BAGIAN 6

466 19 0
                                    

Tepat tengah malam, Rangga berada di depan rumah Ki Amus yang sekarang ditempati Raden Banyu Samodra. Paman Ardaga terus mendampingi Pendekar Rajawali Sakti itu. Tapi kelihatannya dia begitu gelisah sekali. Kedua bola matanya terus melirik ke kanan dan ke kiri. Seakan dia takut ada orang lain yang melihatnya berada di tempat ini bersama seorang pemuda yang sudah dikenal dengan julukan Pendekar Rajawali Sakti.

"Paman di sini saja," kata Rangga setengah berbisik.
"Raden akan ke mana?" Tanya Paman Ardaga juga berbisik pelan suaranya.
"Aku ingin melihat ke dalam," sahut Rangga.
"Hati-hati, Den," pesan Paman Ardaga.
Rangga tersenyum kecil, lalu menepuk pundak laki-laki setengah baya itu. Sebentar masih diamatinya keadaan rumah kepala desa itu. Kemudian dengan kecepatan kilat, tubuhnya melesat naik ke atas atap. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuhnya, sehingga dalam sekejap mata saja Pendekar Rajawali Sakti sudah berada di atas atap rumah itu.
Sementara, Paman Ardaga bergegas mencari tempat untuk berlindung untuk menyembunyikan diri. Hatinya baru merasa aman setelah berada di balik sebatang pohon yang cukup besar, hingga melindungi dirinya dari bayang-bayang cahaya rembulan.
Sementara, Rangga terus bergerak ringan sekali di atas atap bangunan rumah. Dan dengan gerakan yang ringan sekali, Pendekar Rajawali Sakti meluruk turun ke bagian belakang. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, manis sekali kakinya menjejak ke tanah berpasir. Sebentar, diamatinya keadaan sekitarnya.
"Hm. Pintu ini tidak terkunci," gumam Rangga dalam hati. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti mendorong pintu belakang yang memang tidak terkunci. Tapi baru saja daun pintu itu terdorong sedikit, mendadak saja Rangga merasakan adanya hempasan angin yang begitu kuat dari balik daun pintu.
"Hup!" Cepat-cepat Rangga melenting ke belakang. Tepat pada saat kakinya menjejak tanah, daun pintu itu hancur berkeping-keping. Dan pada saat yang bersamaan, dari dalam meluncur deras puluhan benda kecil berbentuk mata tombak ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Yeaaah...!" Manis sekali Rangga melenting, dan berputaran di udara menghindari benda-benda kecil berbentuk mata tombak yang meluruk deras mengancam nyawa. Dan Pendekar Rajawali Sakti baru bisa menjejakkan kakinya kembali di tanah, setelah tidak ada lagi benda-benda berbahaya yang mengancam jiwanya.
"Hm...," gumam Rangga perlahan. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti menunggu, tapi tidak juga ada sambutan lagi yang datang. Perlahan kakinya terayun melangkah mendekati pintu yang kini sudah hancur berkeping-keping. Tak terlihat ada gerakan sedikit pun di dalam rumah ini. Segera dikerahkannya aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Tapi, sama sekali tidak terdengar menyusup ke dalam telinganya.
Rumah ini benar-benar bagaikan tidak berpenghuni lagi, dan seakan-akan tidak ada seorang pun di dalamnya. Tapi, sambutan dari benda-benda kecil berbentuk mata tombak itu membuat Rangga harus bersikap lebih waspada lagi. Diyakininya kalau ada orang di dalam rumah ini, meskipun dengan penge-rahan aji 'Pembeda Gerak dan Suara', sedikit pun tidak terdengar suara yang menandakan adanya kehidupan.
"Raden Banyu Samodra, keluarlah...! Aku Rangga. Bukankah kau sedang menantikan kedatanganku...?" Terdengar lantang sekali suara Rangga.
Namun, sedikit pun tidak terdengar jawaban dari dalam. Keadaannya masih tetap sunyi. Perlahan Rangga menggeser kakinya ke kanan beberapa langkah. Pandangan matanya tetap tajam, tertuju langsung ke pintu yang sudah hancur berkeping-keping. Dan baru saja Pendekar Rajawali Sakti hendak membuka mulutnya kembali, mendadak saja dari dalam rumah melesat sebuah bayangan begitu cepat bagai kilat.
"Hup...!" Rangga cepat-cepat melenting ke samping, menghindari terjangan bayangan yang meluncur secepat kilat dari dalam rumah. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, lalu manis sekali kakinya menjejak di tanah berpasir. Saat itu, di depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri seorang pemuda berwajah tampan, namun memiliki sorot mata yang begitu tajam. Dialah pemuda asing yang mengaku bernama Raden Banyu Samodra
"Kau yang bernama Raden Banyu Samodra?" Tanya Rangga, langsung saja.
"Kau sendiri, apakah kau Rangga, Raja Karang Setra, dan juga bergelar Pendekar Rajawali Sakti?" Raden Banyu Samodra malah balik bertanya.
"Benar," sahut Rangga agak datar nada suaranya.
"Ha ha ha... bagus! Ternyata nama besarmu tidak kosong belaka. Kau benar-benar punya nyali besar hingga datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti."
"Raden Banyu Samodra, katakan saja terus terang. Apa tujuanmu sebenarnya ingin bertemu denganku secara seperti ini?" Tanya Rangga langsung.
"Ha ha ha...!" Tapi Raden Banyu Samodra hanya tertawa saja terbahak-bahak mendengar pertanyaan Rangga.
Sementara, Rangga sudah mulai tidak suka atas sikap yang meremehkan seperti ini. Tapi dia harus bisa menahan diri. Harus diketahuinya lebih dahulu tujuan pemuda asing yang tidak dikenalnya hingga datang ke desa nelayan ini dan membuat kekacauan hanya karena ingin bertemu dengannya.
"Dengar, Pendekar Rajawali Sakti. Kedatanganku atas perintah ayahku. Aku sengaja datang ke sini untuk bertemu denganmu," kata Raden Banyu Samodra dengan suara lantang menggelegar.
"Hm, siapa ayahmu?" Tanya Rangga datar.
"Ayahanda Prabu Naga Pendaka."
Rangga mengerutkan keningnya sambil menggumamkan nama yang tadi disebutkan Raden Banyu Samodra. Dicobanya mengingat-ingat nama itu, tapi memang baru mendengarnya malam ini. Sama sekali tidak diketahuinya, siapa Prabu Naga Pendaka yang diakui Raden Banyu Samodra sebagai ayahnya itu.
"Lalu, apa maksudmu kau ingin bertemu denganku?" Tanya Rangga lagi.
"Membawamu ke Kerajaan Karang Emas," sahut Raden Banyu Samodra mantap.
"Untuk apa?"
"Kau akan tahu kalau sudah sampai di sana, Pendekar Rajawali Sakti. Aku tidak bisa mengatakannya sekarang padamu."
"Hm...," gumam Rangga kembali.
Kedua kelopak mata Pendekar Rajawali Sakti terlihat agak menyipit, merayapi Raden Samodra dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Seakan-akan tengah dinilainya kemampuan pemuda tampan yang berwajah keras, lewat sorot mata yang sangat tajam itu. Tapi benak Pendekar Rajawali Sakti terus berputar dan menduga-duga, apa tujuan pemuda itu sebenarnya hingga ingin bertemu dengannya. Walaupun tadi sudah mengatakan hendak membawanya ke Kerajaan Karang Emas. Sedangkan Rangga sama sekali belum pernah mendengar nama kerajaan itu.
"Ayo, ikut aku..."
Tanpa menunggu jawaban lagi, Raden Banyu Samodra langsung melangkah tanpa sedikit pun ada perasaan curiga kalau-kalau Rangga melakukan serangan dari belakang. Dia terus saja berjalan dengan ayunan kaki mantap.
Sementara, Rangga masih tetap diam memandangi. Entah, apa yang ada dalam pikiran Pendekar Rajawali Sakti ini. Sedangkan Raden Banyu Samodra sudah cukup jauh berjalan meninggalkannya. Jelas, arah yang dituju adalah pantai.
"Apa maksudnya ini...?" Rangga jadi bertanya-tanya dalam hati.
Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti melangkah, Paman Ardaga tiba-tiba saja muncul. Laki-laki setengah baya bertubuh kekar berotot itu langsung menghampiri Rangga yang sudah menghentikan langkahnya lagi. Sementara, Raden Banyu Samodra terus saja berjalan tanpa berpaling sedikit pun juga.
"Mau apa dia, Raden?" Tanya Paman Ardaga.
"Entahlah," sahut Rangga agak mendesah.
"Dia menuju ke laut, Raden," kata Paman Ardaga masih dengan suara perlahan berbisik.
Rangga tidak bicara lagi. Kini kakinya terayun mengikuti pemuda asing yang mengaku bernama Raden Banyu Samodra. Sementara Paman Ardaga hanya bisa berdiri mematung sambil memandangi. Hatinya jadi ragu-ragu juga untuk mengikuti dua orang pemuda yang menuju tepian pantai.
"Apa yang harus kulakukan sekarang...?" Desah Paman Ardaga jadi kebingungan sendiri.
Padahal, tadi dikiranya akan menyaksikan suatu pertarungan seru. Tapi kenyataannya, Rangga malah mengikuti Raden Banyu Samodra menuju laut. Dan ini yang membuat Paman Ardaga jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati. Bahkan kecemasan mulai tumbuh menyelimuti hati.
Sementara itu, Raden Banyu Samodra sudah sampai di tepian pantai. Tubuhnya baru diputar menunggu Rangga yang masih berjalan menghampiri. Debur ombak terdengar sangat keras menghantam baru karang yang banyak terdapat di sepanjang Pesisir Pantai Utara. Dan Rangga baru berhenti melangkah setelah jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi didepan Raden Banyu Samodra.
"Kau benar-benar Rangga si Pendekar Rajawali Sakti...?" Tanya Raden Banyu Samodra seperti sedang memastikan.
"Benar," sahut Rangga datar.
"Terus terang, sebenarnya aku ragu-ragu. Apakah kau memang benar Pendekar Rajawali Sakti, atau bukan. Dan untuk meyakinkan, terpaksa harus kuuji lebih dahulu, sebelum kubawa ke kerajaan ku," kata Raden Banyu Samodra mantap.
"Hm, apa maksudmu...?" Tanya Rangga tidak mengerti.
Tapi, jawaban yang diterima Rangga ternyata sebuah serangan kilat dari senjata-senjata kecil berbentuk mata tombak yang dilepaskan Raden Banyu Samodra dengan kecepatan luar biasa.
"Hup!" Rangga tidak punya kesempatan lagi untuk mencegah. Terpaksa menghindari serangan senjata-senjata berbahaya itu. Kedua tangannya langsung bergerak cepat, mengibas melindungi tubuhnya dari incaran senjata-senjata rahasia.
"Hiyaaa...!" Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba saja Rangga meluruk deras sambil mengebutkan kedua tangan dengan cepat sekali. Saat itu langsung dikerahkannya jurus Rajawali Sakti Menukik Menyambar Mangsa, yang dipadukan dengan jurus Sayap Rajawali Membelah Mega!
Begitu cepat gerakannya, sehingga membuat Raden Banyu Samodra jadi terperangah sesaat.
"Hap!" Namun dengan gerakan cepat dan ringan sekali, Raden Banyu Samodra berhasil menghindari kebutan kedua tangan dan tendangan menggeledek yang langsung dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti. Sempat juga Raden Banyu Samodra kelabakan menghindari serangan balik yang dilakukan pemuda berbaju rompi putih ini. Tapi, dia cepat dapat menguasai keadaan dengan melompat ke belakang, sejauh dua batang tombak. Lalu dengan manis sekali kakinya menjejak pantai yang berpasir putih bagai mutiara. Maka serangan-serangan senjatanya pun seketika terhenti. Sementara, Rangga sudah berdiri tegak dengan kedua tangan terlihat di depan dada.
"Hebat...! Seranganmu sungguh dahsyat," puji Raden Banyu Samodra sambil menghembuskan napas berat.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
"Tapi, itu belum membuktikan kalau kau Pendekar Rajawali Sakti," sambung Raden Banyu Samodra.
"Katakan, apa saja yang kau ketahui tentang Pendekar Rajawali Sakti," terasa dingin nada suara Rangga.
Jelas sekali kalau Pendekar Rajawali Sakti mulai tidak menyukai sikap Raden Banyu Samodra yang angkuh ini. Tapi tetap saja dia harus bisa menahan diri, karena tidak ingin terjadi sesuatu yang dapat menimbulkan penyesalan di belakang hari. Rangga khawatir kalau sikap yang ditunjukkan Raden Banyu Samodra hanya berpura-pura saja, untuk memancing amarahnya.
"Aku tidak bisa mengatakannya, tapi harus melihatnya sendiri. Dan itu harus dilakukan dengan pengujian menurut caraku," tegas Raden Banyu Samodra.
Rangga kembali terdiam.
"Nah, bersiaplah kau. Hiyaaa...!"
"Hap!"
Sesaat Rangga sempat terkesiap, ketika tiba-tiba Raden Banyu Samodra melompat sambil melepaskan satu tendangan dahsyat menggeledek yang mengarah langsung ke dada. Tapi dengan memiringkan tubuh ke kanan, Pendekar Rajawali Sakti berhasil menghindarinya.
"Hup!" Bergegas Rangga melompat kesamping, tepat di saat Raden Banyu Samodra memutar tubuhnya sambil melepaskan satu pukulan keras menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi sekali. Untuk kedua kakinya, serangan pemuda tampan itu berhasil dielakkan Pendekar Rajawali Sakti dengan gerakan manis sekali.
"Hooop...! Yeaaah...!"
"Hap...?! Hup!"
Rangga jadi terbeliak setengah mati, begitu tiba-tiba Raden Banyu Samodra menghentakkan kedua tangan ke depan. Dan dari kedua telapak tangan itu, meluncur dua baris sinar berwarna merah bagai lidah api yang menjulur cepat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Namun dengan kecepatan bagai kilat pula, Rangga melenting ke udara, menghindari terjangan cahaya merah bagai lidah api. Beberapa kali Rangga berputaran di udara, lalu melesat ke belakang dengan mengempos tubuhnya. Begitu manis dan ringan Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kaki di pasir pantai yang putih ini. Tepat pada saat itu, terdengar suara ledakan dahsyat menggelegar yang menggetarkan seluruh permukaan Pesisir Pantai Laut Utara ini.
"Edan...?!" desis Rangga kagum.
Sebuah perahu seketika hancur berkeping-keping terlanda sinar merah yang meluncur bagai kilat dari kedua telapak tangan Raden Banyu Samodra. Begitu dahsyatnya, hingga membuat Rangga jadi kagum. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa berlama-lama mengagumi kedahsyatan ilmu yang dimiliki Raden Banyu Samodra, karena sudah kembali diserang dengan ilmu-ilmu kedigdayaan yang sangat dahsyat.
Dan Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus melayani dengan ilmu-ilmu kedigdayaan pula. Seketika itu, juga suara ledakan dahsyat terdengar menggelegar beruntun, disertai kilatan-kilatan cahaya dan percikan bunga api. Pesisir pantai yang semula gelap, kini jadi terang benderang oleh kilatan-kilatan cahaya dan kobaran api yang menghanguskan perahu-perahu nelayan, akibat menjadi sasaran pertarungan ilmu-ilmu kedigdayaan tingkat tinggi itu.
Suara pertarungan membuat seluruh penduduk desa nelayan jadi keluar dari rumahnya. Dan mereka terlongong bengong menyaksikan sebuah pertarungan tingkat tinggi yang seumur hidup belum pernah disaksikannya. Terlebih lagi, Paman Ardaga yang memang sejak tadi membuntuti terus. Matanya sampai tidak berkedip menyaksikan pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti dengan Raden Banyu Samodra.
"Siapa anak muda itu, Paman?" Tanya salah seorang penduduk yang berdiri di dekat Paman Ardaga.
"Den Rangga," sahut Paman Ardaga, tidak mengatakan yang sebenarnya.
"Mudah-mudahan saja mampu mengalahkan iblis itu," sambung salah seorang lagi.
Paman Ardaga hanya melirik saja sedikit. Sementara, pertarungan antara Raden Banyu Samodra melawan Pendekar Rajawali Sakti masih terus berlangsung sengit. Dan tampaknya, pertarungan masih akan berlangsung lama. Terbukti, mereka masih sama-sama memiliki ketangguhan untuk saling memberi serangan. Tapi, pertarungan yang berlangsung sudah cukup lama itu malah membuat hati Paman Ardaga jadi cemas. Dia khawatir, kalau-kalau Rangga tidak dapat mengalahkan Raden Banyu Samodra.
"Hap!"
Cring!
Tiba-tiba saja Raden Banyu Samodra mencabut pedangnya yang tergantung di pinggang. Begitu tercabut terlihat asap berwarna merah mengepul dari mata pedangnya. Saat itu juga, Rangga melompat ke belakang. Dirasakan adanya hawa racun pada pedang yang mengepulkan asap merah itu.
"Hm...."
Sret!
Cepat Rangga mencabut pedangnya. Seketika, malam yang begitu pekat jadi terang benderang oleh cahaya biru berkilauan yang memancar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Semua orang yang menyaksikan pedang Rajawali Sakti jadi tercengang. Bahkan Raden Banyu Samodra sampai terlongong dengan mata terbeliak lebar dan mulut ternganga. Mereka semua begitu kagum melihat pedang di tangan Rangga yang berpamor sangat dahsyat.
"Cukup, Pendekar Rajawali Sakti...!" sentak Raden Banyu Samodra sambil memasukkan kembali pedangnya ke dalam warangka di pinggang.
Sementara, Rangga masih menggenggam pedang pusakanya dengan erat, tersilang di depan dada. Cahaya biru yang memancar dari pedang itu membuatnya bagaikan sosok malaikat maut yang siap mencabut nyawa. Tampak Raden Banyu Samodra membungkukkan tubuhnya memberi hormat. Namun hal itu membuat Rangga jadi terlongong bengong tidak mengerti. Bahkan semua orang yang menyaksikan sejak tadi juga jadi terpaku diam, tidak mengerti sikap Raden Banyu Samodra yang begitu cepat sekali berubah setelah Rangga mencabut pedang pusaka yang berpamor sangat dahsyat itu.
"Kenapa dia...? Apa ini bukan hanya tipu daya Belaka..?" gumam Rangga bertanya sendiri dalam hati.

***

77. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Naga LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang