DUA BELAS

87 5 2
                                    

Kim Taehyung melangkah masuk begitu pintu rumah terbuka. Setelah melepas sepatu dan menaruhnya di rak, Ia langsung menghampiri sofa ruang tamu dan menghempaskan diri di sana. Diikuti Jimin yang juga melakukan hal serupa, tepat di hadapannya.

“Jim.”

“Hm?”

“Terima kasih sudah menemaniku ke rumah sakit. Dan terima kasih sudah membiarkanku menjenguk Harabeoji, tadi.”

“Jangan begitu. Justru harusnya aku minta maaf karena hanya memberimu waktu sebentar.”

“Tidak masalah. Yang terpenting aku sudah memastikan Harabeoji baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup. Lagipula, aku tahu statusku yang masih belum berubah.” Taehyung berdecih mengingat kebebasannya kini tak ubahnya sebuah omong kosong. “Aku masih harus sembunyi karena para penjahat itu belum tertangkap. Aku tahu itu.”

Untuk beberapa saat tak ada pembicaran apapun lagi. Taehyung juga sudah terlihat mengantuk, efek obat yang diminumnya setelah makan siang bersama Jimin tadi. Ia bahkan hampir tertidur andai suara Jimin tak menginterupsi, memaksanya kembali membuka mata.

“Taehyung.”

“Apa?”

“Jangan tidur sambil duduk begitu. Masuklah dan tidur di dalam.” Kata Jimin yang tiba-tiba berdiri membuat Taehyung harus mendongak untuk menatapnya.

“Aku harus ke kantor sekarang. Ada beberapa berkas yang perlu kau tinjau ulang. Nanti akan kubawakan berkasnya sepulang dari kantor.” Jimin menjawab pertanyaan yang bahkan belum sempat Taehyung suarakan.

“Kau yakin sudah sembuh? Padahal aku mengizinkanmu mengambil cuti sampai benar-benar sehat.”

“Jangan berlebihan, Tae. Aku bahkan mengantarmu ke rumah sakit barusan. Aku sangat sehat sekarang. Sungguh.” Jimin menyambar kunci mobil yang sebelumnya ia taruh di atas meja.

“Kau tidak bisa tinggal lebih lama lagi?”

“Untuk apa?” tanya Jimin sementara ia masih membungkuk, sibuk memakai sepatu. “Kau butuh sesuatu?”

“Tidak. Hanya saja… bukankah semalam kau bilang ingin bicara denganku?”

Jimin sempat mematung beberapa saat. Tidak menyangka kalau Taehyung masih ingat apa yang dia katakan semalam. Dan ya, Jimin tahu betul kalau setelah ini Taehyung akan membombardirnya dengan pertanyaan sampai ia mau bercerita. Sayangnya, Jimin benar-benar sedang tidak ingin membahasnya. Dia telah memutuskan untuk bertahan lebih lama lagi tanpa harus membongkarnya dihadapan Taehyung.

Dan beruntung, ia sedang memunggungi Taehyung sekarang. Jadi sahabatnya itu tidak sempat melihat ekspresi kagetnya barusan. Dan keberuntungan itu jelas memperlancar rencananya untuk berpura-pura bodoh. Jimin berbalik sambil menelengkan kepala seolah sedang berusaha mengingat sesuatu.
“Aku bilang begitu?”

“Ya. Semalam kau bilang ingin bicara hal penting denganku. Tidak ingat?”

Dahi Jimin berkerut semakin dalam untuk meyakinkan Taehyung bahwa dia tidak mengingat apapun. “Sepertinya kau salah dengar, Tae.”

“Maksudmu aku tuli?”

“Bukan, bukan begitu.” Andai Jimin tidak melihat gurat serius di wajah Taehyung, mungkin ia sudah tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat frontal Taehyung barusan. “Baiklah, anggap saja aku yang melantur gara-gara sakit kepala.”

“Kau hanya sakit kepala. Bukan gagar otak. Jadi jangan coba bertingkah amnesia.”

Oke. Jimin sadar dia sedang menghadapi siapa. Kim Taehyung tidak akan menyerah begitu saja. Jimin tahu itu. Jadi dia harus lebih pintar agar bisa lolos.

Boss With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang