ksj, malaikat itu apa, bu?

145 36 8
                                    

Malam itu kelabu seperti yang lalu.

"Ibu. Malaikat itu apa?"

"Hem?"

"Tadi Hoseok sunbaenim bawa buku dongeng. Eunjin tidak kebagian baca soalnya teman-teman bikin ribut. Kata Minju, ceritanya tentang malaikat yang jatuh cinta sama manusia. Malaikat itu apa, Bu?"

"E-eh?"

"Ibu tidak tahu malaikat, ya?"

Bibirmu memoles senyum kecut.

"Malaikat itu seperti apa, sih?"

"Seperti Ayahmu."

-

Beberapa tahun lalu, Paris terbelenggu beku.

"Aeri. Kalau kuajak kamu ke surga, mau, tidak?"

"Kamu menyuruhku mati?"

Seokjin tertawa. "Tidak. Kuajak terbang ke nirwana. Pakai sayapku. Aku yang gendong."

"Kalau bercanda suka tidak berpikir," kamu balas tertawa.

"Eh, aku serius, loh. Kalau kamu mau, kubawa kamu ke surga beneran."

"Tidak usah, Kim Seokjin. Lebih baik kamu segera pesan karena daritadi kita diperhatikan sama pelayan."

Alih-alih mengidahkan, Seokjin menutup buku menu dan memangku tangan. "Samakan saja denganmu, kalau begitu."

"Tumben. Ah, iya. Pesanan kami sudah. Tadi sudah makan ramyeon, jadi ... dua porsi croissant saja. Kamu kepingin kopi atau cokelat? Eh, tadi sudah dua gelas americano, berarti sekarang cokelat saja, ya. Ditambah cokelat hangat dan teh mint. Itu saja. Bayarnya sekarang? Ah, iya. Ini. Terima kasih, ya. Ah, tehnya tolong tidak pakai gula!"

Dari depanmu, Seokjin menyahuti. "Kenapa tidak pakai gula?"

"Kamu tidak berharap aku bilang 'karena gulanya sudah ada di depanku', 'kan?" kamu gusar, tanganmu menata kembalian.

"Ah, begitu. Aku tahu, kok, aku manis. Terima kasih pujiannya, Jung Aeri."

Kamu bergidik. Seokjin tergelak. Kalian berdua sedang bahagia.

-

Dalam malam-malam yang dingin, dekapan Seokjin tidak pernah gagal memberi hangat.

"Kalau aku pergi, kamu bakal bagaimana?"

"Dari kemarin bertanya aneh-aneh terus. Kamu kenapa?"

Dari belakang, Seokjin mengukuhkan rengkuhannya. Mencari kenyamanan yang tersisa dari bahumu.

"Memangnya kamu mau kemana?"

Seokjin diam.

"Ke tempat yang jauh?"

Lelaki itu masih bisu.

"Kamu kalau mau pergi harus bilang."

Ah, sedang ada apa-apa.

"Kamu kenapa?"

Matanya terpejam. Napasnya yang lirih menggangu telingamu. "Aku tidak mau pergi."

"Ya, jangan pergi."

Senyap lama sebelum lelaki itu akhirnya bicara. Meski kamu tidak lihat, kamu tahu Seokjin tersenyum saat bibirnya kemudian berucap, "Iya, ya. Tidak usah pergi."

Kamu kira semuanya akan tetap baik-baik saja setelah bibir Seokjin memaut milikmu dan segalanya mulai berubah menjadi lebih hangat. Nyatanya, tidak.

-

Kamu tidak pernah tahu Seokjin adalah pembual hingga hari itu.

"Kalau dinamakan Alexandra Elizabeth, bagaimana?"

"Jangan mengada-ada, Kim Seokjin."

Lelaki itu tertawa.

"Kalau laki-laki pasti bakal tampan seperti aku. Kalau perempuan pasti bakal cantik seperti aku juga."

Kamu tidak tahan untuk terkekeh. "Terserah ayahnya yang menyebalkan saja."

Biasanya, Kim Seokjin terasa hangat. Tapi malam itu, entah karena bulan yang semakin temaram atau dingin yang semakin mencengkeram, laki-laki itu seolah kehilangan separuh kalornya. Kamu tahu Kim Seokjin tidak akan membiarkanmu didekap beku, tapi malam itu kamu kedinginan.

Menggigil, kamu lirih bersuara. "Dingin."

Seokjin tidak mendekapmu seperti yang seharusnya ia lakukan. Alih-alih, lelaki itu justru menutup rapat-rapat bibirnya setelah membalas, "Iya. Dingin."

Denting hening menulikan rungumu.

Kamu tidak tahan. "Seokjin, ada apa?"

Seokjin diam.

"Seokjin mau pergi?"

Lelaki itu masih bisu.

"Kamu kalau mau pergi harus bilang."

Ah, sedang ada apa-apa.

"Aku harus pergi," katanya.

"Kemana?" kamu bertanya.

"Ke tempat yang jauh."

Kamu tidak mengerti. Yang kamu tahu adalah detik selanjutnya, kamu berada dalam rengkuhan Seokjin yang tidak lagi terasa hangat. Lirih tapi kamu tahu Seokjin menahan tangis di belakangmu. Kamu tidak mengerti kenapa Seokjin menangis. Kamu ingin bertanya tapi mulutmu bisu terkunci kaku. Tidak tahu apa pasalnya, perlahan kesadaranmu mulai menghilang dan hal terakhir yang berhasil di tangkap indramu adalah Seokjin yang patah-patah bicara, "Maaf tidak bisa membawamu ke surga."

Malaikat ternyata bisa berbohong.

-

Ah, ternyata Seokjin masih dapat menghangatkan malam yang abu-abu.

"Kalau Eunjin rindu Ayah, berarti tinggal lihat ke langit saja? Tadi Minju juga bilang, malaikat tinggalnya di antara awan-awan."

Setitik air mata jatuh dari pelupuk, tapi senyummu tak lesap. "Iya. Tinggal lihat ke langit saja kalau Eunjin rindu Ayah."

Hari ini bintangnya cantik.

[ ]

huekkkk

cerita-cerita yang tak punya tujuan pulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang