LIMA

76 9 2
                                    

“..... Jadi Oppa sungguh tidak bisa datang?..... Oh, benarkah?..... Ah tidak, aku hanya sedang masak banyak makanan, jadi ku pikir akan menyenangkan kalau Oppa bisa datang dan makan malam bersama..... Begitu?..... Baiklah tidak apa-apa, mungkin lain kali..... Hm? Tidak kok. Aku tidak marah..... Iya, aku mengerti. Oppa juga jangan terlalu capek..... Baiklah, jaga kesehatan Oppa..... Sampai jumpa.”

Yoo Ra mendengus pasrah. Ia memandang layar ponselnya dengan wajah merana. Sudah beberapa hari ini tunangannya sulit sekali diajak bertemu. Kalau hanya sekedar menelepon sih bisa tiga sampai lima kali sehari. Masih sama seperti biasanya. Tapi hanya mendengar suaranya saja sepertinya tak cukup membuat Yoo Ra puas.

Padahal pria yang ia cintai itu juga sering menyempatkan diri melakukan panggilan video di sela waktu luangnya, tapi entahlah, bahkan wajah tampannya yang terpampang jelas di layar ponsel tidak cukup ampuh mengusir rasa rindu yang kepalang menggunung di hati Yoo Ra.

Obat rindunya hanya satu. Bertemu.

Tapi sepertinya pria yang setahun lalu menyematkan cincin pertunangan di jarinya itu tak memiliki perasaan rindu sebesar yang Yoo Ra rasakan sekarang. Pria itu terlalu sibuk dengan dunianya.

Yoo Ra tau akan jadi begini. Sejak sepuluh tahun yang lalu saat pria itu memutuskan mengejar mimpinya menjadi seorang dokter, Yoo Ra yakin situasi seperti sekarang lambat laun akan ia rasakan. Tapi meskipun sudah mempersiapkan hati sebaik mungkin, perasaan sedih karena di nomor dua-kan tetap membuatnya sesak.

“Ini adalah mimpiku, Yoo Ra. Lagipula aku juga ingin menjadi lelaki mapan saat nanti melamarmu menjadi istriku. Aku ingin membuatmu dan Jungkook hidup bahagia nantinya. Keluarga kecil yang bahagia. Percayalah, aku sedang menata masa depan kita sekarang. Ku mohon bersabarlah, aku akan selalu mencintaimu.”

Jika ingat kalimat itu, Yoo Ra tak akan bisa lagi menawar. Bahkan kata ‘berkencan’ harus rela ia buang jauh dari otaknya setiap kali harus bertarung dengan kata ‘sibuk’, ‘banyak pasien’ atau ‘operasi’. Karena sudah pasti Yoo Ra akan kalah.

Buktinya sekarang. Yoo Ra sudah memasak berbagai macam makanan untuk menarik minat tunangannya. Setidaknya ia berharap lelaki itu akan kasihan melihat perjuangannya dan merasa sungkan untuk menolak.

Tapi?

Rencana sempurna Yoo Ra itu lagi-lagi harus dilumpuhkan oleh ‘operasi cito’.

Yoo Ra mendengus. Melempar pandangannya ke meja makan yang sudah penuh dengan makanan. Mau diapakan makanan sebanyak itu? Dia dan Jungkook belum tentu bisa menghabiskan semuanya.

Dan bicara soal Jungkook, Yoo Ra seketika melihat jam dinding di ruang makan. Hampir jam tujuh malam tapi si tengil itu belum juga pulang. Masa iya, pemagang yang baru pertama masuk kerja mendapat perintah lembur?! Tidak masuk akal.

Baru saja Yoo Ra berniat menelepon Jungkook, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi. Ia segera berlari untuk membukakan pintu. Yoo Ra yakin itu adiknya. Dan jika benar, ia berniat menyeret bocah itu langsung ke meja makan. Pokoknya makanan yang ia masak harus habis. Jika tidak, ia sudah sesumbar dalam hati untuk mogok memasak selama seminggu!

Persetan. Dia sudah terlanjur kesal.

Begitu pintu terbuka, Jungkook langsung menghambur pada Yoo Ra. Memeluk kakaknya itu dengan sangat erat. Mengayunkan tubuh Yoo Ra ke kanan dan ke kiri layaknya seorang anak yang lama tak bertemu orang tuanya.

“Noona-ku tersayang..... Aku rindu sekali...!”

Mata Yoo Ra mengerjap lucu. Jungkook baru magang sehari dan sudah bilang rindu?

“Kau habis melakukan kesalahan apa di tempat kerjamu? Atau kau begini karena ingin meminta sesuatu?” Tanya Yoo Ra yang sudah hafal dengan kelakuan adiknya.

Boss With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang