Seokjin merogoh saku celananya. Menarik ponselnya yang bergetar tanpa henti, mengusap icon hijau untuk menjawab panggilan brutal yang seakan menerornya. Berjalan cepat menuju basement tempat dimana ia melakukan meeting beberapa menit lalu. Mengapit ponsel diantara lipatan bahu dan lehernya, pria jangkung itu tergesa merogoh saku celananya kembali. Mencari kunci mobil yang serasa sangat sulit ditemukan.
Seokjin memindahkan ponselnya karena lehernya sudah mulai terasa pegal. Berdecak, karena tak kunjung mendengar suara dari seberang jaringan. Astaga!! Demi Tuhan, Seokjin sangat lelah saat ini dan sepertinya kunci mobilnya hilang entah kemana. Mungkin terjatuh atau tertinggal di kantornya.
"Astaga!!"
Seokjin menggeram kesal. Hentakan kakinya di lantai terdengar keras. Memantul diantara lapisan dinding-dinding basement yang sepi. Ia sudah terlalu malas untuk kembali ke kantor untuk mencari kunci mobilnya yang belum tentu ada di sana. Lift sedang macet, dan ruangannya berada di lantai 15.
Ia sama sekali tidak sudi untuk kembali naik. Kakinya sudah pegal meminta diluruskan. Hari ini ia terpaksa terjun langsung ke lapangan. Mengawasi pembangunan yang sekiranya bermasalah karena tak kunjung usai.
Sedikit melamun, Seokjin melupakan ponselnya yang terhubung dengan orang lain yang tak diketahuinya karena tak melihat desktop layar terlebih dahulu.
"Halo?"
Hening. Seokjin berdehem pelan. Menarik ponselnya dari bahu. Mengernyit menyadari nomor tak dikenal yang tengah menghubunginya. Menghela nafas, Seokjin mulai kesal karena tak kunjung mendapat sahutan. "Halo!! Hey, jika kau tak segera menjawab akan segera kumatikan!!!!" Seokjin mengancam. Berteriak tepat di speaker, berniat merusak telinga siapapun yang tengah menghubunginya saat ini.
Bersandar pada kap mobil, Seokjin melemas. Ia benar-benar lelah. Mungkin tak seharusnya ia keras kepala untuk melanjutkan pekerjaannya sendiri tanpa ditemani. Sifatnya yang sedikit ceroboh dan pelupa benar-benar merugikannya. Ditambah suasana hening yang seakan ingin mencekiknya membuat Seokjin meneguk ludah.
Tanpa banyak bicara, pria manis itu benar-benar memutuskan panggilan terlebih dahulu. Mulai berjalan untuk keluar dari basement yang remang-remang. Tak peduli dengan ponselnya yang kembali berteriak menunjukkan eksistensinya. Cukup menguntungkan karena setidaknya Seokjin tak merasa sendirian.
KLAKK!! KLAKK!!
Seokjin menoleh. Tubuhnya menegang seiring dengan detak jantungnya yang hampir menggila. Listrik mati tiba-tiba, memadamkan seluruh lampu yang tersisa. Menyisakan kegelapan dalam pelukan Seokjin. Sangat gelap. Tak ada sumber cahaya lagi selain ponselnya yang tetap bordering dengan keras.
Bergetar. Tangan Seokjin gemetar untuk melihat ponselnya. Menatap layar ponselnya yang menunjukkan nomor ponsel yang sama yang menghubunginya beberapa saat lalu. menelan ludah, Seokjin mengusap wajahnya. Tangannya bergerak untuk menyalakan fitur senter dengan ponselnya yang masih terus bergetar.
"Yeo-Yeoboseyo?" Seokjin tergagap. Mata bulatnya memicing tajam, berusaha mencari pintu keluar.
Hanya terdengar helaan nafas dari seberang. Seokjin makin ketakutan. Ingin ia segera berlari keluar dari basement dan berguling di atas kasur bersama kekasihnya. Namun sepertinya hal itu tak dapat berlangsung cepat karena kendala yang ada.
"Hey, kumohon katakanlah sesuatu," cicitnya ketakutan. Ia butuh teman bicara.
Cahaya yang minim membuat Seokjin tak leluasa. Berjalan dengan langkah pendek, takut-takut jika ia menabrak sesuatu dan berakhir melukai dirinya sendiri.
"Seokjin,"
Suara dengan nada rendah itu menyapa indra rungu Seokjin. Membuat bulu-bulu halus di tengkuknya berdiri. Namun memberikan ketenangan. Tubuh Seokjin yang sebelumnya menengang mulai melemas, ternetralisir oleh suara berat barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Merveille
FanficNamjoon tak tahu, bagaimana jika Seokjin hilang dari hidupnya