Bab 3.A

35.6K 4.7K 422
                                    

Saya up lagi karena reques dari live IG hahahaha.....


Bab 3.A


Setiap pagi, menjadi saat-saat yang paling buruk untuk Aurel selama Dua minggu terakhir sejak Ivander mulai rutin 'memerkosanya' setiap malam. Bagaimana tidak, saat malam, dirinya dipaksa untuk melayani hasrat suaminya itu, sedangkan paginya, ia harus bersikap baik-baik saja seakan tak terjadi apapun dan harus menyembunyikan semua kesakitannya dari putri kecilnya. Hal itu benar-benar membuat Aurel tertekan.

Ivander seakan memupus habis semua kebahagiaan Aurel. Bahkan jika dulu Aurel bisa melawan Ivander, maka kini, Aurel lebih memilih diam dan mengalah tanpa cekcok dengan suaminya itu.

"Mommy sakit?" tanya Alaya saat melihat Aurel memasangkan kaus kaki dan sepatu untuknya.

Aurel mengangkat wajahnya menatap Alaya dengan lembut. Dia lalu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, kenapa?"

"Mommy banyak diam. Tidak cerewet seperti biasanya."

"Karena tak ada yang perlu dicerewetin. Princess-nya Mommy akhir-akhir ini cukup pintar."

"Mommy. Bolehkah Alaya bertanya sesuatu dengan Mommy?"

"Ya? Tanya apa, Sayang?"

"Mommy, apa Daddy pernah membuat Mommy bersedih?" tanya Alaya secara tiba-tiba. Aurel tak tahu harus menjawab apa. selama ini, mungkin sikap Ivander memang selalu buruk padanya, dingin dan menyebalkan. Tapi selama dua minggu terakhir, sikap pria itu menjadi kejam berkali-kali lipat, seperti iblis dari neraka yang diutus untuk menyiksanya.

Meski begitu, dia tak bisa mengatakan hal itu pada Alaya. Mereka memiliki kesepakatan tak tertulis, bahwa masalah apapun diantara mereka berdua, Alaya tak boleh mengetahuinya.

"Tidak, kenapa?"

"Karena kemarin, Alaya tidak sengaja melihat Mommy menangis sendiri di kamar."

"Kapan?"

"Kemarin sore, sebelum Mommy turun buat masak makan malam. Kenapa Mom menangis?" sungguh, Aurel tak tahu harus menjawab apa.

"Mom tidak menangis, mungkin hanya sedikit sedih saja, mengingat Oma dan Opa."

"Alaya takut kalau Mom sedih karena Daddy. Daddy bukan orang jahat, jadi Mommy jangan sedih lagi."

Aurel tersenyum, dia menyelesaikan pekerjaannya sebelum menangkup kedua pipi Alaya. "Tentu saja tidak, Sayang. Daddy memang bukan orang jahat, kalau dia jahat, dia sudah meninggalkan kita sejak lama. Dia adalah orang yang sangaaaaatttttt baik. Jadi, Alaya jangan khawatir dengan Mommy dan Daddy, oke?"

"Uumm, Daddy juga pernah bilang akan memberi Alaya adik, benar, kan Mom?"

Aurel tampak salah tingkah. "Ya. Daddy benar."

Tiba-tiba Alaya memeluk tubuh Aurel. "Alaya sayang sama Mommy, Alaya sayang sama Daddy. Alaya nggak mau kalian seperti orang tua Cilla."

Aurel mengangguk. Alaya memang pernah bercerita tentang orang tua temannya yang berpisah, mungkin saat ini Alaya sedang membicarakannya. Apapun yang terjadi, Aurel tak akan membiarkan Alaya sedih dan kecewa. Biarpun dirinya mendapatkan kekejaman dari Ivander, asalkan puterinya memiliki ayah, dia akan mencoba untuk bertahan, meski sulit.

Di balik pintu, Ivander mendengarkan semua itu. membuatnya membeku di tempatnya berdiri. Apa yang dia lakukan pada Aurel selama dua minggu terakhir adalah sikap bejat seorang suami pada istrinya. Dan Aurel masih menyembunyikan semua itu dari Alaya.

Padahal, bisa saja Aurel mengatakannya pada Alaya, membuat Alaya membencinya, lalu mereka berpisah dan Aurel kembali hidup bersama dengan kekasihnya. Tapi wanita itu tk melakukan hal itu.

Apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Aurel? Apa yang diinginkan perempuan itu? kenapa Ivander begitu sulit menebaknya?

***

Sarapan pagi terjadi tak seperti biasanya. Alaya tak secerewet biasanya, sedangkan Ivander dan Aurel juga tampak saling berdiam diri. Suasana hangat yang biasa tercipta saat mereka bertiga bersama kini netah kemana. Alaya merasa tak nyaman dengan hal itu.

Saat Aurel bangkit menuju meja dapur, tiba-tiba saja, Alaya menarik-narik lengan Ivander, dia ingin berbisik pada Ivander, akhirnya, Ivander menundukkan kepalanya dan mendengarkan bisikan Alaya.

"Daddy harus minta maaf dengan Mommy."

Ivander menatap Alaya dan bertanya "Kenapa?"

Alaya berbisik lagi. "Mommy menangis kemarin, Alaya tahu bahwa itu karena ulah Daddy."

"Hei, itu tidak adil. Daddy tak melakukan salah apapun."

"Kalau Daddy tak mau minta maaf, Alaya akan merajuk."

Benar-benar menggemaskan putrinya ini. Ivander menghela napas panjang. Dia mengalah. Akhirnya dia bangkit dan menuju ke tempat Aurel. Tanpa banyak bicara, dia memeluk tubuh Aurel dari belakang, membuat Aurel terkejut dan sempat ingin melepaskan diri.

"Alaya melihat kita." Ivander mendesis tajam.

"Apa yang kamu lakukan?" Aurelpun ikut mendesis karena kesal dengan ulah Ivander.

"Kamu pikir apa? tentu saja menuruti kemauan Princess kita."

Aurel menghela napas panjang, dia tahu apa maksud Ivander. Akhirnya dia pasrah ketika Ivander memeluk tubuhnya, dan mulai mengecupi permukaan lehernya dengan mesra. Ingat, semua itu karena Alaya, maka Aurel tak akan terbawa suasana.

"Kenapa kamu menangis di hadapan dia?"

"Aku merindukan orang tuaku. Dan aku tidak menangis di hadapannya. Dia hanya memergokiku."

"Kita bisa ke makam orang tuamu kalau kamu rindu."

"Terima kasih. Aku sudah ke sana dengan Mario kemarin."

Ivander tersenyum masam "Ckk, bajingan itu lagi ternyata."

Aurel melepaskan pelukan Ivander, menghadap ke arah Ivander, mengusap pipinya kemudian berbisik di telinganya "Perempuan jalangmu juga sudah menunggu, lebih baik kamu kunjungi dia."

"Apa maksudmu?" tanya Ivander tak mengerti.

Aurel menuju ke meja telepon, meraih sebuah buku di sana, mencari sebuah catatan, merobeknya dan memberikannya pada Ivander.

"Miss Naira kamar 207. Sudah beberapa kali dia menghubungi nomor rumah." Jelas Aurel dengan dingin sembari memberikan catatan nomor tersebut pada Ivander.

Ivander meremas catatan tersebut dan membuangnya ke tong sampah. "Brengsek." Desisnya tajam.

"Oh ya, kemarin juga ada Desy, Sasa, dan entah, aku lupa yang lainnya." Pancing Aurel lagi.

"Jangan membuatku marah di sini."

Aurel menatap Ivander, dia tersenyum di sana, merapikan kemeja yang dikenakan Ivander lalu berkata "Aku hanya ingin kamu sadar, kamu memperlakukan aku seolah-olah hanya aku si tukang selingkuh di sini. Padahal aku tahu, kamu lebih buruk dariku."

Wajah Ivander mengeras karena ucapan istrinya itu. Aurel lalu mengalungkan lengannya pada leher Ivander, dia mengecup singkat pipi Ivander dan berbisik di sana. "Sekarang, kita sudah sama-sama impas, Daddy..." bisik Aurel dengan nada menggoda sebelum dia pergi meninggalkan Ivander dan kembali ke tempat Alaya.

Ivander hanya membeku di tempatnya berdiri. Sialan perempuan-perempuan itu!

-TBC-

vote komen ditunggu ya.... hahahaha





The Guardian DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang