Stuck In Past

3.1K 227 14
                                    

“Tak bisakah kau untukku saja?” Namjoon menyeringai dibalik gelas brendinya. Merasa tak pernah bosan meski sudah berulang kali menanyakan pertanyaan yang sama. Setiap berjumpa dengan Seokjinnya.

Menghampiri Seokjin yang sedang melamun. Entah memikirkan apa. Sendirian menatap hamparan lampu kota yang gemerlap di balkon hotel tempat keluarganya mengadakan pesta. Menyodorkan lemonade yang dipandang penuh curiga oleh Seokjin. Tertawa, Namjoon menyadarinya.

“Tidak kucampurkan apapun. Ingin aku mencoba terlebih dahulu?” Mendengus geli, Namjoon meminum hampir separuh dari lemonade untuk Seokjin. Memamerkan senyumnya setelah beberapa saat ia nampak baik-baik saja. “Sekarang kau percaya? Terimalah.”

Seokjin memutar bola matanya malas. Beranjak untuk pergi, menghindar dari Namjoon yang gencar mendekati. Memblokade jalan keluar satu-satunya yang Seokjin miliki untuk pergi dari tempatnya berada kini. Mengundang tatapan tajam Seokjin yang ingin menguliti Namjoon seperti laser.

“Ayolah, aku hanya ingin bicara,” tawar Namjoon. Tangannya menyodorkan lemonade yang sudah ia coba agar Seokjin percaya. “Setidaknya ambillah.”

Seokjin masih bergerak impulsive untuk mengeluarkan dirinya dari balkon. Menghindari Namjoon adalah hal terbaik untuk semuanya.

“Aku berjanji hanya akan bicara.”

Seokjin menghela nafas. Terlihat sangat bosan dan muak akan kelakukan Namjoon yang sudah biasa ia dapatkan. “Joon, aku sudah menikah.” Seokjin mendesis. Menerima minuman dari Namjoon tanpa berniat meneguknya. Mencampakkan gelas orange itu pada meja disampingnya. Kembali menatap hamparan kota dibalik pagar hitam yang kian mendingin terkikis udara.

“Aku tidak peduli. Jika perlu ayo kawin lari!!” Namjoon memotong dengan semangat. Mengangkat alisnya penuh antusias. Mengabaikan Seokjin yang siap menghardiknya dengan keras atau mungkin melayangkan sebuah tamparan keras karena sikapnya yang sama sekali tidak menggambarkan seseorang yang memiliki akal.

Lagipula, Namjoon tidak peduli.

Rasa yang tumbuh di dadanya terlanjur mengakar. Mendarah daging dan menyatu dalam degup jantungnya. Hampir mustahil untuk dihapuskan, meskipun ia menginginkan. Murni kesalahan Namjoon sendiri yang sama sekali tak berniat bangkit dari jatuh yang ia alami.

“Aku sudah menikah dengan adikmu sendiri, Joon!! Sampai kapanpun kau menolaknya, kenyataannya tak dapat diubah.” Seokjin hampir berteriak. Frustrasi karena Namjoon tak kunjung mengerti.

Namjoon mendongak, menatap langit yang bergulung hitam sejauh mata memandang dengan hampa. “Kau benar.” Fakta yang tak bisa Namjoon ingkari sampai saat ini. Seokjin, sudah menikah dengan Taehyung. Adik kandungnya sendiri. Hal yang membuatnya nyaris gila karena separuh detak jantungnya memilih pergi. Tak ingin tinggal.

Menciptakan perang dingin antara Namjoon dan Taehyung. Karena bagaimanapun juga, dua pria dominant itu sama-sama mencintai Seokjin. Dengan kadar keras kepala yang hampir sama. Meski dilihat dari sisi manapun, Taehyung adalah pemenangnya. Ia berhasil mendapatkan Seokjin untuknya sendiri. Dan sampai kapanpun, Taehyung tak akan ingin berbagi.

“Tapi sampai kapan aku harus mengatakan jika aku tidak peduli. Sama sekali tidak, jika kau ingin tahu,” lanjutnya dengan nada menyebalkan. Menatap jenaka Seokjin dengan wajah memerah hingga kebelakang telinga, terbakar amarah.

Bisa saja Seokjin pergi dan mengabaikan Namjoon dengan semua bualannya. Namun ia tak bisa. Seokjin ingin ini cepat selesai dan tidak bertambah runyam. Ia benar-benar merasa tidak nyaman karena kelakuan Namjoon benar-benar diluar akal. Terlalu tidak dapat diduga meski semua orang tahu mengapa pria itu melakukannya.

“Kau, yang dulu melepasku.” Menggigit bibir, Seokjin berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Menatap Namjoon dengan penuh luka. Netranya yang basah karena air mata yang ingin keluar menangkap perubahan dalam tatapan Namjoon untuknya. “Lalu kenapa sekarang kau di sini?”

Namjoon terdiam. Penyesalan yang tak berhenti ia pertanyakan hari ini, keluar dari bibir Seokjin. Menghunus dadanya perlahan. Membuatnya kehilangan kata-kata dalam sepersekian detik dalam hening yang menyakitkan.

Tak ada penjelasan yang keluar. Namjoon tak memiliki pembelaan yang cukup untuk menampik fakta yang Seokjin pertanyakan.

Namjoon dikenal dengan reputasinya. Seorang cassanova yang diincar di kota. Bisa dikatakan Seokjin adalah salah satu dari deretan koleksinya. Namjoon, menetap cukup lama. Tak cukup lama untuk membuatnya menyadari jika ia jatuh cinta. Terjerembab dibawah kaki Seokjinnya. Cukup dalam hingga ia tak mampu bangkit untuk kembali menghadapi dunia.

Seokjin, menghancurkan arogansi yang melekat erat dalam dirinya. Mengganti dengan perasaan egois bernama cinta. Dan saat Namjoon ingin kembali, semuanya terlalu terlambat untuk disesali. Seokjin sudah pergi. Membawa sebagian besar hati Namjoon yang terlanjur tersangkut dan tak dapat diambil lagi.

“Untukku, kita sudah selesai.  Lama sekali.” Meneguk ludahnya sendiri, Seokjin memecah keheningan. Kembali mencoba untuk keluar namun terhalang lengan Namjoon yang terjulur menghalangi jalan.

Seokjin mencoba menerobos paksa. Mendorong Namjoon sekuat yang ia bisa. Memaksa Namjoon untuk berlaku sedikit kasar dengan balas mendorong Seokjin pelan. Membuat pria manis itu hampir menabrakkan punggungnya pada pagar sebatas pinggang di belakangnya.

Seokjin ingin berteriak keras. Memanggil Taehyung untuk mengeluarkannya dari sini. Suaranya tertelan dalam tenggorokan. Ia ketakutan. Takut pada Namjoon, teringat berbagai hal buruk yang sudah Namjoon lakukan untuk bersama dengannya dan segudang hal menakutkan lainnya. Dan Namjoon cukup peka untuk mengetahuinya. Ia mencoba mendekat untuk menenangkan Seokjin. Memeluknya dengan erat, tak ingin melepaskan. Membuat Seokjin berontak dalam dekapannya. Meronta ingin dilepaskan.

“LEPAS!! LEPAS!! LEPAS!!”

Namjoon seakan tuli. Seakan semua pukulan yang Seokjin layangkan pada punggungnya tak terasa, meski Seokjin memukulnya sekuat tenaga. Sampai sebuah pukulan pada tengkuknya memukulnya mundur. Membuat pelukan Namjoon mengendur dan Seokjin dengan cepat berlari untuk menghindarinya untuk yang kesekian kali.

Namjoon memegangi tengkuknya yang berdenyut sakit. Menatap nyalang Seokjin yang menghambur kedalam pelukan adiknya. Menangis tersedu. Membuat sesuatu dalam hati Namjoon berdenyut sakit. Sangat sakit.

Taehyung terbakar amarah. Tangannya terkepal erat dikedua sisi tubuhnya. Kakak sialannya selalu mendapatkan cara untuk menghabiskan kesabarannya. Taehyung bergerak untuk kembali mengayunkan pukulannya sebelum teriakan ibunya menghalanginya, juga Seokjin yang benar-benar kacau, membuatnya berpikir ulang untuk menambah kekacauan.

“Kenapa berhenti?” Namjoon tertawa. Tak memedulikan eksistensi mereka yang kini menjadi pusat perhatian seluruh keluarga karena ulahnya. Berniat memancing Taehyung kedalam sebuah kekacauan. Karena ia yakin jika dirinya akan menang.

Taehyung terpancing. Berniat maju untuk kembali melayangkan berbagai pukulan pada Namjoon sebelum Seokjin mencegahnya. Seokjin mengeratkan pelukannya, mendongak untuk menatap wajah Taehyung yang mengeras.

“Taehyung, pulang.”

Taehyung melemah. Mengangguk, membalas pelukan Seokjin. Beranjak untuk pergi meninggalkan kerumunan busuk yang menggunjingkan Seokjinnya. Tidak peduli lagi pada Namjoon yang berkoar-koar untuk memancingnya. Seokjin, adalah prioritas utamanya. Berjalan beberapa langkah, Seokjin limbung. Hampir terjatuh jika Taehyung tak erat menahannya. Tanpa bicara, Taehyung mengangkat Seokjin. Menggendong dan dengan tergesa keluar dari tempat memuakkan itu.

Namjoon ikut terkejut saat Seokjin hampir terjatuh. Ingin berlari untuk menghampiri Seokjin sebelum ayahnya menahan tangannya. Mencekal dengan keras agar ia tak mengganggu Seokjin dan adiknya lagi. Membuat Namjoon mengumpat keras-keras karena seakan semua orang menghalangi cintanya.

Tuan Kim baru melepas Namjoon saat Taehyung sudah tak nampak dalam pandangan mata. Menatap nyalang putranya yang selalu melewati batas seharusnya. Namjoon merapikan tuxedo-nya yang nampak tidak rapi. Membalas tatapan nyalang sang ayah yang tertuju padanya.

Melemparkan tatapan sinis pada seluruh keluarga besar. Namjoon dengan angkuh berjalan pergi. Entah kemana.

“Sampai kapanpun, aku tak akan melepaskannya. Tak akan.”

FIN

La MerveilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang