BAGIAN 7

463 19 0
                                    

Perlahan Rangga memasukkan kembali pedang pusakanya ke dalam warangka di punggung. Sementara, tubuh Raden Banyu Samodra masih sedikit terbungkuk, dengan sikap begitu hormat. Kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti terayun melangkah mendekati, dan baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar enam langkah lagi di depan pemuda tampan yang mengaku bernama Raden Banyu Samodra.
"Sudah cukup, Pendekar Rajawali Sakti. Aku sekarang percaya kalau kau memang Rangga, si Pendekar Rajawali Sakti, sekaligus Raja Karang Setra," kata Raden Banyu Samodra.
"Apa arti dari semua ini, Raden Banyu Samodra?" Tanya Rangga meminta penjelasan.
Raden Banyu Samodra tidak langsung menjawab. Malah pandangannya kini beredar ke sekeliling, merayapi orang-orang yang kini sudah cukup dekat berada di sekitar pesisir pantai ini. Sikap dan sorot mata mereka sekarang tidak lagi mencerminkan ketakutan. Mereka sudah begitu percaya kalau Pendekar Rajawali Sakti bisa mengatasi kedigdayaan Raden Banyu Samodra. Bahkan seakan-akan mereka ingin merancah halus tubuh pemuda itu.
Perlahan Raden Banyu Samodra lebih mendekati Pendekar Rajawali Sakti, dan berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar tiga langkah lagi. Sedikit tubuhnya dibungkukkan untuk memberi hormat. Dan Rangga membalasnya dengan hanya menganggukkan kepala sedikit. Meskipun sikap Raden Banyu Samodra sudah jauh berubah, tapi tetap saja Rangga bersikap waspada.
"Kuharap, kau sudi memaafkan semua yang telah kulakukan di sini, Pendekar Rajawali Sakti. Semua ini karena terpaksa. Aku sendiri sebenarnya tidak menginginkan hal ini terjadi," kata Raden Banyu Samodra dengan sikap dan tutur kata sopan.
"Terus terang, aku tidak mengerti semua yang kau katakan tadi, Raden Banyu Samodra," kata Rangga meminta penjelasan dengan halus.
"Memang sulit dijelaskan, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi memang harus ku jelaskan. Dan kuharap kau mengerti, karena semua yang kulakukan ini hanya untuk menarik perhatianmu. Dan tujuanku sebenarnya adalah ingin memohon pertolonganmu," kata Raden Banyu Samodra memulai menjelaskan.
"Hm, pertolongan apa?" Tanya Rangga.
"Membebaskan ayah dan rakyatku dari cengkeraman Naga Laut," sahut Raden Banyu Samodra.
"Naga Laut...?" Kening Rangga jadi berkerut mendengar Naga Laut disebut Raden Banyu Samodra.
Sedangkan selama ini yang diketahuinya dari Layung Sari, Andari, dan Paman Ardaga justru Raden Banyu Samodralah yang disangka sebagai orang suruhan dari si Naga Laut. Bahkan Layung Sari telah berterus terang telah melihat dengan mata kepala sendiri, kalau Raden Banyu Samodra menyerahkan seorang gadis untuk santapan si Naga Laut. Dan sekarang, pemuda itu mengatakan ingin meminta bantuan Pendekar Rajawali Sakti untuk membebaskan ayah dan seluruh rakyatnya dari cengkeraman si Naga Laut. Kalau begitu, mana yang benar...?
Rangga jadi tidak mengerti, dan tidak tahu harus berbuat apa untuk mencari yang benar. Dia harus memutar otak agar tidak terjebak dalam persoalan yang rumit ini.
"Sudah lebih dari lima tahun ini, Kerajaan Karang Emas dikuasai Naga Laut. Dan kami semua tidak bisa berbuat apa-apa. Setiap hari, kami harus menyediakan seorang gadis untuk santapannya. Dan sekarang, tidak ada lagi gadis yang bisa dijadikan santapan di sana. Jadi, terpaksa aku harus mencari gadis-gadis dari kerajaan lain. Dan tempat yang terdekat hanyalah Pesisir Pantai Utara ini. Di samping itu pula, ayahku memang mengatakan kalau daerah Pesisir Pantai Utara, ini masih termasuk wilayah Kerajaan Kerang Setra. Dan ayah bilang, kalau Raja Karang Setra adalah seorang pendekar yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti. Untuk itulah aku segera datang di sini. Dan aku tidak tahu lagi, apa yang harus kulakukan. Aku harus meminta bantuan padamu, juga harus menyediakan seorang gadis muda untuk santapan si Naga Emas setiap malam,"
Raden Banyu Samodra langsung menceritakan panjang lebar. Sementara, Rangga hanya diam saja mendengarkan. Sedikit matanya melirik Paman Ardaga yang kini sudah berada tidak jauh di sebelah kirinya. Laki-laki setengah baya bertubuh kekar berotot itu juga mendengar semua cerita Raden Banyu Samodra tanpa membuka suara sedikit pun juga. Dia sendiri baru tahu semua tujuan dari perbuatan pemuda itu, selama di desa nelayan ini.
"Sudah berapa orang gadis yang kau berikan pada Naga Laut itu?" Tanya Rangga setelah cukup lama berdiam diri.
"Entahlah. Aku sendiri sudah tidak tahu lagi," sahut Raden Banyu Samodra pelan.
"Malam ini, apakah Naga Laut akan datang untuk meminta santapannya?" Tanya Rangga lagi.
"Ya, sebentar lagi," sahut Raden Banyu Samodra.
"Hm.... Kau memiliki kepandaian yang sangat tinggi, Raden. Tapi kenapa tidak kau saja yang melawannya?"
"Semua yang kumiliki tidak ada artinya sama sekali bagi Naga Laut, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Raden Banyu Samodra dengan suara terdengar lesu.
"Kenapa...?" Tanya Rangga ingin tahu.
Raden Banyu Samodra tidak langsung menjawab. Kembali pandangannya beredar ke sekeliling, dan bertumpu pada Paman Ardaga. Kemudian, kembali ditatapnya Rangga yang berdiri sekitar beberapa langkah di depannya. Cukup lama juga dia terdiam, tidak menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Perlahan ditariknya napas dalam-dalam, kemudian dihembuskannya kuat-kuat. Seakan-akan ingin dilonggarkannya rongga dada yang mendadak saja jadi terasa sesak.
"Kenapa semua kepandaian yang kau miliki tidak berarti bagi Naga Laut, Raden?" Rangga mengulangi pertanyaan yang tadi belum juga terjawab.
"Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa mengalahkan Naga Laut Apalagi membunuhnya, Pendekar Rajawali Sakti. Naga Laut sudah hidup ribuan tahun, bahkan mungkin sejak dunia ini ada. Dan...," Raden Banyu Samodra tidak melanjutkan.
"Tapi, kenapa kau memintaku untuk membunuhnya?" Tanya Rangga karena menunggu cukup lama, tapi Raden Banyu Samodra tidak juga melanjutkan kata-katanya yang terputus tadi.
"Karena, hanya kau yang mampu mengalahkannya, Pendekar Rajawali Sakti. Walaupun belum tahu, apakah kau bisa membunuhnya. Tapi paling tidak, bisa melenyapkannya sampai namamu tidak terdengar lagi olehnya," sahut Raden Banyu Samodra.
"Hm...," Rangga menggumam kecil. Tampak kening Pendekar Rajawali Sakti berkerut. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin kata-kata Raden Banyu Samodra tadi yang membuatnya tampak berpikir keras. Memang sulit diterima akal pikiran manusia biasa. Tapi, di dalam kalangan rimba persilatan, hal seperti itu memang bukanlah sesuatu yang aneh lagi.
Seseorang yang memiliki ilmu kedigdayaan tingkat tinggi begitu banyak, bisa saja kalah oleh orang yang hanya memiliki satu ilmu kedigdayaan saja. Tapi, semua itu memang tidak bisa diramalkan siapa pun juga. Dan kata-kata Raden Banyu Samodra yang mengatakan kalau hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang mampu mengalahkan Naga Laut, membuatnya jadi berpikir keras.
Sementara, Rangga tahu kalau ilmu kedigdayaan yang dimiliki Raden Banyu Samodra saja sudah begitu tinggi. Dan Rangga sendiri mengakui kalau hampir saja kewalahan menghadapinya, hingga terpaksa harus mengeluarkan pedang pusaka yang sudah terkenal sangat dahsyat.
"Raden, bagaimana kau bisa mengatakan kalau hanya aku yang bisa mengalahkan si Naga Laut itu...?" Tanya Rangga, ingin tahu.
"Ayahku yang mengatakannya begitu," sahut Raden Banyu Samodra.
"Ayahmu...?"
"Ya! Seribu tahun lalu, atau bahkan mungkin lebih. Naga Laut merah muncul dan melahap begitu banyak gadis tak berdosa. Begitu banyak pendekar yang mencoba untuk membunuhnya, tapi tak ada seorang pun yang berhasil. Dan Naga Laut itu berhasil dihentikan, hanya oleh seorang pendekar saja," jelas Raden Banyu Samodra.
"Siapa pendekar itu?" Tanya Rangga ingin tahu.
"Gurumu," sahut Raden Banyu Samodra.
"Guruku...?!" Rangga jadi terkejut.
"Ya! Pendekar Rajawali yang menjadi gurumu."
"Hm. Dia hidup lebih dari seratus tahun yang lalu. Bagaimana mungkin kau bisa begitu yakin kalau aku muridnya, Raden Banyu Samodra?"
"Hanya orang yang memegang Pedang Pusaka Rajawali Sakti sajalah yang menjadi pewaris ilmu-ilmu Pendekar Rajawali. Dan kini, pedang itu ada di tanganmu. Itu berarti, kau adalah murid Pendekar Rajawali. Dan lagi, kau sendiri mendapat gelar Pendekar Rajawali Sakti. Nah, dari situlah aku yakin kalau kau murid Pendekar Rajawali. Hanya mereka yang memiliki pedang pusaka itulah yang bisa mengalahkan Naga Laut," jelas Raden Banyu Samodra gamblang.
Kali ini, Rangga benar-benar tidak bisa lagi berkata apa-apa. Dan dia hanya bisa memandangi Raden Banyu Samodra yang telah mengupas semua asal muasal ilmu-ilmu kedigdayaannya. Bahkan sampai kehidupan Pendekar Rajawali yang memang gurunya. Walaupun, apa yang sekarang dimiliki tidak langsung didapat dari Pendekar Rajawali.
"Kalau bisa mengalahkan Naga Laut, kau bukan hanya membebaskan Kerajaan Karang Emas dari cengkeramannya, tapi juga membebaskan dunia ini dari kehancuran, Pendekar Rajawali Sakti. Kau tentu bisa membayangkan, bagaimana jadinya kalau semua gadis di dunia ini harus menjadi santapan Naga Laut setiap hari," kata Raden Banyu Samodra, seperti membujuk nada suaranya.
"Dengan apa aku harus menghadapinya?" Tanya Rangga bernada menguji.
"Pedangmu itu, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Raden Banyu Samodra.
"Hm...," lagi-lagi Rangga menggumam.
"Aku rasa tidak ada waktu lebih lama lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Naga Laut sebentar lagi pasti datang untuk meminta seorang gadis lagi untuk santapannya," desak Raden Banyu Samodra.
"Di mana akan munculnya?" Tanya Rangga.
Tapi belum juga Raden Banyu Samodra bisa menjawab, mendadak saja bertiup angin kecang yang membuat laut bergelombang begitu besar. Seketika itu juga, semua orang yang tadi memadati pantai ini langsung berhamburan berlarian ke rumah masing-masing. Dan sebentar saja, di tepian pantai itu tinggal Raden Banyu Samodra, Rangga, dan Paman Ardaga.
Sementara, angin yang bertiup semakin terasa kencang, hingga menimbulkan suara menderu bagai hendak membalikkan seluruh Pesisir Pantai Utara. Tampak laut bergelombang begitu besar setinggi gunung. Dan sebentar saja, sudah ada beberapa pohon yang tumbang, tercabut dari akarnya.
Crraaak! Glaaar...!"
Paman Ardaga langsung melompat ke belakang begitu terlihat kilat menyambar disertai ledakan guntur yang sangat dahsyat menggelegar memekakkan telinga. Saat itu, terlihat cahaya terang kehijauan membersit keluar dari tengah laut. Semakin lama, cahaya terang kehijauan itu semakin terlihat membesar. Sementara, Paman Ardaga diam-diam sudah melangkah mundur menjauh. Tinggal Rangga dan Raden Banyu Samodra yang masih tetap berdiri tegak memandang ke arah cahaya terang kehijauhan di tengah laut.
"Hm.... Kemunculannya sangat dahsyat," gumam Rangga dalam hati.
Tepat ketika cahaya terang kehijauan itu bergerak ke pantai, Raden Banyu Samodra menggeser kaki ke belakang beberapa langkah. Sementara, Rangga yang sempat melirik tetap saja berdiri tegak menanti cahaya terang kehijauan itu. Malam yang semula begitu pekat karena langit terselimut awan hitam dan tebal, kini jadi terang benderang oleh cahaya kehijauan yang muncul dari tengah laut.
"Hup!" Rangga cepat melompat ke belakang, hingga kembali berdiri di samping Raden Banyu Samodra, tepat di saat cahaya terang kehijauan itu sampai di garis tepi pantai. Dan saat itu, cahaya kehijauan meredup. Lalu, terlihatlah bentuk seekor ular naga raksasa yang berwarna hijau dan bercahaya pada seluruh tubuh.
Sungguh besar dan sangat mengerikan bentuknya. Kedua bola matanya yang memancarkan sinar kehijauan, menatap begitu tajam pada Raden Banyu Samodra. Dari kedua lubang hidungnya yang besar, selalu mengepulkan asap kehijauan. Air liur tampak menetes dari sela-sela bibirnya yang memperlihatkan gigi-gigi yang tajam dan runcing bagai barisan mata tombak. Perlahan-lahan kepalanya disorongkan mendekati Raden Banyu Samodra.
"Maaf, Naga Laut. Malam ini aku tidak bisa memberimu santapan. Aku tidak bisa menyediakan gadis untukmu lagi," tegas Raden Banyu Samodra dengan suara terdengar agak bergetar dan tertahan.
"Ghrrr...!" Naga Laut itu menggereng. Tampaknya, dia marah sekali mendengar kata-kata Raden Banyu Samodra. Dan tiba-tiba saja....
"Awas...!" seru Rangga keras.
"Hup!" Begitu cepat Rangga melesat sambil menyambar tubuh Raden Banyu Samodra, ketika kepala ular raksasa berwarna hijau itu meluruk cepat bagai kilat sambil membuka moncongnya lebar-lebar. Tapi, tindakan Rangga memang begitu cepat, sehingga moncong Naga Laut hanya menyambar pasir pantai yang kosong.
"Ghraaaugkh...!" Naga Laut menggerung keras, dan kelihatan begitu marah. Serangannya pada Raden Banyu Samodra yang dapat digagalkan, membuatnya semakin murka.
Sementara, Rangga sudah kembali menjejakkan kakinya di tanah berpasir putih ini. Dengan sedikit merentang tangan, dia meminta Raden Banyu Samodra untuk menyingkir ke belakang. Tanpa diucapkan dengan kata-kata, Raden Banyu Samodra segera melangkah mundur menjauhi Pendekar Rajawali Sakti.
"Ghrrr...!" Naga Laut kelihatan benar-benar marah melihat Rangga yang telah menyelamatkan Raden Banyu Samodra. Perlahan ular raksasa itu melata menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, Raden Banyu Samodra sudah berada cukup jauh bersama Paman Ardaga, dan berada di tempat yang cukup aman dan terlindung. Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak menanti ular naga raksasa berwarna hijau itu.
"Ghraaaugkh...?"
"Hup! Yeaaah...!"
Tepat begitu Naga Laut menyerang dengan menyorongkan kepala, Rangga cepat-cepat melenting ke udara. Tapi begitu baru saja melakukan satu putaran, mendadak saja kepala naga raksasa itu sudah terangkat sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Saat itu juga, dari mulutnya yang bergigi runcing menyemburkan api sangat besar.
"Hap! Hiyaaa...!"
Cepat-cepat Rangga memutar tubuhnya ke belakang, lalu membanting ke tanah berpasir putih ini. Dan Pendekar Rajawali Sakti beberapa kali bergulingan menghindari semburan api Naga Laut. Sungguh sempurna ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya. Dengan gerakan kaki yang begitu cepat dan lincah serangan dan semburan api Naga Laut berhasil dihindarinya.
"Ghraaagukh...!" Naga Laut semakin kelihatan marah, karena serangan-serangannya tidak membawa hasil. Bahkan seperti disengaja, Rangga membawa ular naga raksasa itu menjauhi pantai. Juga, menjauhi perumahan penduduk nelayan di Pesisir Pantai Utara. Pendekar Rajawali Sakti terus berjumpalitan dan bergerak mendekati hutan bakau yang letaknya cukup jauh dari perumahan penduduk.
"Hup! Hiyaaa...!"
"Ghraaaugkh...!"
Rangga terus bergerak cepat dan lincah sekali untuk memancing ular naga raksasa semakin menjauhi rumah-rumah penduduk. Sementara, dari jarak yang cukup jauh, Raden Banyu Samodra dan Paman Ardaga terus mengikuti sambil memperhatikan jalannya pertarungan aneh itu. Pertarungan antara manusia melawan ular naga raksasa, tapi terjadi sangat dahsyat.
Sedikit kelengahan saja bisa membuat keadaan Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa tertolong lagi. Semburan-semburan api Naga Laut begitu dahsyat dan menghanguskan. Bahkan batu karang yang sangat keras sekalipun, langsung hancur jadi debu terkena semburan api Naga Laut. Sulit dibayangkan, bagaimana jika semburan api itu mengenai tubuh manusia.
"Rangga, gunakan pedang pusaka mu...!" teriak Raden Banyu Samodra.
"Ghraaaugkh...!"
Teriakan Raden Banyu Samodra rupanya mengejutkan Naga Laut. Maka bagaikan kilat, tubuhnya diputar dan langsung meluruk deras ke arah Raden Banyu Samodra. Begitu cepat gerakan binatang itu, hingga membuatnya jadi terkesiap.
"Hiyaaat...!"
Tapi belum juga serangan kilat Naga Laut sampai pada sasaran, Rangga sudah melesat begitu cepat melebihi kilat. Langsung disambarnya tubuh Paman Ardaga yang berada tidak seberapa jauh dari Raden Banyu Samudra. Pada saat yang bersamaan pula, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan, hingga membuat tubuh Raden Banyu Samodra terpental jauh ke belakang.
"Ghraaagkh...!"
Naga Laut semakin bertambah murka melihat serangannya pada Raden Banyu Samodra kembali gagal. Sementara, Rangga sudah membawa Paman Ardaga ke tempat yang lebih aman, lalu langsung melesat menghampiri Raden Banyu Samodra yang terpental jauh akibat sentakan tangan kanannya tadi. Sebongkah batu karang yang cukup besar menahan tubuh Raden Banyu Samodra. Tapi, batu karang itu langsung hancur seketika, sehingga membuat Raden Banyu Samodra terkapar sambil merintih nyeri.
"Hap!" Begitu menjejak Pendekar Rajawali Sakti langsung menyambar tubuh Raden Banyu Samodra. Kembali Rangga melesat cepat bagai kilat menyelamatkan pemuda itu dari serangan Naga Laut. Begitu cepat gerakannya, sehingga dalam waktu sekejapan mata saja sudah kembali di depan Paman Ardaga. Pendekar Rajawali Sakti menurunkan tubuh Raden Banyu Samodra dari pondongan, dan membaringkannya di tanah berpasir putih, tepat di depan Paman Ardaga.
"Tolong jaga dia, Paman. Kalau bisa jauhkan dari sini," pinta Rangga.
"Apakah dia terluka, Den?" Tanya Paman Ardaga.
"Tidak!" sahut Rangga singkat.
"Den...."
Suara Paman Ardaga jadi terputus, karena Rangga sudah begitu cepat melesat menghampiri Naga Laut kembali yang sudah bergerak hendak mendekati Raden Banyu Samodra. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah kembali didepan Naga Laut.
"Aku lawanmu, Naga Laut!" desis Rangga dingin.
"Ghrrr...!" Dengan kedua bola matanya yang menyala hijau, Naga Laut menatap Pendekar Rajawali Sakti begitu tajam. Seakan-akan ingin dihancurkannya pemuda berbaju rompi putih itu hingga lumat jadi tepung dengan cahaya hijau dari matanya.
Tapi, Rangga malah membalasnya dengan tatapan mata yang tidak kalah tajam. Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sedangkan jaraknya dengan Naga Laut hanya sekitar dua batang tombak saja.
"Ghraaaugkh...!" Sambil menggerung keras, Naga Laut meluruk deras menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
Tapi, rupanya Rangga memang sudah siap sejak tadi. Dan begitu moncong yang terbuka lebar itu hampir melahapnya, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melesat ke belakang. Dan hanya menghentakkan sedikit ujung jemari kakinya, tubuhnya langsung melenting ke udara, hingga melewati bagian atas kepala ular naga raksasa itu.
"Yeaaah...!" Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga melepaskan satu pukulan dahsyat dari jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali, tepat ke arah bagian tengah kepala ular naga raksasa itu. Pukulan tingkatan terakhir dari jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali memang sangat cepat dan dahsyat. Sehingga, Naga Laut tidak sempat lagi bergerak menghindar. Dan....
Diegkh! "Ghraaaugkh...!"
"Hup! Hiyaaa...!"

***

77. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Naga LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang