Chapter 2 | Pembelaan

18 8 2
                                    

🎵Fiersa Besari-Lekas Pulih🎵

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎵Fiersa Besari-Lekas Pulih🎵

"Setiap orang mempunyai hak untuk hidup. Jikalau engkau mengekang hak kehidupan orang lain, akankah kau mau bertanggung jawab atas dosa yang kau lakukan?"

***

Emosiku masih membara saat mengingat peristiwa yang tragis tersebut. Bukankah setiap orang itu mempunyai hak untuk hidup? Bukankah negara kita itu sudah menjadi negara yang merdeka? Lho ini malah masih ada yang namanya penjajahan, ketika kehidupan seorang anak jalanan harus direnggut oleh seorang preman.

Setelah aku keluar dari mobil, Mas Andra masih kesal dengan kelakuanku, ia bahkan memukul stir mobilnya. Aku melakukan ini semua hanyalah karena suatu alasan, yaitu untuk pembelaan terhadap kebenaran. Pembelaan atas nama kebebasan untuk hidup.

Tempat terjadinya peristiwa tersebut ternyata tak jauh berada dengan posisi mobil Mas Andra. Aku hanya harus menyeberang ke perempatan jalan dan kemudian aku telah sampai di sana. Ah ... rasanya aku tak sabar sekali ingin memuaskan hasrat kekesalanku ini.

Lampu jalan yang dari tadi masih saja berwarna merah astaga. Kutengok dari depan jalanan ini sampai ke ujung belakang sana pun masih macet, layaknya mengantri akan diberi sebuah hadiah.

Suara-suara klakson masih saja bergemuruh. Aku hanya butuh untuk menggerakkan kedua kakiku ini untuk melangkah beberapa langkah saja untuk ke tempat mereka berdiam. Namun telingaku tak sengaja menguping pembicaraan mereka, entah apa yang mereka bicarakan, namun sepertinya layak untuk didengar.

"Kamu ini cuma bisa nyetor segini hah?! Dari tadi ke mana aja? Ngapain aja?" tanya preman tersebut yang penuh emosi.

"Maaf, Om, aku tadi kecapekan. Jadinya aku memilih untuk istirahat dulu," pelas anak jalanan tersebut.

"Ada apa ini? Mau mengeksploitasi anak jalanan hah?!" Emosiku sudah naik pitam sampai ke atas ubun-ubun. Akhirnya aku bisa melupakan semua keluh kesahku ini. Oh ya, apakah aku terlalu berlebihan? Aku seperti seorang istri sah yang sedang memergoki suaminya yang sedang bermadu kasih dengan sang pelakor. Macam sinetron di channel ikan terbang, yang bisa kutonton setiap pagi.

Kedua bola mataku kukirim ke arah anak jalanan tersebut berada. Raut bahagia tampak di wajahnya. Kulirik pula preman tersebut, raut wajahnya menampakkan keheranan, layaknya pertama kali melihat sebuah keajaiban alam.

"Kau siapa? Datang-datang malah marah-marah nggak jelas. Lagipula ini permasalahanku dengan anak jalanan ini, dia tidak bisa melakukan apa yang telah aku suruh." Tangan preman tersebut mengibas-ngibaskan kepadaku, sepertinya ia memberi isyarat bahwa aku harus segera pergi dari kediaman mereka dan tak usah ikut campur permasalahan yang ada.

RukminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang