Najwa terbangun dari tidur. Ia benar-benar lelah dengan seluruh aktivitas hari ini. Ternyata sudah sore, batin Najwa.
Dengan segera Najwa beranjak ke kamarnya. Pandangan itu sempat tertuju ke arah luar, mobil Azka sudah terparkir tetapi Azka tidak membangunkannya.
Tanpa memikirkan apa pun, Najwa langsung melanjutkan kegiatan sore yang tidak lain menyiapkan beberapa makan. Namun meja makan sudah terisi penuh, dan Azka yang menyiapkan makanan tersebut dengan surat yang tergeletak.
Saya sudah pesan makanan dari luar. Kamu tidak perlu masak! Dan saya sudah makan.
Surat itu menorehkan seulas senyum. Nyatanya Azka peduli, lihat saja ia membelikan makanan untuk Najwa. Ya, meskipun sikap dinginnya masih terasa, tetapi Najwa yakin lambat laun suaminya akan kembali seperti biasa. Ia akan kembali mencintai Najwa.
Seperti ini rasanya diperhatikan, suapan demi suapan terasa nikmat. Tidak hentinya Najwa mengucapkan rasa syukur atas perhatian yang teramat kecil ini.
Tiba-tiba Azka keluar dari kamarnya, tampilannya begitu rapi dan wangi. Tidak ada kata apa pun yang terlontar.
“Mas mau ke mana?” Najwa beranjak dari tempat duduknya.
“Banyak urusan!”
“Tapi ini sudah sore, apa gak bisa ditunda besok?” Najwa yang melemah.
“Bukan urusan kamu!” Azka melanjutkan langkahnya. Najwa kembali teriris dengan ucapannya, jelas ini urusan Najwa. Karena bagaimanapun Najwa istri sahnya.
Baru saja Najwa merasakan kehangatan itu, sekarang ia harus merasakan bagaimana ditusuk-tusuk lagi.
***
Hari ini pertemuan Azka dengan kekasihnya. Kekasihnya yang kemarin baru kembali dari Jerman juga. Rahma, namanya.
Rahma dikabari oleh Shopia tentang Azka yang menikah dengan Najwa untuk menggantikan Akbar.
Jelas Rahma terkejut dan memutuskan untuk pulang ke tanah air dengan meminta kejelasan yang sejujurnya. Dan hari ini mereka berdua saling diam dengan opini masing-masing. Azka yang tidak berani memulai dan Rahma pun sedemikian.
“Apa kabar?” Azka yang mengalah.
“Baik.”
Ya, tidak ada kelanjutan apa pun. Rahma tidak bisa menatap kekasihnya yang sudah berstatus menjadi suami wanita lain. Ah, rasanya ia seperti wanita jalang yang merebut suami orang.
Isak tangis itu terlihat nyata, iya Rahma menangisi takdir-Nya. Dengan cepat Azka menggenggam tangan lembut itu, tetapi dihempas kasar.
“Aku ingin kita akhiri hubungan ini, aku gak bisa menjadi kekasihmu lagi,” jelas Rahma yang masih dengan tangisannya.
“Maksud kamu? Enggak, aku gak mau hubungan kita berakhir, Ma.”
“Ka! Inget kamu udah punya istri yang harus kamu jaga!”
“Dia bukan istriku, dia istri Akbar!”
“Tapi kamu yang melafalkan janji itu. Itu sudah jelas, kamulah suaminya, Azka!”
“Itu bukan pernikahan yang sah dalam agama. Karena pernikahan itu harus dengan keaslian bukan kepalsuan! Dan itu artinya aku bukan suami wanita itu. Rahma, aku yakin kita bisa menikah dan aku akan bujuk Mamah untuk itu.”
“Percuma! Mamah kamu yang minta aku pulang dan putus denganmu, Azka. Aku gak bisa jadi wanita simpanan, aku gak mau.”
“Persetan! Siapa yang bilang kamu wanita simpanan, hah? Kamu itu kekasih aku, kamu wanita yang aku cintai, bukan dia. Ayolah kamu sabar sedikit, aku akan perjuangkan kisah kita. Aku mohon, Rahma.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Liku Najwa (COMPLETE)
Espiritual[SELESAI] Ketika bermain takdir, tidak banyak dari mereka yang merasa tertipu oleh takdir-Nya. Namun, takdir yang kuat mampu mengubah rasa yang kuat pula. Najwa yang berusaha memasuki kehidupan lain bersama laki-laki asing, tidak begitu menikmatinya...