Duapuluhlima

7.9K 811 64
                                    

Satu minggu telah berlalu, dan semuanya masih tetap sama. Zeylyna masih tidak mau bersuara. Meskipun Zeylyna menerina segala perlakuan baik dari Zidan, tetap saja wanita itu bungkam dan menghindari skinship dari Zidan.

Selama satu minggu ini Zidan harus disibukan oleh dua hal, mengurus kantornya dan merawat Zeylyna. Zidan tak bisa hanya berdiam diri dan menyerahkan segala permasalahan kantornya kepada Ayah mertuanya. Masih ada banyak hal yang harus Zidan selesaikan. Namun, hal itu tak membuat perhatian Zidan kepada Zeylyna berkurang sedikitpun. Kondisi Zeylyna masih cukup lemas, jadi Zidan harus benar-benar merawat istri dan calon anaknya.

Zidan juga kini menyewa suster untuk merawat Zeylyna jika dirinya sedang di kantor. Ketika dirinya pergi, Zidan mengunci seluruh pintu dan mengawasi rumahnya dari cctv. Zidan tidak ingin kehilangan Zeylyna lagi. Zidan tidak ingin Zeylyna kabur bersama calon anaknya.

Zidan juga tak lagi memaksa Zeylyna untuk bersuara. Keterdiaman Zeylyna mulai membuatnya terbiasa. Selama Zeylyna masih mau tinggal disini, itu sudah lebih dari cukup.

Seperti biasanya, pagi ini Zidan menyiapkan sarapan dan obat untuk Zeylyna. Zidan tersenyum senang saat melihat raut wajah Zeylyna yang kembali segar, tidak pucat seperti biasanya.

"Badan kamu gimana, udah mendingan?"

Masih tak ada sahutan dari Zeylyna.

"Ini aku udah bawain makanan sama obat buat kamu. Oh ya, pulang kerja kita kerumah sakit ya. Buat cek kondisi kamu sama baby."

Mata Zeylyna kini beralih menatap Zidan, masih dengan tatapan datarnya.

"Kamu ga capek?"

Zidan mematung, untuk pertama kalinya setelah Zeylyna pergi dari rumah, akhirnya istrinya membuka suara.

Hanya tiga kata, mampu membuat hati Zidan bahagia. Apakah ini tandanya Zeylyna sudah memaafkannya?

"Gak kok, kan udah-"

"Kamu ga capek pura-pura baik sama aku?"

Zidan memicingkan matanya. Sepertinya pemikirannya tentang Zeylyna yang telah memaafkannya harus di tarik kembali.

"Kamu ini ngomong apa sih? Aku ga pernah pura-pura baik sama kamu."

"Jangan kamu pikir aku bodoh! Kamu kayak gini cuma karena anak kita kan? Setelah baby lahir pasti kamu akan ninggalin aku dan ambil baby."

Zidan menggeleng, tangannya terulur untuk meraih jemari Zeylyna. Untung saja kali ini Zeylyna tidak menolak.

"Zey, aku sayang sama kamu. Aku sama sekali ga pernah berfikir untuk meninggalkan kamu."

"Kalau kamu takut kehilangan anak kita, kamu tenang aja. Aku bukan ibu jahat yang akan memisahkan ayah dan anaknya. Setelah anak ini lahir, kamu masih bisa ketemu sama dia."

"Aku memang akan selalu ketemu sama anak kita. Karena kita akan sama-sama terus dan besarin baby bareng-bareng, sayang."

Zeylyna melepaskan genggaman jemari Zidan. Zeylyna menggeleng, membuat Zidan mematung. Zidan tidak siap jika Zeylyna mengatakan hal paling Zidan takuti.

"Aku mau kita cerai."

Kalimat itu akhirnya terucap dari bibir Zeylyna. Zidan menggeleng, pandangannya kini mengabur. Tubuhnyapun ikut lemas. Demi Tuhan, bukan itu yang Zidan inginkan.

"Aku ga mau pisah sama kamu. Aku tau aku salah, aku memang bodoh karena ngomong hal gila kayak gitu. Tapi tolong, jangan tinggalin aku Zey. Aku mohon."

"Mungkin rasanya ga akan sesakit ini kalau aku ga cinta sama kamu, Dan."

Zidan mendongak, dilihatnya Zeylyna yang kini meneteskan air matanya. Apakah luka yang dia berikan begitu sakit, hingga Zeylyna bisa sehancur ini?

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang