4

55 1 0
                                    

***

[Athaya]

Kondisi fisik dan emosional yang tidak baik, membuatku kehilangan konsentrasi pada sesi kedua dan memutuskan untuk pulang lebih cepat dari biasanya. Aku sampai di rumah pukul empat sore. Suasana sepi, hanya terisi suara kucuran air dari arah dapur. Kuseret kakiku lemas, setengah tenaga kuhabiskan untuk sekedar menyapa mbak Yun yang tengah sibuk menyiapkan makan malam dan setengah lagi kugunakan untuk menaiki tangga, nanti.

"Assalamualaikum," ucapku seceria mungkin, menutupi wajahku yang kuyu.

Mbak Yun menoleh ke belakang. "Waalaikumussalam. Baru pulang mbak Ata?" jawabnya ramah.

"Iya nih. Bunda kemana, mbak? Kok sepi banget ..." tanyaku, memastikan keberadaan Bunda.

"Lah ibu nggak bilang toh kalau hari ini menginap di tempat neneknya mas Bima?"

"Menginap?"

"Iya ... lusa baru pulang. Ada acara keluarga katanya,"

"Bima ikut, Mbak?"

"Kata ibu sih, semuanya ikut. Lah ini mbak Ata kok masih di sini?"

Aku mengulum senyum, tidak perlu melancarkan rencana yang sudah kubuat sebelumnya.

"Aku kerja mbak, makanya nggak ikut. Yaudah, aku ke kamar ya, mbak Yun." Pamitku masih dengan sisa kebahagian yang disampaikan mbak Yun.

"Oiya ... nanti pas makan malam nggak usah manggil aku ya, Mbak. Aku udah makan diluar tadi,"

"Kan makannya tadi siang toh? nanti malam kan udah lapar lagi, mbak Ata."

"Hehe iya ... gampang deh nanti kalau lapar aku cari sendiri. Aku naik dulu ya, Mbak."

Aku berlalu dan menaiki anak tangga dengan sisa tenaga. Badanku lemas dan kurasa aku sedikit demam. Tapi mendengar kabar bahwa malam ini aku tidak harus bertemu keluarga Bima membuatku bersemangat. Setidaknya aku bisa bergelung manja di sofa tanpa perlu memikirkan karangan alasan mengapa aku menghindar.

Semula aku berencana menginap di tempat kursus. Setelah kelas bubar, aku akan kembali ke sana dengan dalih perlu referesensi untuk mengerjakan rancangan pembelajaran. Mbak Kinan tidak akan keberatan jika aku bermalam di sana. Mengingat beberapa rekan kerja juga akan bermalam di sana menggarap kurikulum baru yang akan diterapkan pada tahun ajaran mendatang.

Tapi rencana tinggallah rencana. Setelah mandi kupikir aku akan kembali segar, nyatanya sekarang aku meringkuk kedinginan di sofa diselimuti kain tipis yang menutup seluruh bagian tubuhku.

Seharusnya aku mendengarkan saran mbak Kinan untuk pergi ke dokter sebelum pulang, bukan malah memilih mengabaikannya. Atau setidaknya memberitahu mbak Yun kalau tubuhku kurang sehat. Kupejamkan mata dan berharap setelah tidur akan baik-baik saja.

I'll be fine ....

***

[Bima]

Frekuensi lalu lalang kendaraan berkurang, berbanding terbalik dengan jarum penunjuk yang semakin bergerak naik, memangkas jarak dalam kurun waktu singkat. Roda kendaraan bergerak memasuki gapura menjulang tinggi yang bertuliskan nama perumahan di dalamnya. Bangunan tertata rapi di sepanjang jalan dengan tanaman hijau mengapit aspal hitam pekat. Blok pertama terlewati begitu saja tanpa mendapat perhatianku seperti biasa. Yang ada di kepalaku sekarang ini adalah Ata. Beberapa waktu lalu mbak Yun menelponku mengabarkan bahwa dia menemukan Ata sedang kesakitan di kamar. Kuinjak pedal gas kuat-kuat, melesat bak anak panah yang terlepas dari busur. Rumah dengan gaya tradisional terlihat beberapa meter di depan. Kuhela napas untuk menekan kecemasan.

Titik Temu: Kembali MemulaiWhere stories live. Discover now