Empat

17 1 0
                                    

Sesampainya dirumah tepat pada pukul 20.00, dan tumben sekali mama dan papa sudah berada di rumah biasanya menjelang tengah malam baru sampai pulang kerumah. Walaupun mereka tidak pulang terlambat, tetap saja mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Sesibuk itukah mereka sampai melupakan kehadiranku di dunia ini? Dunia yang penuh dengan kekejaman, tetapi mereka masih membiarkan diriku tetap berdiri tegak menghadapi pahitnya dunia?

Aku iri sekali dengan teman-temanku yang selalu menikmati hari-harinya dengan keluarga mereka. Jika boleh diberikan satu permintaan saja, aku ingin menjadi orang lain yang hidup sederhana tetapi bisa menghabiskan waktu dengan keluarganya daripada harus hidup bergelimang harta tetapi saling mengacuhkan.

Mama menghampiriku setelah ia melihat keberadaan ku diruang tamu. "Sayang, kamu darimana saja? Kenapa baru pulang? Kamu sama siapa?".

"Dari kedainya Nathsn sama Dokter Delvin."

Terlihat mama tersenyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi rapihnya. "Hm... Jadi sekarang sudah melupakan masa lalunya, ya?" Goda mama kepadaku.

Sebenarnya saat ini juga, aku ingin tertawa mendengar celoteh mama yang menggodaku. Tetapi rasanya sungguh berat sekali untuk menampilkan seulas senyum dibibir ku.

"Bu-bukan begitu maksudnya, Ma.."

Mama menggenggam kedua tanganku. "Kamu harus bisa mencari pengganti Deo, dan kamu juga tidak bisa terus-menerus memikirkan orang yang sudah membuatmu patah hati. Mama hanya ingin melihat kamu bahagia."

Di lubuk hatiku yang paling dalam, sebenarnya aku lebih merindukan Mama yang seperti ini dibanding dengan rasa rinduku ke Deo. Aku ingin, Mama terus seperti ini kepadaku, yang selalu memberi kehangatan di setiap hidupku.

Didalam kamar, aku masih kepikiran dengan suasana rumah yang seperti tadi. Aku sangat merindukan mereka, entahlah sudah berapa kali aku mengucapkan kalimat rinduku kepadanya, tapi yang jelas aku benar-benar merindukannya!

Lebih baik, aku merebahkan badanku di kasur sejenak lalu menutup mataku secara perlahan. Sebelumnya aku berdoa kepada Tuhan, agar esok hari masih diberikan umur panjang dan sebuah kebahagiaan yang lebih dari hari ini.

—————

Siang ini, Delvin sengaja meliburkan jadwal terapi ku. Karena kata suster Alena, Delvin ingin mengajakku ke suatu tempat yang aku sendiri tidak tahu apa rencana Delvin selanjutnya. Setelah memberikan perhatian, membuatku selalu tersipu malu dengannya, lalu sekarang ingin membuatku seperti apa lagi?

Terdengar suara ketukan pintu yang membuatku sedikit tidak tenang. Bukan tidak tenang karena takut melainkan tidak siap menatap wajah seorang Dokter yang membuatku terjebak dalam rasaku sendiri.

Aku mencoba untuk berjalan pelan-pelan menuju pintu rumahku. Masih sangat terbata-bata dengan bantuan suster Alena yang selalu siap berada di sampingku. Sudah hampir tiga minggu aku melakukan fisioterapi dan sudah hampir satu tahun aku duduk di kursi roda hingga pada akhirnya, dengan waktu secepat itu juga Tuhan memberikan kesembuhan kepadaku.

Aku membukakan pintu untuk Delvin, sedangkan lelaki yang berada dihadapanku ini justru malah melongo melihatku yang tengah berdiri tegak tepat didepannya.

"Li-lily, kamu–?" Tanyanya yang masih tak percaya melihatku berdiri tegak, ya walaupun masih sedikit dituntun dengan suster Alena.

"Aku sudah bisa berjalan lagi! Terimakasih ya, ini semua berkat kamu yang selalu sabar membantuku." Spontan aku memeluk Delvin karena saking senangnya sembari mengucapkan rasa terima kasihku kepadanya.

Rain And Traces Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang