32. Goodbye!

1.5K 177 24
                                    

"Lo ikut balik bareng gak?" Tanya Taeeun

Yohan menggeleng, ia masih merenungkan sikapnya pada Zara tadi. Saat mereka pamit untuk pulang, hanya tersisa Yohan yang masih bersih keras akan menunggu gadis itu.

Beberapa kali Yohan menatap pintu kamar itu, tetap saja belum terbuka. Yohan berharap dalam cemas agar gadis itu segera pulang, waktu sudah menunjukkan tengah malam.

Yohan mendenger suara mama Vivi dan Zara yang sedang berpamitan. Terlihat gadis itu beberapa kali mengusap air matanya yang terus turun, lengan bajunya sudah basah, matanya yang sudah bengkak, hidungnya yang memerah, semua benar benar kacau malam ini.

Begitu pun dengan mama Vivi sendiri, beliau beberapa kali menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa anak perempuannya malam ini. Junho beberapa kali menenangkan beliau yang hendak menyakiti dirinya sendiri.

Zara memeluk mama Vivi, Yohan segera berdiri. Akhirnya gadis itu keluar juga.

Setelah berpamitan, Zara melirik Yohan sebentar. Sorot matanya menunjukkan bahwa gadis itu kecewa. Dengan cepat gadis itu pergi menghindari Yohan. Yohan segera mengejar gadis itu, menahan tangannya.

"Ra"

Zara untuk beberapa waktu terdiam. Bahunya masih bergetar, nafasnya belum teratur pasca menangis tadi.

"5 menit, please?"

Perlahan tubuh gadis itu berbalik. Yohan membawanya untuk duduk.

"Maafin kakak Ra, kakak bener bener takut. Kakak marah karena kakak khawatir. Maaf kakak ngebentak kamu tadi, kakak tahu kamu pasti marah sama kakak. Tapi suasana tadi itu benar benar kacau, gak ada orang yang berpikir jernih tadi. Kita semua panik, cemas, takut. Kakak tahu kamu juga pasti panik, mencari cara termudah untuk segera sampai kesini. Kakak tahu, kita semua tahu. Maafin kakak, kakak menyesal"

Gadis itu terdiam.

Belum dilirik lelaki disampingnya dari tadi.

"Aku bener bener pendek akal tadi itu kak. Aku beneran panik, marah kenapa Ayah gak mau nganterin aku. Aku gak mau ngehubungin kakak karena aku kira kakak masih sibuk di kantor polisi. Aku denger kabar dari kak Yunseong kalo kakak yang ngurusin mereka di kantor polisi. Kakak pasti capek, aku gak mau ngerepotin kakak"

"Kenapa kamu gak tanya langsung ke kakak, bukan ke orang ketiga. Kakak pasti bakal jemput kamu kok. Secapek apapun, kakak pasti jemput kamu. Karena itu kamu yang minta. Kalo itu cewek lain, kakak gak bakal mau. Ngerepotin? Engga sama sekali. Justru kakak itu suka kalo kamu bergantung sama kakak. Rasanya itu kakak kayak jadi tempat pertama setiap kali kamu butuh apapun"

Zara menangkup kedua pipi lelaki di sampingnya itu yang sekarang berhadapan dengannya.

"Nganggep kakak gak berguna di hidup aku. Itu kalimat yang paling bikin aku marah. Jangan pernah ngerasa kayak gitu, kehadiran kakak di hidup aku itu kayak aku abis menang lotre. Berharga dan bahagia dalam waktu yang sama. Tapi, sampai sekarang aku masih ngerasa kecil berhadapan sama kakak. Bukan karena tinggi badan aku, tapi aku takut setiap aku ketemu sama kakak. Aku ngerasa gak pantes buat deket sama kakak. Aku ini bukan cewek spesial yang banyak prestasi, aku gak layak dapetin manusia sempurna kayak kakak. Dengan finansial, akademik, prestasi yang bagus kayak kakak"

Yohan menggenggam tangan gadis itu yang menangkup pipinya. Dilihat ada sedikit kesedihan di wajah gadis itu saat mengatakan kalimat terakhir.

"Kakak suka sama kamu itu bukan karena finansial, akademik atau prestasi kamu, kakak suka kamu itu karena itu kamu. Kamu cukup jadi diri kamu, itu udah bikin kakak suka sama kamu. Kamu gak perlu denger pendapat orang lain tentang kita, karena ini urusan kita. Ini antara hati dan hati, cukup dua insan gak perlu insan lainnya. Maafin kakak ya, kakak menyesali perbuatan kakak tadi"

[1] Maung || Hwang YunseongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang