapan Seokjin akan dunia fana yang indah dalam bayangannya. Seokjin, ia memaksakan diri. Menekan diri agar cepat sembuh dari trauma yang dialaminya. Seokjin tak ingin membuatnya menunggu lebih lama lagi.

Bodohnya, Namjoon tak benar-benar menjaga kekasih hatinya.

Namjoon, mencintai Seokjin. Sangat. Sangat. Sejak pertama kali ia bertatap dengan mata caramel yang seakan enggan menatap sekitarnya. Tak pernah berubah. Malah makin bertambah tiap harinya.

Mendekati Seokjin bukan hal yang mudah. Namjoon harus menerima banyak penolakan dan pengabaian yang sengaja Seokjin lakukan. Akan tetapi Namjoon tak menyerah, ia sudah sepenuhnya jatuh pada pesona kelembutan seorang Kim Seokjin. Dan puncaknya ada pada saat dengan sengaja, ia menahan lengan Seokjin. Membuat submissive itu ketakutan, dan memukulinya secara brutal. Hingga beberapa saat kemudian pingsan.

Mengingatnya, membuat Namjoon tertawa. Tertawa dengan menyedihkan. Mereka baik-baik saja beberapa hari lalu. Dan kini? Namjoon bahkan harus menyelinap masuk hanya untuk sekedar menjenguk Seokjin. Tentunya, dengan keadaan Seokjin yang tak sadarkan diri. Namjoon cukup tahu diri, dan tak ingin menyakiti Seokjin lebih dalam lagi. Reaksi Seokjin beberapa hari lalu sudah cukup memberitahunya betapa Seokjin membencinya saat ini.

"Setidaknya, aku bisa menggenggam tanganmu di saat seperti ini," gumam Namjoon. Tersenyum, mengusap halus dahi Seokjin yang tertutup surai coklat gelap yang berkilau. Mengecup punggung tangan Seokjin, Namjoon kian merasa bersalah. Air mata tanpa di izinkannya terjatuh begitu saja. Mengaliri punggung tangan si cantik yang terlelap karena obat penenang yang dokter suntikkan agar Seokjin tidak histeris seperti terakhir kali ia terbangun.

Drrrt... Drrrtt...

Getaran dalam sakunya memaksa Namjoon merogoh saku hoodie coklat pemberian Seokjin di hari ulang tahunnya 2 tahun yang lalu. Mengerutkan kening, Namjoon langsung menggeser icon hijau ketengah layarnya saat mengetahui Hoseok-lah yang menghubunginya.

"Ada apa?"

"Dia kembali, baru saja memasuki lobby,"

Terdiam, Namjoon tak merespon informasi dari Hoseok.

"Joon? Can you hear me? He's getting closer now, you need to leave. Time it's over, dude," berondong Hoseok karena sama sekali tak mendengar balasan Namjoon.

Tersadar. Namjoon dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Hm, Thank's for helping me." Begitu saja, Namjoon langsung memutuskan sambungan teleponnya. Menunduk untuk mengecup kening Seokjin dengan gerakan seringan kapas.

"I promise I'll be back. I will fix everything, including you, babe," mengusap pipi Seokjin untuk terakhir kalinya, Namjoon tersenyum lembut. "Wait for me."

Dan hari itu, Namjoon pergi untuk yang kesekian kali. Mengutuk sisi pengecut dalam dirinya yang tak berani menghadapi Taehyung karena ancaman pria itu untuk membawa Seokjin pergi jauh dari California. Yang berarti mimpi buruknya. Setidaknya, saat ini ia masih bisa melihat Seokjin. Dan, Namjoon akan memperbaiki segalanya. Segalanya.

Menarik tudung hoodie agar dapat menutupi siluet wajahnya, Namjoon berusaha bersikap wajar kala berpapasan dengan Taehyung yang berasal dari arah yang berlawanan. Mengepalkan kesepuluh jarinya erat saat sesuatu membuncah dari dalam dirinya.

"Someday, I'll fought against you."





Pendek, pengen bikin story yang berchapter-chapter

La MerveilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang