7. Maya, jangan ragukan cintaku

4 0 0
                                    

Jinka, batin Maya yang sangat panik.

Dengan cepat, ia menangkap tubuh Jinka yang hampir tumbang. Jinka terbaring dalam pelukannya. Kepala Jinka disanggah di dua pahanya.

"Maya...," suara Jinka terdengar bergetar. "Aku sudah menyelesaikan masalah itu. Aku menjelaskan semuanya pada Kaisar kerajaan Aoi kalau akulah yang membunuh Putri Kazuki. Semua orang yang ada di istana langsung menyerangku. Kekuatanku yang jauh dari mereka, tidak bisa menandingi mereka yang berlevel tingkat tinggi. Aku, hanyalah penyihir tingkat rendah, harus berakhir mendapatkan hukuman setimpal ini. Uhuk! Uhuk! Uhuk!"

Jinka terbatuk-batuk. Maya meneteskan permata-permata bening lalu memunculkan tongkat merah bersimbol bulan merah di tangan kanannya. Berniat untuk menyembuhkan Jinka dengan kekuatan sihirnya.

Tapi, Jinka menggeleng cepat ketika Maya mengarahkan tongkat merah kepadanya. Kalung permata merah juga menyembul keluar sendiri dari balik bajunya, bercahaya sangat terang.

"Tidak ada gunanya kamu menyembuhkanku. Aku memang pantas mendapatkan hukuman ini. Hal ini kulakukan demi menyelamatkanmu agar pihak kerajaan tidak menangkapmu." Jinka memegang tongkat merah dan kalung permata merah secara bersamaan. "Aku harus menyegelmu agar kamu bisa terbangun di kehidupan berikutnya. Aku melihat di masa depan, ada seseorang yang akan menggantikanku untuk menjagamu."

Maya ingin menghentikan Jinka. Tapi, kesedihan yang teramat besar, menyurutkan niatnya itu. Hawa dingin menyebar cepat ke seluruh gua itu. Menciptakan badai salju yang sangat deras.

Dalam badai salju itu, Jinka tersenyum seiring membaca sebuah mantra penyegelan. Buku harian Jinka keluar dari portal dimensi yang ditarik oleh Jinka, Maya melihat Jinka menulis sesuatu dengan darah di halaman buku tersebut, kemudian muncul pusaran cahaya putih yang berputar di sana.

"Maya, atas darahku yang tertulis namamu di halaman pertama buku harian ini, aku menyampaikan pesan terakhirku untukmu." Jinka tersenyum lagi sembari berbicara. "Selamanya ... aku mencintaimu. Lalu cintaku ini akan muncul kembali setelah ada seseorang yang terpilih oleh kalung permata merah ini."

Jinka menulis lagi ke halaman berikutnya sampai menyisakan beberapa halaman kosong. Ia meneruskan perkataannya usai menulis.

"Halaman yang kosong itu, adalah kisahmu yang baru bersama seseorang itu. Tulislah kisahmu yang bahagia itu nanti. Buku ini akan menjadi buku yang paling bersejarah bagi keturunanmu nanti. Ingat pesanku ini."

Derai air mata semakin deras. Badai salju semakin deras hingga meledakkan gua itu.

Cahaya putih menyelimuti tempat itu. Maya bersama tongkat merah dan kalung permata merah tersedot ke dalam buku harian. Jinka yang tak bernyawa, juga telah menghilang karena ledakan itu.

Meninggalkan duka yang mendalam di hati Maya selama berabad-abad.

***

Yama kembali ke masa sekarang.

Ia tersentak ketika menyadari pandangannya beradu dengan mata Maya. Gadis berambut merah tua itu, memegang tongkat dengan derai mata yang berjatuhan di dua pipinya.

Kalung permata merah itu bercahaya terang. Hawa dingin tercipta. Yama bergegas memeluk Maya.

"Maya...," kata Yama yang juga menangis. "Aku tahu sekarang apa yang kamu pikirkan."

Maya menyembunyikan wajahnya ke dada Yama. Ia ingin mengutarakan isi hatinya itu, tapi suaranya belum juga bisa tersampaikan kepada Yama. Hanya bahasa tubuh dan tulisan, yang bisa ia sampaikan.

"Malam bulan merah. Jinka meninggal dunia. Kamu takut ... kalau aku akan berakhir sama dengan Jinka. Apa itu benar?"

Maya melonggarkan pelukannya agar bisa menatap wajah Yama. Ia tertegun karena melihat Yama menangis. Lalu ia mengangguk cepat.

The Guardians Tale Golden Age (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang