Chapter 15 : Frutasi

17 4 0
                                    

"Guys, hari ini gue harus pulang ke rumah. Tadi ayah gue nelpon" jelas Dyana singkat namun mampu membuat semua sahabatnya tercengang.

Mereka menatap Dyana tak percaya. Setelah Syafa pergi meninggalkan mereka tanpa kabar, apa sekarang mereka harus kehilangan satu sahabatnya lagi?

"Lo tega ninggalin kita?" tanya Rara lirih dengan kepala menunduk namun mereka masih bisa mendengarnya.

Dyana sebenarnya tidak tega melihat kondisi saat ini. Siella, Rara, Andra, Juna, Nathan dan Raihan wajah mereka nampak lelah karena masalah yang ada dan sekarang ia malah menambah masalah untuk sahabatnya, menambah beban pikiran mereka. Sungguh Dyana tak ingin sahabatnya ini terbebani dengan memikirkannya. Dyana benar-benar tak tega melihat sahabatnya yang menampilkan ekspresi seperti ini.

"Maaf"

Hanya satu kata yang bisa Dyana ucapkan dari sekian banyaknya kata.

"Yah jangan pergi dong, Na. nanti siapa yang sering marah-marah sama gue gara-gara gue ngabisin makanan? Ah gak asik lo masa mau pergi" ucap Raihan mencairkan suasana yang sempat hening.

Dyana tersenyum kecil karena Raihan yang mencoba mencairkan suasana yang sangat tidak ia suka ini.

"Gue gak pergi, cuma pulang doang" jawab Dyana menenangkan sahabatnya. Setidaknya bisa membuat mereka tidak memikirkannya.

Rara menoleh, "Nanti di apart bakal sepi banget dong. Apa kita pulang juga aja, Sei?" tanyanya pada Siella.

Siella menoleh kearah Rara, "Pulang? Kemana? Bahkan kalau pun gue ada di rumah gue bakal tetep sendirian, Ra! Lo mau ninggalin gue juga?"

"Siella?!!" Nathan menatap tajam pada gadis dihadapannya ini.

"Apa?! Masih mau nyangkal? Harusnya dari awal lo paham kalau ayah sama bunda cuma peduli sama uang dan bisnis mereka, bukan ke anak-anaknya!"

Nathan menggenggam tangan Siella kuat, "Sei, sadar!! Selama ini ayah sama bunda yang bayarin sekolah lo, ngasih lo uang jajan, bahkan bayarin apartemen ini!! Mereka kerja keras buat lo juga, Sei!!"

Mata Siella berkaca-kaca, manahan tangisnya "Than, kalo gue boleh milih.. gue bakal lebih milih putus sekolah sejak awal daripada harus kehilangan seluruh atensi ayah sama bunda. Mereka bahkan nggak pernah ngertiin apa yang gue mau! Dan sekarang lo juga? Kenapa lo malah kaya gini, Than?! Kenapa?!"

"Kalian semua, keluar dari sini sekarang?!!" Siella menunjuk semua pria di ruangan itu dengan mata tajam sembari menahan tangisnya, namun keempat pria itu hanya terdiam dan menunduk tak menggubris perkataan Siella sama sekali.

"Sei.." Dyana mendekati Siella.

"Apa? Mau pergi kan lo? Silahkan. Lo bebas, Na. Lo juga kan, Ra? Pergi aja. Pergi semuanya dari sini. Pergi tinggalin gue" tidak, kali ini gadis itu tidak membentak. Dia menangis, meluruhkan tubuhnya ke lantai dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

■■■

Dyana benar-benar pergi. Beberapa jam setelah kejadian itu, gadis itu memilih untuk tetap meninggalkan kedua sahabatnya. Meninggalkan Rara, juga meninggalkan Siella yang tengah sangat rapuh.

Ia tidak memiliki pilihan lain. Tak peduli jika nantinya para sahabatnya akan membencinya, Dyana hanya tidak mau para sahabatnya terlibat dalam masalah keluarganya, terutama pada ayahnya. Gadis itu tahu, ayahnya tidak pernah main-main.

Tiga hari berlalu, dan Rara tetap berada di apartemen bersama Siella. Gadis itu sangat menyesal pernah berniat pulang dan meninggalkan Siella.

THE ACE GANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang