#Senja

1.7K 179 58
                                    

“Senja selalu seperti ini. Perlahan datang, lalu tiba-tiba hilang. Tergantikan keremangan malam, menyisakan kehampaan.” -Suryawan W.P.









Aku terbaring di ranjang rumah sakit, dengan infusan yang sejak seminggu terakhir terus saja disisiku. Seolah dialah yang paling setia menemaniku.

Pintu ruanganku terbuka. Ada seorang pria yang sudah tak asing memasuki ruangan ini. Dia membawa satu buket bunga mawar berwarna merah muda.

"Sudah melakukan kemoterapi?" tanyanya.

Aku mengedipkan mataku beberapa kali secara perlahan sebagai jawaban atas pertanyaanya.

"Maaf, aku tak bisa menemanimu hari ini. Pekerjaanku hari ini begitu banyak dan tak bisa ditinggalkan. Untuk kemoterapi selanjutnya, aku pastikan aku akan menemanimu." Dia membelai pucuk kepalaku.

Aku hanya bisa tersenyum. Bibirku kelu, belum bisa berbicara dengan leluasa. Mungkin ini salah satu efek samping dari kemoterapi yang aku jalani selama ini.

"Tenang, tak lama lagi kamu sudah bisa kembali berbicara. Aku akan disini dan siap mendengar ceritamu hari ini. Nanti kita makan bersama juga, ya? Aku bawa bubur, kita akan memakannya bersama." Dia tersenyum.

Bubur?

Aku bahkan tahu sejak lama kamu tak pernah menyukai makanan itu. Tapi kenapa semenjak beberapa bulan terakhir kamu sering kali memakan makanan itu bersamaku? Aku minta maaf ....

"Ck, kamu menangis lagi? Apa yang sedang kamu pikirkan, hmm? Uljima ... aku ada disini untukmu. Jangan memikirkan apapun yang akan membuat kesehatanmu terganggu." Dia mengusap air mata yang lolos membasahi pipiku.

Kenapa ada pria bodoh sepertimu? Kenapa kamu masih bertahan dan bersamaku? Padahal kamu tahu pada akhirnya kita tak akan bersama. Aku ingin memintamu pergi, tapi aku tak bisa mengatakannya. Ada cinta di hatiku untukmu.
Maaf, aku juga mungkin egois.

"Rosie ... ada kabar baik untukmu, besok siang kedua orangtuaku akan datang ke Seoul. Mereka akan menemuimu. Aku rasa pernikahan kita juga bisa dipercepat. Mereka juga setuju dengan semua renacanaku."

Kabar baik?

Aku tak yakin. Mingyu ... apa benar mereka setuju? Mereka mungkin saja merasa iba padaku dan mereka terlalu menyayangimu sehingga meraka mau saja menikahkan kita.

Bulir air mata kembali membasahi kedua pipiku dan Mingyu menyadarinya.

Dia tersenyum seraya mengusap air mataku lagi. "Ini pasti tangis bahagia, bukan? Aku tahu, aku juga jika tak malu ingin rasanya menangis sama sepertimu saat ini."

"Kaㅡkalau begitu meㅡmenangislah," kataku dengan terbata.

Dia menggeleng. "Tidak! Kamu tahu jika aku tak akan pernah menangis, apalagi itu didepanmu."

Ya, kamu memang pria yang kuat. Sekalipun aku dalam kondisi seperti ini. Aku tak pernah mrlihat air matamu. Mungkin kamu kuat atau sok kuat karena tak mau membuatku sedih.

"Aku haㅡhaus," kataku.

Mingyu segera meraih segelas air minum dari nakas dan membantuku untuk bisa duduk. Dia kemudiam memberikan gelas tersebut padaku.

Aku meminumnya sampai habis dan merasa lega akhirnya rasa hausku pun hilang.

"Terimakasih." Aku memberikan kembali gelasnya pada Mingyu dan dia menyimpannya di nakas.

"Mau makan sekarang?" tanyanya dengan sorot mata yang selalu buatku nyaman saat melihatnya.

Aku mengangguk, aku tahu dia juga belum makan sepulang dari kantor. Kami akhirnya makan bersama, walau hanya bubur aku harap itu juga bisa membuat kenyang Mingyu.

***

Sore harinya, setelah selesai diperiksa oleh Perawat. Mingyu kembali duduk disamping ranjangku dan dia menggenggam erat tanganku.

"Kamu menyukai kamar yang ini?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Ya, aku suka. Dari sini aku bisa melihat ketika matahari harus pulang dan berganti oleh datangnya malam."

"Aku mendapat informasi ini dari Perawat Irene. Langsung saja aku pesankan kamar yang ini waktu itu, he he he ...."

Dia jadi banyak kenal Perawat dan Dokter di rumah sakit ini. Itu karena aku lebih banyak menghabiskan waktu disini ketimbang di rumahku sendiri.

"Kenapa? Kamu akhir-akhir ini sering melamun, ada yang kamu pikirkan?" Dia membelai rambutku.

"Aku rindu Eomma."

Entah kenapa, akhir-akhir ini memang aku selalu memikirkam mendiang ibuku. Sudah 3 malam aku juga memimpikannya. Dia seolah mengajakku untuk pergi bersamanya.

"Setelah keluar dari rumah sakit mari kita kunjungi ibumu," kata Mingyu.

Aku tersenyum dan mengangguk.

Kami berbincang seraya menatap senja indah yang bisa kami lihat dari jendela ruang rawat inapku.

Disaat aku bahagia bisa menikmati senja ini bersama pria yang aku cintai, disaat yang sama rasa sakitku kembali aku rasa.

Kali ini rasa sakit ini terasa berbeda, begitu menjalar keseluruh tubuh.

Aku mati-matiam menahannya, aku tak ingin Mingyu tahu keadaanku saat ini. Aku tak ingin dia khawatir.

Semakin lama aku tahan, rasa sakit ini terus saja meningkat. Hingga akhirnya aku tak bisa menahannya lagi.

Pandanganku mulai samar, aku tak bisa mendengar dengan jelas lagi ucapan Mingyu saat ini.

Apa mungkin ini sudah waktunya?

Mingyu, maafkan aku. Ini mungkin senja terakhir yang bisa aku lihat bersammamu. Aku harap setelah ini kamu masih bisa tersenyum dan bahagia jika aku tak bisa bersamamu lagi.

Maaf dan terimakasih ....

Mataku pun terpejam dan aku bisa melihat ibu yang tengah tersenyum dan menungguku.

Selamat tinggal, Mingyu.








Selamat tinggal, Mingyu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A. DK iKon
B. Suga BTS
C. Mino Winner
D. I.M MonstaX

P.A.C.A.RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang