Hai, maaf jika kau membaca ini.
Teruntuk engkau,
Yang hadirnya tak pernah kuharapkan.
Terlahir dari hubungan busuk yang benar-benar kukutuk.
Awan menetap di langit, engkau menetap di sana.
Baik-baik saja, tak kurang satu pun apa.
Mengukir senyum merekah, tanpa rasa bersalah.
Melahap segala afeksi, yang ingin kumiliki.
Hai, dalam diam aku membencimu.
Apakah kau pernah sadar hal itu?
Semua perlakuanku, setiap perkataanku padamu.
Aku. Sangat. Membencimu!
Kakak ...?
HENTIKAN!
Jangan pernah memanggilku demikian.
Jangan pernah lakukan lagi.
Jangan membuatku seakan-akan tokoh jahatnya.
Karena hakikatnya, kaulah antagonisnya.
Tidak-tidak, jangan lakukan itu.
Jangan melakukan apa pun yang mirip dengan ibuku.
Oh, tidak, apa dia ibumu?
Kau yang bersamanya lebih lama.
Tapi, apakah aku boleh memanggilnya ibu juga?
Ya, begitu!
Akhirnya kau celaka.
Bagus! Aku harus merayakannya.
Aku bahagia.
Seharusnya aku bahagia, kan?
Tapi mengapa yang kurasakan sebaliknya.
Kau tahu betapa menyebalkannya itu?
Kau tahu betapa menyedihkannya aku?
Jika saja, kau sempat tahu semuanya.
Jika saja, kau dapat membaca ini misalnya.
Untuk hari-hari bersamamu yang tak sempat kumulai.
Meski takdir menghendakinya usai.
Saudaraku ....
Andai saja, jika kau membaca ini.
Andai saja, kau tidak terburu-buru pergi.
Andaikan kau di posisiku,
Akankah segalanya akan berbeda ?
Maaf.
Maafkan aku.
Maafkan kesadaranku yang datang terlambat.
Engkau memang pantas menghukumku dengan rasa penyesalan ini.
Seumur hidupku tidak akan pernah cukup menebusnya.
Tapi tenanglah saudaraku.
Di hari aku menyusulmu,
Kita akan bertemu lagi.
Kupastikan benar-benar datang secepatnya kali ini.
Hanya, tunggulah sebentar lagi.
Nanti, kau bebas melukis kepalan tanganmu di wajahku.
Sama seperti dahulu
Yang pernah ku lakukan terhadapmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Februari LFFL #1
PoesiaEVENT PUISI KAMPANYE LFFL #1 "Jantungku menyerpih saat kausergap aku dengan rasa." Event Puisi LFFL: Sajak Februari Diikuti oleh anggota grup kepenulisan LFFL. ©2020