Bagian delapan - Rencana

94 6 0
                                    

Azka, Shopia dan Jaka telah sama-sama berkumpul di ruang rumah. Azka masih bingung dengan permintaan Jaka, apa yang akan ia bicarakan? Terlepas dari permintaan pindah tugas menggantikan Akbar.

Jaka terlihat gundah dengan posisinya, ia seperti terlihat sedang mencari kata untuk dilontarkan pada keluarganya.

"Ada yang ingin Papah bicarakan." Jaka yang memulai pembicaraan, sementara Azka masih siap mendengarkan lanjutan dari Jaka. Entah kenapa Azka merasa asing diantara dua orang tersebut.

Jaka menyodorkan sebuah foto seorang gadis yang tidak lain ialah Najwa. Azka terlihat kebingungan dengan foto tersebut, foto yang terlihat asing baginya.

"Dia adalah Najwa, calon istri Akbar. Jadi mereka berdua akan menikah kurang lebih lima hari lagi," jelas Jaka. Sementara Azka masih tetap kebingungan meskipun ucapan tersebut telah dilontarkannya.

Azka masih diam.

"Azka. Azka sayang kan sama Mamah?" tanya Shopia dengan pertanyaan retoriknya.

"Mah! Setiap anak pasti menyayangi Ibunya. Kenapa tiba-tiba kalian bersikap seperti menganggap aku tidak peduli?"

"Tidak begitu, Nak." Shopia kembali menunduk dengan Isak tangisnya.

"Ada apa?" Azka kembali bertanya.
Jaka sebenarnya tidak sanggup untuk berterus terang, tapi jika terus diundur, akan lebih rumit lagi, mengingat tanggal pernikahan telah di depan mata.

"Pah! Mah! Ada apa?"

Shopia langsung memegang erat tangan Azka. Tangisnya kembali memecah, seakan mengeluarkan seluruh kesedihan yang dipendamnya.

"Azka, Mamah mohon. Ini demi Mamah, kamu nikahi Najwa, berpura-pura sebagai Akbar, Mamah mohon, Azka."

Seketika Azka langsung melepaskan genggaman tangan Shopia. Ia tak habis pikir dengan permintaan seperti itu. Apa yang ada dalam pikirannya? Apa harus ia berubah menjadi Akbar yang jelas bertolak belakang dengan dirinya?

Azka langsung berdiri dan langkahnya dihentikan oleh Shopia, ia terus memohon dengan tangisan yang membuat Azka begitu perih melihatnya.

"Mah, bangun!" Shopia terus menggeleng dengan tangisannya.

"Oke! Azka akan menikahi wanita itu!" Akhirnya Azka mengalah, ia tidak bisa melihat Shopia terus memohon hingga memegang kakinya. Ia tidak bisa melihat Shopia terus seperti ini.

"Dengan satu syarat, Azka tidak mau menafkahi batinnya!"

Jaka hanya terdiam saat anaknya mengemukakan syarat yang diajukan. Bagaimana bisa menikah tanpa nafkah? Sama saja hal itu menyiksa batin istrinya. Juga Jaka tidak habis pikir dengan Shopia, ia mempermainkan sebuah pernikahan demi egonya.

"Asal kamu jangan berterus terang tentang status kamu. Mamah mohon, rahasiakan semuanya."

"Baiklah." Azka menyetujui seluruh persyaratan dari Shopia.

***

Sudah beberapa hari Akbar tidak ada kabar, dan beberapa kali pun Najwa meminta kabar, padahal hari ini kepulangannya ke Indonesia.

"Kenapa?" Dini yang sejak tadi memperhatikan tingkah Najwa. Sebenarnya Dini sangat merasa bersalah dengan menyembunyikan perihal Akbar. Namun, apa boleh buat, ini sudah kesepakatan.

"Mas Akbar susah dikabari, Bun." Najwa yang sejak tadi tidak memperhatikan makanan di depannya. Ucapan tersebut membuat Dini semakin merasa bersalah. Ia telah memberikan harapan palsu pada buah hatinya.

Dini langsung mendekatkan dirinya dan memeluk erat Najwa, ia ingin mentransferkan energi positif untuk Najwa.

Najwa cukup kebingungan. Kenapa Dini memeluknya, dengan sesekali terdengar juga Isak tangis Dini, tepat di pendengarannya.

"Bun, Bunda baik-baik saja?" Najwa semakin khawatir, tetapi Dini menjawab dengan gelengan singkat, ia terus memeluk gadisnya itu. Sementara Najwa hanya diam berusaha menjadi teman baik bagi Bundanya.

"Kamu jaga diri baik-baik, libatkan Allah. Bunda sayang kamu, Nak." Ucapan itu seperti membuat Najwa bertanya-tanya. Tidak biasanya Dini bersikap begini.

"Bunda? Bunda kenapa?" Najwa memberikan untuk menatap Dini, tangannya menghapus setiap air mata yang keluar.

"Bunda hanya gak menyangka saja kamu akan menikah," jawab Dini dengan sesekali senyumannya kembali terpancar.

"Bun, Najwa sayang Bunda." Kini Najwa yang kembali memeluk erat, ia pun menumpahkan seluruh perasaannya. Berbicara lewat rasa dan tangisan.
Biarlah semua tangisan kini bertumpah, dan yakinlah suatu hari tangisan itu akan diganti dengan kebahagiaan yang tidak disangka-sangka.

Sudah cukup siang juga. Najwa langsung berpamitan untuk berangkat ke sekolah. Mengingat hari ini seperti biasa ia mengajar di jam pelajaran pertama.

Banyak orang yang memandang, menjadi guru itu tidak menyenangkan. Namun, tidak untuk Najwa, menjadi guru itu anugerah terbaik bagi kehidupannya.

***

Shopia telah menyusun rencana untuk mempertemukan Azka dan Najwa. Rencananya siang ini Shopia akan menjemput Najwa ditemani oleh Azka juga. Shopia juga tidak tahu apa yang akan terjadi dikeduanya, apa Najwa bisa mengenali menebak atau tidak.

Sepanjang jalan Azka memang tidak banyak bicara, wajahnya masih begitu datar dengan tatapan fokus ke jalanan. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana, karena ia pun tidak tahu Akbar berperilaku bagaimana pada pasangannya.

"Kita tunggu di sini, Mamah kabari Najwa dulu." Shopia yang langsung mencari nomor Najwa di benda pipihnya itu dan segera mengabari Najwa.

Beberapa percakapan terdengar jelas di pendengaran Azka, satu percakapan menunjukkan sosok Najwa akan segera datang.

Benar saja, wanita itu datang dengan kendaraan beroda dua. Ia langsung menghampiri Shopia dan memamerkan guratan senyuman. Sesekali pandangan wanita itu mengarah pada Azka dengan tatapan yang penuh harapan.

Ternyata ini wanita itu, batin Azka.

Sayang, Azka tidak merespons apa pun, bahkan Azka merasa tidak nyaman dengan keberadaannya. Entah bagaimana nanti, apa yang akan terjadi setelah akad itu diucapkan.

"Kamu benaran mau naik motor?" tanya Shopia. Ah, ya hari ini Shopia mengajak Azka dan Najwa makan siang di luar. Shopia pun berharap tiga hari ini mereka bisa nyaman, terutama Azka bisa bersikap lebih lugas lagi.

"Iya, Mah. Mas Akbar kapan pulang?" pertanyaan itu membuat Azka tersedak. Azka baru menyadari dimulai hari ini ia akan berganti status menjadi Akbar, dan tentang apa pun itu.

Azka tidak langsung menjawab, ia terdiam cukup lama untuk menetralkan pikirannya.

"Semalam Akbar sampai, eh dia pengen ketemu kamu," jawab Shopia.

Najwa cukup dibuat bahagia dengan jawaban Shopia, rasa rindunya pun sudah cukup membaik.

Tanpa perbincangan apa pun lagi, kini mereka berangkat ke tempat yang telah ditentukan. Najwa mengikuti dari belakang.

Sesampainya di tempat yang telah direncanakan, tidak ada obrolan apa pun dari Azka, ia hanya sibuk dengan ponselnya, menelusuri dunia maya. Najwa sedikit terkejut dengan perubahan calon suaminya itu.

Bahkan tidak ada pertanyaan kabar tentang bagaimana Najwa selama dua Minggu ini. Saat Najwa mencoba memandang Azka, ia pun langsung bertingkah risih, entah mungkin Najwa yang terlalu berlebihan dalam mengutarakan rasa rindu.

Pemikiran negatif tersebut langsung ditepis Najwa, tidak baik juga berprasangka buruk. Mungkin saja Akbar kelelahan atas perjalanannya, sesuai yang dikabari Shopia, bahwa Akbar baru saja sampai Indonesia.

*****

Liku Najwa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang