Spoiled

18 5 0
                                    

Revan langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal. Rambutnya berantakan dan hidungnya terlihat memerah. Pasti selama tiga hari ini dia sibuk dengan pekerjaannya dan tidak sempat mengurus diri. Dengan tertatih aku berjalan ke dapur dan mengambil es batu serta mengecek persediaan paracetamol. Revan yang sedang sakit amat sangat menyusahkan. Selain tidak mau disuntik, dia juga enggan diberikan obat. Aku membuka kantong plastik yang tadi dbiawanya dari rumah sakit, yang ternyata isinya dua porsi nasi padang.

"Yang, bangun dulu. Kamu belum makan dari siang," Aku mengusap keningnya yang berkeringat. Demamnya belum turun juga meskipun aku sudah mengompres dengan es batu. Dengan menggernyit, Revan bangun dan aku meletakkan bantal di belakang kepalanya.

Aku baru akan berdiri mengambil piring ketika Revan menjatuhkan kepalanya di atas pahaku. Tangannya melingkari perutku dengan kuat.

"Aku mau ambil piring dulu buat kamu makan," Dia masih tidak mau melepaskan pelukannya.

"Kepalaku sakit, Yang," Dengan pasrah aku meletakkan baskom berisi es batu dan memposisikan diriku bersandar di kepala ranjang. Aku mengusap rambut hitamnya lalu memijat kepalanya. Perlahan nafasnya lebih teratur dan Revan jatuh tertidur lagi sambil memelukku. Dengan susah payah aku memindahkan kepalanya ke atas bantal dan melepaskan kemejanya yang basah kuyup karena keringat. Setelah menggantikan pakaiannya, aku berbaring di sebelah Revan sambil mengamati wajahnya yang terlihat damai. Aku akan membiarkannya tidur sebentar sebelum memaksanya makan nanti.

Tidak lama kemudian, aku ikut tertidur.

***

"Yang, kamu nggak boleh tidur lagi sebelum makan dan minum obat-

"Nggak usah peluk-peluk, duduk sana minum air dulu" Dia mengerutkan bibirnya tidak terima. Lalu berjalan dengan langkah gontai ke arah meja makan. Suara bersinnya terdengar lagi. 

"Kan udah dibilang kalo sakit itu minum obat, bukannya tidur mulu. Mana bisa sembuh?" decakku sambil meletakkan piring berisi nasi dan lauk rendang yang tadi dibelinya. Dia duduk didepan meja makan sambil menggosok hidungnya keras-keras. Aku menyerahkan selembar tissue dan langsung disambarnya.

"Makanya-"

"Kamu diem, aku mau makan,"

Sudah biasa. Mulutnya memang tajam. Nanti kalau kutinggal juga mencak-mencak.

"Mau kemana? Duduk."

"Mau ambil minum,"

"Nggak usah, nanti aku ambil sendiri aja"

Aku menahan tawa. Kadang Revan kelewat pede memang.

"Ih apaan? Aku mau ambil minum buat diminum sendiri. Bukan buat kamu, "Revan masih memakan nasinya dengan santai, tidak tersinggung atau merasa malu.

Tanpa mempedulikannya, aku berdiri dan hendak mengambil minum di dapur sebelum memekik karena tangannya menarikku sampai jatuh terduduk diatas pahanya.

"Yang, apaan sih? Aku mau ambil minum, haus nih. Lepasin,"

"Kamu jadi cerewet dan banyak ngeyel, aku udah bilang duduk itu artinya kamu harus duduk. Kaki kamu masih sakit."

Bagus. Itu kalimat terpanjang yang diucapkannya hari ini. Sepertinya dia sudah membaik.

Anything(repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang