Catatan Hati Seorang TKW Part 2

548 12 2
                                    

part 2

Setelah mendapat kabar dari Ayahku, bahwa Radi sudah menikah lagi, hatiku semakin tak tenang, apalagi setelah tahu tiga orang anakku tak pernah dikasih uang sepeserpun oleh Radi, jiwaku semakin resah. Ingin rasanya aku pulang ke Indonesia, namun apa daya, kontrakku sebagai pembantu rumah tangga di Kuwait, belum berakhir, dan jika aku memaksa pulang, maka majikanku akan menuntut dikembalikannya biaya administrasi saat merekrut aku sekaligus uang gaji selama hampir 2 tahun bekerja padanya. Masih tersisa 1 tahun lagi masa kerjaku disini.

Sebenarnya aku bekerja di Kuwait sudah 3 tahun, namun pada tahun pertama, perjalanan hidupku sebagai TKW tidaklah mulus.

Awal pertama tiba di Kuwait, aku bekerja kepada keluarga asli kuwait. Majikan pertamaku ini memiliki tiga orang anak yang semuanya adalah wanita. Yang pertama bernama Fatou, berusia 15 tahun, yang kedua bernama Bhoola, berusia 11 tahun dan yang ketiga bernama Mekala, baru berusia 7 tahun. Meski sudah tergolong remaja, namun anak-anak itu memiliki kebiasan jorok, yaitu kencing di tempat tidur alias ngompol. Dan sialnya mereka ngompol hampir setiap hari, tentu saja hal ini benar-benar membuat diriku muak, tiap hari harus menjemur kasur bekas ompol mereka yang baunya sangat pesing.

Seminggu pertama kerja dikeluarga itu, aku mendapatkan semua hak ku, makan tiga kali sehari, pagi, siang dan malam, jam kerja pun terbatas, dari pukul 5 pagi, atau sehabis sholat subuh, sampai pukul 8 malam.

Pekerjaan utamaku kalau subuh adalah memasak untuk sarapan mereka sekeluarga, lalu jika matahari sudah menjelang rutinitasku adalah menjemur kasur yang terkena ompol anak majikanku. Kemudian baru beberes rumah dan melakukan pekerjaan serabutan lainnya.

Namun memasuki hari ke delapan, aku sudah mulai dilarang sarapan, sisa makanan yang ada dimeja makan, pasti selalu dibungkus oleh majikan wanitaku, kemudian entah dibawa kemana, yang jelas aku tak pernah lagi sarapan jika pagi. Meski kadang perutku terasa sakit, aku tetap dipaksa bekerja, akhirnya aku siasati dengan banyak-banyak minum air putih, untunglah aku membawa stok obat sakit magh beberapa papan yang aku bawa dari Indonesia untuk berjaga-jaga.

Pekan ketiga, majikanku mulai terlihat sifat aslinya, aku menjadi sering kena marah, kesalahan kecil yang aku buat sekalipun, tak luput dari amukan mereka, bahkan tak jarang, badanku disundut menggunakan bara rokok suami majikanku.

Ketika genap sebulan aku bekerja, hatiku merasa senang, karena menurut kabar dari agen yang menyalurkan aku bekerja kepada keluarga ini, aku akan meneeima uang gaji pertamaku, namun sampai sore hari, gajiku tak kunjung diberikan, akhirnya aku beranikan diri memintanya pada majikan wanitaku. namun bukan uang gaji yang aku terima, melainkan makian dan pukulan dibeberapa tubuhku. Aku menjerit kesakitan. Melihat aku menjerit, majikan wanitaku yang memiliki nama Rahaf ini semakin kalap. Ia mengambil sapu dan menyabetkan gagangnya kepadaku, setiap aku menjerit, ia semakin menggila, sepertinya ia begitu menikmati melihatku kesakitan, terkadang ia memukul sambil menari diiringi oleh teriakanku. Malam itu akupun terlelap dengan luka lebam disekujur tubuhku.

-----------

Byuuuur...aku gelagapan, wajahku disiram air hampir seember oleh Rahaf, majikanku.

"Bangun cepat" ujarnya dalam bahasa inggris, memang sebelum aku berangkat ke kuwait, di Indonesia aku dibekali belajar bahasa Inggris selama tiga bulan penuh di penampungan agen para TKW.

Aku menggigil kedinginan, mataku terasa berat, tubuhku pun masih terasa sakit akibat siksaan yang aku terima semalam.

"Cepat bangun" ulangnya sambil menendang tubuhku. Akupun dengan terpaksa bangkit dari tempat pembaringanku. Kulihat jam didinding menunjukan pukul 3 pagi, belum waktunya aku bekerja. Kenapa aku dibangunkan. Pikirku.

"Mana pasport kamu?" Bentaknya, aku pun mengambil pasport yang ku simpan dalam tas dipojokan kamar. Baru saja kukeluarkan pasportku, Rahaf langsung merampasnya dari tanganku. Lalu dengan galak ia menghardikku untuk segera pergi kedapur. Aku menurutinya. Padahal mataku masih mengantuk, dan badanku masih sakit semua.

Sesampainya didapur, aku langsung disuruhnya memasak, aku meminta ijin dulu untuk mengganti pakaianku yang basah karena ia siram tadi, namun jawaban yang aku terima dari Rahaf adalah tamparan di wajah. Ia tak mengijinkanku untuk sekedar berganti baju. Lalu dengan bengis ia berkata.

"Mulai hari ini kamu kerja mulai jam 3 pagi. Kalau kau terlambat bangun, maka aku akan memukulmu dan tak ada jatah makan siang untukmu. Jadi jangan sampai terlambat bangun." Aku hanya terdiam, tak tahu apa salahku, kenapa aku diperlakukan seperti ini. Namun apalah dayaku, aku tak punya teman disini, juga tak tahu jalan kemana-mana. Biarlah hal ini aku jalani dulu sementara waktu. Aku harus kuat demi anak-anakku.

Selesai memasak, aku pergi kekamarku, berganti pakaian, lalu terbersit difikiranku untuk menelephone agen yang menyalurkanku kerja kepada keluarga ini, dengan cepat aku ambil handphoneku, baru saja aku akan menekan nomor agen, Rahaf tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku. Melihat aku memegang handphone, ia marah, lalu menendang tubuhku, kemudian merampas handphoneku sambil teriak

" kamu mau mengadu kesiapa?"

Aku ketakutan. Aku menggeleng cepat dan berkata "tidak madam, saya hanya ingin menelephone keluarga saya di Indonesia"

Namun jawabanku tak membuatnya puas. Diambilnya sepatu yang ada di balik pintu kamar, lalu ia pukulkan ketubuhku, aku berteriak kaget, mendengar aku berteriak rupanya itu membuat ia semakin kalap. Ia ambil gesper yang tergantung didinding kamarku, lalu menyabetkannya keseluruh tubuhku, aku menjerit kesakitan, namun seperti kemarin, semakin aku menjerit, semakin gila ia memukuliku. Hingga aku lemas tak berdaya, tergeletak dilantai, Rahaf tak juga berhenti memukuli tubuhku dengan gesper. Ia baru berhenti memukul ketika Uzza, suaminya datang.

Catatan Hati Seorang TKW (Tenaga Kerja Wanita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang