Tulisan Sasa

283 8 0
                                    

Ini bonus part. Selamat membaca!

**

Sasa gabut on point.

Misellia Alesandra Hamillton. Lahir di Australia, tanggal tujuh pada bulan yang ke-5 dari 12 bulan yang berlaku di dunia. Memiliki Daddy dan Mommy yang sangat pengertian dan perhatian, Maxxie Hamillton dan Sophie Theresia Hamillton.

Daddy ku merupakan CEO dari Hamillton Airlines. Aku dilahirkan di keluarga yang biasa disebut banyak orang dengan julukan 'konglomerat' karena perusahaan punya daddy ku adalah salah satu dari lima perusahaan terbesar di Indonesia dan Australia.

Mommy ku merupakan wanita karir yang sangat mandiri. Kata beliau, dulu dirinya sudah membiayai dirinya sendiri semenjak kelas enam sekolah dasar. Ia pemilik dari Sia Boutique yang terkenal di kota Menara Eiffel, Prancis.

Aku juga punya seorang saudara laki-laki yang biasa aku panggil dengan sebutan 'Koko'. Sebutan tersebut memiliki arti kakak laki-laki menurut kebiasaan orang chinese. Mommy ku memliki darah keturunan chinese dari nenek ku, makanya aku manggil kakak ku dengan sebutan 'Koko'. Namanya Alviano Michael Hamillton, seorang mahasiswa di salah satu universitas ternama di dunia, Oxford University.

Aku memiliki darah campuran dari berbagai negara di dunia. Kenapa? Karena keluarga ku rata-rata menikah dengan penduduk dari negara yang berbeda. Jadilah aku dan Koko memiliki darah campuran.

Berkat perusahaan penerbangan milik Daddy, aku sudah berhasil menjelajahi lebih dari 50 negara di dunia sejak kelas dua sekolah dasar. Benua Eropa sudah selesai aku jelajahi. Sebagian dari Benua Asia pun sudah aku kunjungi. Cukup melelahkan memang, tapi sangat seru.

Kadang aku ditanya sama temanku di Australia, "Why you so eazy to absent for enjoy the world?" Mau tau aku jawab apa? Ya jelas, "Because this school is ..." Jawabku sambil terkekeh.

Sejak kecil, hidupku memang selalu mulus tanpa kendala. Semua kebutuhanku dan Koko selalu terpenuhi. Mommy dan Daddy tidak pernah menolak saat aku dan Koko meminta apapun itu dan berapapun jumlahnya. Menjadikan aku manja dan bergantung pada ketiga orang penting dalam hidupku itu.

Namun semakin bertumbuh dan berkembangnya aku, semakin aku sadar dan sedikit demi sedikit aku mencoba mandiri seperti Mommy dan aku berhasil. Aku juga selalu berusaha untuk menghargai semua orang dari kalangan dan status manapun. Aku di didik seperti itu sejak kecil.

Selalu tersenyum adalah kebiasaanku. Aku terbiasa dengan ceria yang selalu terukir dalam raut wajahku. Aku jarang menangis dan murung, kecuali saat aku mencapai batas akhir ku untuk belajar. Aku tipikal orang yang akan mengerjakan sesuatu sampai titik darah penghabisan dan pasti menguras banyak tenaga. Makanya jika sudah sangat lelah, aku akan menangis dan murung meratapi kesalahanku mengulang kejadian 'belajar rodi'.

Aku menyukai pelajaran menghitung seperti Matematika tapi aku tidak menyukai Fisika. Menurutku menghitung angka Matematika lebih mudah daripada menghitung menggunakan rumus Fisika yang memusingkan kepala.

Aku mudah menghafal oleh karena itu aku suka Biologi tapi aku tidak suka Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selain karena aku tidak menyukai hal yang berbau politik—sekalipun Daddy ku merupakan pengusaha yang sering dikaitkan dengan politik—aku juga sulit mengerti karena sejak dulu aku belajar di Australia.

Ah, aku lupa memperkenalkan sahabat tersayangku, Lawrencia Hadid Gevana. Sejak kecil, aku membuatkan nama panggilan untuknya yakni Alen. Dia sangat tomboy tetapi cantik. Bagaimana ya menjelaskannya? Entahlah, tolong kalian pikirkan sendiri.

Alen adalah anak dari teman bisnis Daddy, makanya aku bisa sangat dekat dengannya. Dulu kami sempat sekolah bersama di Australia, tapi akhirnya dia pindah duluan ke Indonesia karena Papanya ada urusan. Beberapa tahun kemudian barulah aku menyusul.

Saat aku mendengar kabar dari Daddy bahwa aku akan pindah ke Indonesia, aku berada di dalam kondisi yang sulit. Di satu sisi diriku sangat senang karena aku bisa bertemu dengan Alen, tapi di sisi lain aku takut dan sedih. Takut dengan kondisi di Indonesia yang bisa saja tidak menerima diriku dan sedih karena harus meninggalkan teman-temanku di Australia.

Tapi hal itu hanya berlangsung sebentar karena Daddy bilang aku akan di sekolahkan di sekolah Internasional. Dan yang membuatku tambah antusias adalah aku akan satu sekolah dengan Alen! Aku juga akan dijaga karena pemilik sekolah tersebut merupakan sahabat Daddy.

Aku sangat senang dan bersyukur karena seperti yang aku katakan tadi, orang tua ku sangat perhatian dan pengertian terhadapku. Ngomong-ngomong, saat aku pindah ke Indonesia, aku tidak bersama dengan Koko karena ia sedang kuliah di Inggris.

Saat sampai di Indonesia, aku cukup terkejut karena udara yang cukup panas bagi pendatang baru sepertiku. Yang biasa aku merasakan dingin dan jarang—nyaris tidak pernah—tersentuh matahari, kini aku terpapar langsung. Ternyata benar kata orang-orang, di Jakarta sepanas itu.

Daddy sudah membeli sebuah rumah di Indonesia semenjak satu bulan yang lalu. Walaupun lebih kecil daripada mansion ku di Australia, tapi cukup menarik. Aku masih bisa berenang dan berlatih bela diri karena halamannya cukup luas.

Sore hari, Alen datang kerumahku untuk memastikan apa aku benar-benar ke Indonesia atau tidak. Dia memang seperti itu, suka tidak percaya yang aku katakan padahal aku ini anak baik yang jarang berbohong.

Aku bersekolah di Nusa Harapan dan menemukan makhluk menyebalkan saat berada di kelas. Sumpah, dia nyebelin banget! Cowok, tinggi, putih, dan sepertinya memiliki darah campuran—atau bahasa kerennya blasteran—sama sepertiku. Terlihat dari paras nya yang tercetak jelas bahwa dia blasteran. Bola matanya berwarna coklat tidak sepertiku yang hijau-kebiruan.

Cowok itu kayaknya.. eh bukan kayaknya tapi emang dingin banget. Kaku dan jarang ngomong. Anehnya, aku merasa ga asing sama wajahnya. Alis tebal, tinggi, agak tirus, tubuh yang atletis. Sayangnya aku ga bisa ingat dengan jelas dia mirip siapa.

Saat bel istirahat, aku laper banget dan karna tadi pagi terburu-buru aku ga sempet bawa bekal. Tiba-tiba ada dua orang perempuan nyamperin aku dan ngajak ke kantin, dan aku sempet mau nerima ajakannya tapi omonganku diputus sama cowok dari belakangku.

Ternyata namanya Kevin. Orangnya super ramah, ga kayak cowok yang duduk disampingku. Dan ada satu lagi namanya Aldo, dia juga baik walau agak receh.

Aku akhirnya ke kantin bareng tiga cowok tersebut. Ternyata mereka populer banget di sekolah itu. Ga jarang aku dapat tatapan maut dari 'fans' si Rey, cowok yang duduk disampingku sekaligus anak pemilik sekolah ini.

Aku tipe orang yang ga nyaman kalo jadi pusat perhatian banyak orang. Tapi mau gimana lagi, aku ga bakal sampe kantin tanpa tiga cowok ini. semua karena Alen yang seenaknya aja ninggalin aku. Dasar! nanti aku bales kamu, Len!

Menurutku, Indonesia tidak seburuk itu. Ada banyak orang yang masih bersikap ramah padaku—mungkin karena mereka mengira aku adalah turis.

Segini dulu ya aku cerita, nanti aku lajutkan lagi. Sampai jumpa di lembaran baru tulisan Sasa kalo lagi gabut hehe.

**

Jadi ini diary nya Sasa kalo lagi gabut. Disini dia bakal cerita menurut sudut pandang dirinya sendiri dan nanti juga ada banyak rahasia dari 'Tulisan Sasa' ini lho.

@michellernta

@reynanxaverius

@miselliahamillton

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Ice PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang