Bagian Empat - Mengenal

118 9 0
                                    

Rasa itu datang bersama takdir yang telah tertulis.

***

Najwa terus menelaah kartu nama yang sejak tadi digenggamnya. Tertulis nama dr. Arsenio Akbar, di sana pun tertulis bahwa beliau salah satu dokter bedah di rumah sakit tersebut.

Setelah memahami isi dari kartu nama itu, terbesit rasa penasaran untuk segera dipecahkan, bagaimana sebenarnya sosok Akbar ini.

Pikiran Najwa mengarah pada Dini. Mungkin saja, Dini bisa memecahkan rasa penasarannya mengenai bagaimana Akbar di mata beliau selaku orangtua.

"Bun." Najwa yang segera berlalu mendekati Dini yang terlihat santai dengan beberapa majalah yang sedang dibacanya.

"Iya, Nak?"

"Boleh Najwa minta pendapat? Lebih tepatnya saran, sih."

"Tentu boleh, kenapa?" Dini langsung memfokuskan tatapan pada putrinya.

"Menurut Bunda, Mas Akbar itu, gimana?"

Dini terdiam dengan pertanyaan yang disampaikan putrinya. Ia berusaha mencerna dan mengingat bagaimana sosok Akbar.

Di samping itu, Najwa masih setiap menunggu jawaban dari Dini. Ia berusaha siap dengan komentar apa pun.

"Bagi Bunda, Akbar sosok pemberani dan bertanggung jawab, ia pun terlihat baik, hanya saja Bunda kurang suka dengan sikap grasah-grusuhnya. Mungkin itu nilai min dari Bunda, tapi terlepas dari itu Bunda suka. Anaknya sopan dan cocok untuk anak kesayangan Bunda ini," jawab Dini.

"Jadi Bunda setuju jika Najwa menerima lamarannya?" Dini hanya mengangguk pelan lalu memeluknya, berharap sebuah kebahagiaan datang menjemputnya.

"Tapi, Najwa masih penasaran, apa boleh Najwa bertanya hal ini pada Ibunya Akbar?"

"Boleh, Nak. Carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang Akbar, Bunda mendukung." Setelah mendengar ucapan Dini, Najwa kembali bersemangat untuk mencari informasi tentang Akbar.

Seperti yang telah direncanakan, hari ini Najwa silaturahmi ke rumah Akbar dengan hati yang tidak bisa dijelaskan. Semoga hari ini ia bisa mendapatkan banyak informasi mengenai Akbar.

***

Rumah yang didesain modern terlihat megah. Najwa sudah berpikiran yang lain-lain sebelum ia melangkahkan kaki ke depan gerbang.

Antara melanjutkan langkah atau pulang lagi tanpa informasi apa-apa.

"Mau ke siapa, Mbak?" pertanyaan yang membuat Najwa terkejut, ternyata ada satpam yang sejak tadi memperhatikan dirinya.

"Benar ini rumah Dokter Akbar?"

"Iya, ada perlu apa? Sudah ada janji?"

"Saya Najwa, saya mau bertemu kedua orang tua dari Dokter Akbar. Jika bapak tidak percaya kepada saya, silahkan bapak tanya pada orang tua Dokter Akbar, saya boleh masuk, apa jangan." Mendengar jawaban tersebut, Bapak satpam seperti kebingungan.

Terlihat ia mengabari pihak rumah dengan telepon yang disediakan di tempatnya duduk.

Percakapannya tidak terdengar jelas, tetapi cukup lama mereka berbincang. Hingga akhirnya satpam tersebut mempersilahkan Najwa masuk dengan senyuman.

"Langsung ditunggu di rumah oleh Ibu," ucapnya, dengan membuka pintu gerbang.

"Terima kasih," jawab Najwa yang berjalan ke arah rumah.

Najwa cukup disambut baik oleh Ibu dari Akbar, beliau masih begitu ramah sepeti pertemuan kali pertama pada malam itu.

Mereka duduk dengan begitu santai, tapi tidak bisa dipungkiri Najwa sedikit gemetar berdekatan seperti ini. Rasanya ingin segera pulang, padahal belum ada percakapan apa pun antara mereka berdua.

"Maaf Tante, saya ke sini mendadak," ucap Najwa mengawali pembicaraan.

"Tidak apa-apa, Nak. Jangan panggil Tante, lah, panggil Mamah saja." Setelah jawaban itu terdengar. Mereka berdua kembali terdiam dengan pikiran masing-masing.

"Tan, eh Mah, Najwa boleh gak minta informasi tentang mas Akbar, apa pun itu," ucap Najwa yang memberanikan diri meminta.

"Boleh, bentar Mamah ambil album foto Akbar."

Kini Najwa sedikit lega, paling tidak ia bisa tahu sedikitnya bagaimana Akbar di mata keluarga, bagaimana Akbar dimasa kecilnya. Semoga hal tersebut tidak membuat Najwa mundur atas jawabannya.

Tidak lama lagi, sosok perempuan itu datang kembali dengan membawa album foto Akbar. Ia langsung duduk di samping Najwa sambil memamerkan beberapa foto tentang Akbar. Dimulai dari Akbar yang masih kecil, dengan begitu detail beliau menceritakan tingkah Akbar yang menggemaskan.

Tidak hanya itu, beliau pun menceritakan prestasi-prestasi Akbar saat duduk dibangku pendidikan, nilainya nyaris sempurna di semua pelajaran. Tampaknya kisah Akbar membuat Najwa semakin yakin bahwa Akbar memang yang terbaik.

"Mah, kalau boleh tahu kenapa Mas Akbar memilih Najwa?" pertanyaan itu tiba-tiba muncul.

Sophia yang tidak lain Ibu dari Akbar hanya tersenyum. Ia kembali menutup album yang sejak tadi dipegangnya, lalu kembali menatap ke arah Najwa sepeti memberi jawaban.

"Akbar pernah bercerita, Akbar mengagumi sosok wanita yang sangat cantik, baik hati dan patuh kepada orangtuanya. Sejak Akbar melihatmu, satu tahun ke belakang di rumah sakit. Akbar mulai menaruh hati untuk kamu, Najwa. Nah, sejak itu pun Akbar berusaha mencari informasi tentang kamu pada semua orang, termasuk pada guru-guru yang berada di sekolah kamu itu, dan ketika Akbar sudah yakin, barulah Akbar meminta permintaan itu pada kamu dan orang tuamu," jelas Sophia.

Mendengar hal itu Najwa semakin kagum, ternyata masih ada orang yang bertindak detail seperti Akbar.

"Sekarang kamu sudah tahu banyak, lalu bagaimana jawabanmu?" tanya Shopia. Tangannya menggenggam erat Najwa, seperti memberikan energi untuk tetap yakin.

"Insya Allah Najwa yakin dan menerima. Untuk pembicaraan selanjutnya, nanti bisa didiskusikan bersama Ayah dan Bunda," jawab Najwa membalas genggaman itu.

"Alhamdulillah, terima kasih, Nak."

***

Keluarga Akbar kembali berkunjung ke rumah Najwa, dengan niat akan menentukan tanggal pernikahan setelahnya mendengar jawaban dari Najwa.

Sekarang Ayah dan Bunda pun sudah mengetahui niat baik dari mereka. Najwa berusaha menenangkan hatinya, dan mencerna seluruh perkataan yang disampaikan pihak dari Akbar.

"Karena Minggu ini, saya harus kembali ke Jerman, apa tidak keberatan jika pernikahan kami dilaksanakan sepulangnya saya dari Jerman?" Akbar yang memastikan kesediaan Najwa.

"Najwa setuju."

Setelahnya kedua pihak setuju, mereka langsung membahas pada tanggal pernikahan yang tepatnya tiga hari setelahnya Akbar kembali dari Jerman.

Najwa tidak menyangka dirinya akan segera dipersunting oleh seseorang yang baru saja ia kenali. Laki-laki yang membuatnya bisa tersenyum lepas ketika mendengar cerita-ceritanya.

"Bun, doakan Najwa, yah," bisik Najwa, dibalas dengan usapan lembut.
Rencana malam ini telah tersusun dengan baik, keduanya telah sama-sama setuju dengan permintaan Akbar dan jawaban Najwa.

Akbar merasa lega, rasanya terbalas baik oleh wanita yang teramat dicintainya.

*******

Dear, pembaca
Jangan lupa kritik dan sarannya.

Teti Nurhayati

Liku Najwa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang