31. Tentang perasaan mereka.

1.2K 198 32
                                    







Keadaan dalam mobil sekarang sungguh hening, Yunseong menyetir dengan pikiran dan isi kepala yang sangat sangat ruwet seperti benang kusut. Matanya tak berhenti menatap gadis di sampingnya, sesekali ia melihat gadis itu menutup matanya ketakutan, dilihat dari keadaannya benar benar kacau.

Hatinya mencelos, sungguh bukan pertemuan seperti ini yang Yunseong harapkan, bukan telpon seperti ini yang ia inginkan dari gadis ini.

Tangannya beberapa kali memijit pelipisnya, Yunseong benar benar merasakan sakit setelah kejadian ini semua.

Diraih tangan gadis di sampingnya, tangannya benar benar dingin. Tidak ada pergerakan sama sekali semenjak gadis itu duduk disana, hanya matanya yang menatap kosong jalan di depannya.

"Maaf" setelah banyak berpikir, bagaimana ia akan menenangkan gadis di sampingnya, hanya kata maaf yang Yunseong lontarkan pada akhirnya. Ia sangat merasa bersalah.

Akhirnya gadis itu menatap Yunseong untuk sesaat, kepalanya menggeleng.

Tangannya menggenggam tangan Yunseong lebih erat, seolah meminta jangan pergi, gadis itu mempererat genggamannya. Yunseong mengelus punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya.

Setelah sampai di rumah sakit terdekat, Yunseong memopong gadis itu. Meminta beberapa suster untuk segera mengobati luka di leher gadis itu.

Selama gadis itu sedang melakukan beberapa jahitan di lehernya, Yunseong tak pernah meninggalkan gadis itu sedetik pun.

Setelah mendapat beberapa jahitan, Vivi akhirnya masuk ke ruangan. Dokter akan mengawasi kesehatan mental Vivi pasca kejadian itu mulai besok. Yunseong membaringkan gadis itu di tempat tidur, Yunseong meninggalkan gadis itu sebentar untuk menelpon salah satu temannya.

"Hallo, han lo dimana?"

"Ah iya, gue masih di kantor polisi. Lo gimana? Vivi udah masuk ruangan?"

"Udah, gue minta lo bilangin Juno buat jemput mamanya Vivi"

"Oh oke oke, abis ini gue sama anak anak nyusul kesana"

"Oke"

Yunseong segera menghampiri gadis itu setelah memutuskan panggilan. Yunseong duduk di kursi samping ranjang.

"Minum dulu ya?" Yunseong memberi gadis itu minum.

Setelah meminum air, gadis itu masih tersadar. Tubuhnya belum ia tidurkan lagi. Yunseong menatap gadis itu.

"Kenapa?"

Gadis itu segera menjatuhkan tubuhnya pada pelukan Yunseong. Gadis itu menangis lagi dalam pelukan Yunseong. Yunseong berusaha untuk menenangkan gadis itu.

"Kak, aku takut banget"

"Jangan takut, ada kakak disini. Kakak gak bakal ninggalin kamu kok"

"Aku takut"

"Maaf" lagi lagi kata itu yang terlontar dari bibir Yunseong.

"Aku takut banget kakak ninggalin aku lagi, aku takut banget kakak lupain aku, aku takut banget kakak bahagia tanpa aku"

"Aku enggak sekuat itu kak, aku sakit banget setiap ketemu kakak, aku beneran sedih"

Yunseong menahan air matanya, jangan sampai gadis itu melihat Yunseong mengeluarkan air matanya. Yunseong benar benar menyesali semua ini.

Pelukannya semakin erat seakan Yunseong tidak ingin kehilangan gadis dipelukannya ini lagi.

"Kamu tahu, kamu adalah satu satunya penyesalan yang paling kakak sesali selama hidup kakak. Kakak gak pernah merasa se-menyesal ini, kakak marah sama diri kakak sendiri. Kenapa kakak gak bisa bilang kalo kakak sayang sama kamu, kenapa cuma kata suka yang kakak bilang ke kamu, padahal kakak tau dibalik suka itu kakak sayang kamu. Kenapa kakak bodoh banget telat menyadari itu semua"

"Kamu boleh marah sama kakak, kamu boleh benci sama kakak, kakak emang bodoh gak menyadari perasaan sendiri. Tapi tolong, kamu jangan ngehindarin kakak lagi ya? Biar kakak mulai lagi semua dari awal"









































































"Ah bentar tante, kayaknya masih ada yang mau Vivi sampein ke bang Yunseong. Kita duduk dulu disini ya" setelah mendengar semua percakapan mereka dari luar rasanya ini sudah saatnya Juno melepaskan gadis kesayangannya itu.

"It's okay Cha, lo masih bisa jadi temen" katanya dalam hati.


















































Setelah mama Vivi masuk ke ruangan, Yunseong dan Juno nunggu di luar ruangan. Mereka sama sama diam, sebelum akhirnya Yohan dan yang lain sampai.

"Sorry telat banget, si brengsek gak mau jujur tadi. Gimana, mamanya udah masuk?"

Yunseong dan Juno mengangguk bersama. Setelah itu Yohan, Hangyul, Sihoon, Hyunbin dan Taeeun ikut duduk bersama di kursi tunggu luar itu.

"Sial banget mereka berani beraninya ganggu manajer kita. Gue belom puas kalo mereka belum ancur" Yohan  memeriksa kepalan tangannya yang masih sempurna untuk menghabisi dua orang itu, sayangnya tadi Hangyul menghentikan mereka tepat saat dua orang itu sudah tidak berdaya.

"Lega banget gue balik dari rumah sakit langsung pemanasan. Ternyata gue masih bisa ngabisin orang"

"Gue kira lo udah lupa gimana cara ngabisin orang gara gara kelamaan di rumah sakit", lagi lagi Hangyul mengejek Taeeun. Taeeun menendang kaki lelaki di sebelahnya itu.

Tiba tiba terdengar suara langkah cepat di koridor mereka, saat mereka menoleh ada Zara disana berlarian dengan panik. Yohan segera menghampiri gadis itu.

"Kamu sama siapa kesini?"

"Vivi udah masuk ruangan kak? Mamanya gimana?"

"Saya tanya tuh jawab, kamu sama siapa kesini jam segini?"

"Naik grab kak"

Sudah Yohan duga, gadis ini benar benar ceroboh.

"Kamu tau gak sih temen kamu hampir aja terluka gara gara naik ojol, terus kamu kesini jam segini sendirian. Kamu gak bisa apa liat dari apa yang udah nimpa temen kamu?"

"Ya abis aku panik kak, Ayah gak bisa anterin aku. Yaudah aku naik ojol aja"

"TAPI KAN KAMU BISA TELPON KAKAK!!!! KAMU KAN PUNYA KAKAK, KAKAK BISA JEMPUT KAMU BUAT KESINI. BISA GAK SIH KAMU BERHENTI BIKIN KAKAK CEMAS DAN NGERASA GAK BERGUNA DI HIDUP KAMU? KAMU INGET KAN KALO KAKAK ITU ADA?"

Mereka terkejut melihat pertengkaran kecil di koridor itu, Hyunbin dan Sihoon segera menghampiri Yohan dan Zara.

"Han udah, biar Zara ketemu Vivi dulu"

"Kamu boleh masuk, omongan Yohan jangan dimasukin hati ya" Hyunbin mengantar gadis itu ke pintu kamar.

Yohan mengacak rambutnya kasar.

"Udah udah, gue tau lo cemas, takut, tapi lo jangan bentak dia juga, apalagi di situasi kayak gini. Gak ada yang salah, dia cuma panik dan gak berpikiran panjang"











































































"Duh gue dah lama gak liat drama orang pacaran. Eh mereka pacaran gak sih"

"Lah bentar, gue tuh baru sadar. Tadi yang bilang Vivi ceweknya itu ada dua orang" lagi lagi Hangyul jadi orang pertama yang menyadari itu.

[1] Maung || Hwang YunseongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang