Chapter 3 | Rumah

10 7 1
                                    

🎵Fiersa Besari-Pelukku untuk Pelikmu🎵

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎵Fiersa Besari-Pelukku untuk Pelikmu🎵

"Harta yang sesungguhnya ialah sebuah keluarga. Jikalau kau masih mempunyai sebuah keluarga, maka seharusnya kau bersyukur kepada Tuhan atas apa yang telah Tuhan berikan."

***

Alunan melodi suara jangkrik terus bergemuruh di kala Dewi Kegelapan sudah mulai tertidur. Suara ayam jantan mengalun ria. Udara dingin menyelimutiku. Astaga malas sekali untuk kembali ke dunia nyata. Aku menikmati sekali alur cerita di alam mimpi ini. Lagipula pulau kapuk ini terus mengikatku, seolah-olah tak mau aku untuk beranjak bangun dari kamar tidur ini.

Segera saja kukembalikan jiwa ini ke dalam ragaku yang masih terpenjara dalam ruang lingkup ranjang kehangatan tersebut. Kupaksakan raga ini untuk segera bangun dan secepatnya untuk menyadarkan kembali rohku. Kugerakkan tubuhku untuk pergi ke toilet. Oh ya, pukul berapa sekarang? Apakah aku telah terlambat untuk bangun? Oh astaga ... sudah pukul empat pagi ternyata. Jauh sekali dari kata tenang, aku sudah terlambat sekali. Seketika diriku langsung bersemangat untuk mandi. Tak usah berlama-lama untuk membersihkan diri ini. Setelah mandi, aku segera pergi ke dapur untuk memasak. Aku akan memasak apa kali ini ya? Aku berada di ambang kebingungan. Hmm, sepertinya makanan yang membuat kenyang.

"Ruk, kau sudah bangun ternyata. Kukira kau masih saja rebahan di kamar." Mas Andra mengagetkanku. Ia datang secara tiba-tiba ke dapur, layaknya tamu tak diundang. Lho, Mas Andra ini sudah persiapan ya? Sudah mandi dan sudah berganti pakaian pula. "Lho, Mas, sudah persiapan toh?" tanyaku.

"Sudah dong, Ruk. Oh ya, kau mau masak apa kali ini?" Mas Andra langsung duduk manis di kursi sambil ditemani secangkir kopi pula.

"Sepertinya mau bikin sayur sop, Mas, terus goreng ikan asin, dan tak lupa pula sambalnya," jawabku sedikit ragu. Entah kenapa diriku gugup kali ini. Apakah karena sebentar lagi aku akan pergi bersama?

Tak lama setelah kami berbincang, Alif pun datang ke dapur dengan raut bahagia. Sepertinya ia habis mimpi indah? Atau apakah ia baru bangun dari mimpi indah dan langsung disediakan wewangian makanan yang ada di dapur.

"Eh, Dek Alif, sudah bangun juga toh," ucap Mas Andra setelah meminum sedikit cairan kopi tersebut.

"Eh, iya, Om," jawab Alif.

"Oalah, Lif, kamu semangat gitu. Habis mimpi indah ya?" tanyaku sambil meletakan sayur sop ke atas meja makan.

"Hehe, Kak Rukmini jago nebak aja," kata Alif.

"Dek Alif mau mandi dulu sekarang? Biar kita bisa makan bareng lagi," tanya Mas Andra.

"Iya, Om, mau," jawab Alif.

"Ruk, tolong kau siapkan pakaian untuk Dek Alif ini. Setelah itu kita bicarakan terkait keberangkatan kita," suruh Mas Andra.

Aku pun segera melaksanan tugas dari Mas Andra ini. Tubuhku pegal-pegal karena sudah bertarung dengan peralatan dapur tersebut. Ah, ingin kurebahan saja di kamar. Tulang-tulangku ingin kubaringkan di atas ranjang empuk itu. Tetapi aku mempunyai tugas yang amat penting, tugas kemanusian. Tak lama setelah mengambil dan mengantarkan pakaian untuk Alif, aku segera kembali ke dapur. Ada sesuatu hal yang akan kita bicarakan berdua.

RukminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang