RINDU

19 1 0
                                    

Dirgantara memoriku bergantung harap akan kerinduan
Disforia kini menjadi pengantar sang tuan
Lentikan jari yang kerap kau pakai tuk menulis sajak, seolah menjadi pengingat kepastian
Ejaan kesan adalah nostalgia kondisi ilusi yang tak berkesudahan

Sudahlah, cukup! Kapasitas otakku terlanjur penuh karena memori ribang
Berbalut sebuah ikatan semakin sirna dan tumbang
Anggap saja kita tak pernah bertukar canda, dan aku tak perlu tenggelam dalam senandung
Agar aku bisa menikmati ribang, dan kau tak perlu risi untukku jadikan formalitas
Kala itu, kau meminta fakta merelakan disebabkan mementingkan solidaritas dibanding prioritas

Kau tak perlu pura-pura sekarat karena bingung merespon ribangku
Tak perlu berjalan pongah karena masa yang semakin semu
Tak perlu pula menjerit karena kau sakit mengungkit
Aku mampu bangkit asalkan kau menyingkir agar tak terjangkit

Terima kasih. Teruntuk kau, dari seseorang yang merasa tersisih
Atas segala nasehat tanpa isyarat pemberi solusi dikala menyayat
Egosentris, tragis, dan manis. Adalah rasa yang kurakit agar kujadikan gelar kata rindu
Mungkin, Sedikit rumit macam matematika.
Karena harus berlandaskan cita-cita masa depan bukan cinta semata
Kesal memang ada. Tapi sesal harus tertanam dalam hati terdalam

Kenapa aku tidak dicintai saja seperti malam?
Hembusan angin yang menyapa kasar kearah wajah, katamu adalah elusan halus kasih sayang
dari sang pencipta
Dan kau tak tega meninggalkan malam selain waktu fajar
Sungguh manis, juga romantis.
Lantas, aku harus bilang kagum atau suram?
Sementara penyakitmu disana seakan menyapa akrab kearahku.

Mari mundur bersama agar bisa maju melangkah ke satu arah
Sekali saja, buat rinduku utuh bertepuk sepasang tangan tanpa ego yang ampuh
Biarlah diri ini menjadi betah dari fana, dan dirimu semakin tersiksa mengalah
Dan aku akan berpose gagah dengan lagak jumawa karena korban khianat dari sang pujangga

Rindu?
Hanyalah kata gengsi tingkat dewi bagi seorang hamba yang terlalu lama sakit dan disakiti
Keraguan yang bisa dibayar dengan harga mati
Bukan karena eksistensi merapal alasan evaluasi

Yang manis itu senyummu,
Terkandung gula manis terasa mengakibatkan diabetes
Yang dingin itu hatimu
Membuat siapapun terjebak kepada wacana hingga terbelenggu

Lantas, apa yang aku rindukan dari dirimu?
Membiarkan boros rasa adalah rentetan sirna yang semakin binasa
Rasa akan semakin getir karena tumbang terasa
Apa rindu akan sirna dan kelabu kala sudah bersua?
Apa rindu bisa menjerit kala saling bersapa?
Apa kata selamat tinggal perlahan akan jadi peremuk dada?
Bisa buat halusinasiku menjadi realita?
Semua tanya akan terjawab jelas oleh spekulasi nalar yang nanar

Temu bukan alasan pengobat rindu
Untaian kata bukan santun penghalang sendu
Asing bukan alibi tuk kembali ke masa lalu
Nihil pun bukan hasil dari dominan rasa yang telah lama terbelenggu
Mari merindu seperti pasir yang selalu mendesir tanpa penting rasa debar
Kau bukanlah rentetan dari cerita matiku, melainkan memori kasat yang telah permanen terikat.
***

Holla pembaca setia! Maaf banget baru bisa post.
Karena rindu itu bersifat lama, jadi di judul ini dibuat cukup panjang perihal rindu.
Selamat membaca pecandu rindu:)

PUISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang