"Share some cigarettes?"
Namjoon hanya mengernyit saat batang nikotin yang tengah dihisapnya tiba-tiba berpindah tangan pada seorang pria dengan kaos abu di sebelahnya. Memandang aneh di bawah cahaya remang-remang bar murahan di pinggiran kota Puerto Rico. Namjoon, merasa pernah melihatnya.
Si kaos abu menoleh, "Ada yang salah? Kau keberatan aku meminta ini?" tanyanya menatap Namjoon, kembali menghisap rokok yang sudah terbakar hampir setengahnya.
Namjoon menggeleng, pria dengan rambut coklat gelap itu merogoh saku jaketnya, mengeluarkan satu kotak berisi cerutu yang sama dengan si kaos abu-abu. "Aku, hanya merasa tidak asing denganmu." Mengecek saku yang lainnya, Namjoon mencoba mencari korek apinya. Dan tidak ketemu, menghela nafas, ia mengurungkan niat untuk kembali menjejali bibir dengan batang cerutu.
Si kaos abu tersenyum miring, menghidupkan korek api di tangannya dan membakar ujung cerutu Namjoon. "Mungkin kau ingat jika menabrak seseorang di depan bar tadi," ucapnya, menatap Namjoon dengan keinginan memulai sebuah obrolan.
Namjoon mencoba mengingat, mengangkat tangan untuk memesan dua gelas soda untuk si kaos abu dan dirinya. "Ah, aku Kim Namjoon. Maaf sudah menabrakmu tadi, ehmm, aku belum tau namamu," ucap Namjoon, menatap si kaos abu yang tetap tersenyum menghadapnya, menghisap dan menghembuskan cerutu dengan kesan anggun. Dan, Oh, Sial!! Si kaos abu itu memiliki wajah yang cantik. Namjoon baru menyadarinya.
"Permintaan maaf diterima, dan namaku Kim Seokjin. Panggil aku semaumu," ucapnya, menghembuskan asap cerutu tepat di wajah Namjoon. Begitu seksi, dan, nakal.
Mengalihkan diri dengan soda yang baru datang, Namjoon menyodorkan satu gelas soda pada Seokjin. Disambut dengan salah satu alis yang terangkat, "Haruskah aku membayar untuk ini? Uangku ada pada kakakku yang sedang bermain gitar di sana," Seokjin menunjuk seorang pria dengan kulit putih yang memiliki garis mata yang sama dengannya.
Namjoon tergelak, "Aku tak akan memungut biaya pada orang seindah dirimu," rayu Namjoon. Seokjin terkekeh, meminum soda dalam sekali teguk dan mematikan cerutu dengan mencelupkan ujung yang berapi kedalam gelas yang masih basah karena soda. "Are you going to tease me or something, Namjoon?"
"Teasing you? It sounds sassy,"
"Oh, jadi aku sedang berbicara dengan pria bermartabat sekarang? Apakah aku harus bersujud dibawah kakimu, tuan?" sarkas Seokjin. Pria itu menoleh dan melambai pada kakaknya yang tengah menjadi tontonan dan pusat perhatian di bar. Membuat Namjoon meneguk ludah karena leher jenjang Seokjin begitu terekspos dan menggodanya.
Seokjin kembali menatap Namjoon, menyeringai dan kembali menghembuskan asap dari batang nikotin yang di pegangnya. Namjoon tetap bergeming, bahkan saat Seokjin melambaikan tangan di depan wajahnya, Namjoon tetap tak bisa beralih.
"Hey, kau keberatan aku meminta ini?" mengangkat rokoknya, Seokjin mengerutkan dahi. Aneh sekali pria yang baru dikenalnya ini.
"Ya, boleh kuminta kembali?"
Seokjin menipiskan bibir, mengayunkan batang nikotin yang hanya tersisa sedikit untuk menghilangkan masam di ujung bibir. Pelit sekali, sih! Jika ia membawa uang, juga ia takkan meminta. Terpaksa, "Hm."
Seokjin terkejut seiring benda lembut yang menyambar bibirnya. Melumat kasar dengan sensasi rasa mint dan nikotin yang panas. Membuat Seokjin menjatuhkan rokok yang sudah siap ia berikan kembali pada si pemiliknya.
Sialan!!
Ini, mengejutkan.
∞
Namjoon mengayunkan tangan, duduk di tempat yang biasa ia gunakan selama hampir dua minggu belakangan. Membuat si bartender sigap membuatkan segelas vodka dengan tiga buah zaitun yang ditusuk dengan tusuk gigi didalamnya.
"Kau datang lagi," mengelap gelas-gelas kecil yang biasa digunakan untuk menyajikan minuman pada pelanggan.
Tertawa, Namjoon meneguk voda miliknya. Mengawasi setiap sudut di dalam bar, berusaha menemukan alasannya untuk datang setiap malam di jam dan waktu yang sama. Bahkan menunda keberangkatannya ke Irlandia tiga hari yang lalu.
"Kurasa aku mulai menyukai tempat ini,"
Si bartender mendengus, "Kuyakin itu bohong."
Namjoon tersenyum. Panggung lantai yang hanya berupa kursi yang disusun untuk penampilan band dua minggu lalu sudah hilang. Berganti dengan papan billiard yang dikelilingi oleh beberapa pria dewasa berotot dengan pembicaraan tentang si seksi berpakaian bikini yang bergoyang di tiang.
Well, Namjoon tak tertarik.
Melengos, Namjoon memilih untuk mengambil beberapa panah dart untuk dilemparkannya ke papan yang sudah hampir koyak. Teriakan kemenangan juga desah kecewa karena kalah taruhan. Menimbang, Namjoon mengeluarkan dompetnya. Mengambil beberapa lembar dolar usang hasil kembalian dari makan siang.
Namjoon menatap pintu masuk. Mungkin jika diperbolehkan, malam ini ia akan menginap di bar. Gilirannya tiba, ia bersiap melemparkan salah satu panahnya, sebelum atensinya tertarik pada pintu masuk yang baru dibuka. Bukan pada pintunya, namun beberapa orang yang ada disana.
Itu, Kim Seokjin.
∞
"Kau selalu menarik perhatian dimanapun,"
Seokjin hanya mendengus, memilih bersandar pada tembok bata yang kasar di belakangnya. Menatap Namjoon yang juga tidak mengalihkan perhatian darinya. Memegang dagu Namjoon, Seokjin menolehkannya ke kanan, memperhatikan lamat-lamat sebelum akhirnya kembali mendengus.
"Kakakku sepertinya tidak memukulmu cukup keras waktu itu."
Tertawa, Namjoon mengusap wajahnya. "Yeah, pukulannya tidak buruk. Aku hanya mengalami pusing selama dua hari karena cedera otak ringan."
Dipukul bogem mentah di pelipis sebelum akhirnya dilempar dengan gitar setelah mencium Seokjin, tak membuat Namjoon jera. Buktinya, Namjoon tetap tidak bisa menahan pandangan tertariknya pada Seokjin. Lelaki di depannya, terlalu sayang untuk dilewatkan. "Lagipula, pukulannya tetap tidak sepadan dengan bibirmu."
"Mau mati?" Seokjin sarkas, kepalanya pening seketika mengingat kejadian malam itu. Sialan. Ia hampir bersemu. Sebatang rokok seharga bibirnya bukan sesuatu yang menyenangkan untuk diingat.
Tergesa, Seokjin menyalakan sebatang rokok. Menghisapnya untuk menghilangkan kegelisahan sialan yang entah kenapa harus melandanya saat ia bertemu Kim Bajingan Namjoon.
Seokjin hanya memejamkan mata, kesal tentu saja. Ia harusnya bersenang-senang di dalam bar. Bukan terkurung bersama si sialan Namjoon di ujung ruangan, tepat di bawah tangga beton tempat dimana mereka takkan diperhatikan.
Pandangan Namjoon tertuju pada rokok yang Seokjin hisap. Seksi, kata itu masih memenuhi pikirannya. Namun ia hanya meneguk ludah seiring dengan pikiran kotor yang menjalar di otak cerdasnya. "Well, sepertinya kakakmu harus menghajarku setelah ini,"
Menyambar bibir Seokjin, Namjoon bahkan takkan menyesal meski harus pulang ke korea dengan lebam pukulan. Ini, sepadan.
"I like your lips,-
Can I have it all the time?"
KAMU SEDANG MEMBACA
La Merveille
FanfictionNamjoon tak tahu, bagaimana jika Seokjin hilang dari hidupnya