Wonwoo mengeratkan pegangan pada tali ranselnya. Ia menatap gerbang sekolahnya yang sudah mulai ramai berlalu lalang warga sekolah.
Wonwoo hanya dapat menghembuskan nafas secara kasar. Ia selama seminggu tidak berada di asrama tetapi ia tetap masuk sekolah seperti biasa.
Tak dapat dipungkiri ia merasa takut selama seminggu ini. Setiap dirinya datang ke sekolah tak ada Jihoon, Minghao, dan Soonyoung yang biasa akan berangkat bersama dari asrama.
Ia melangkahkan kakinya secara perlahan menuju halaman sekolah. Berada di ujung koridor, ia sempat melirik sekilas ke depan dan ternyata banyak yang menatapnya penuh kebencian dan ketidaksukaan.
Ia tau disini anak beasiswa selalu dipandang rendah oleh yang lainnya. Tapi kenapa selama beberapa bulan disini hanya dirinya yang ditindas. Ia tidak pernah mencari gara-gara dengan orang lain. Paling dia hanya akan berkelahi dengan Soonyoung berebut makanan yang dibuat oleh Minghao atau Jihoon. Tidak ada yang lain, itu sudah biasa terjadi diantara mereka.
Apa karena ia berteman dengan Jihoon yang selama ini dia mendengar desas desus bahwa Jihoon merupakan salah satu anak dari orang terpandang disini?
Lalu apa dirinya tak boleh berteman dengan Jihoon dan yang lainnya yang merupakan anak dari orang terpandang?
Bukannya dia dan mereka itu sama saja? Sama-sama pelajar yang mencari ilmu melalui jenjang pendidikan di sekolah yang sama dengan fasilitas yang sama dan kebutuhan yang dan juga hanya sebagai anak. Toh yang terpandang itu orang tuanya bukan para pelajar disini.
Terkadang dirinya tak habis pikir dengan orang-orang yang selalu membangga-banggakan kekayaan dan jabatan orang tuanya. Apa tidak ada lain yang bisa dibanggakan selain itu? Oh, mungkin ada bagi mereka 5 orang yang berdiri di ujung sana.
Membanggakan kemampuan membully mereka terhadap dirinya yang lemah, miskin, dan hanya orang beruntung yang mendapat beasiswa di sekolah ini.
Jujur, Wonwoo cape dan malas menghadapi mereka. Melawan pun tak ada gunanya. Biarlah dia lalui ini dan tunggu pembalasan dari Tuhan.
Wonwoo berjalan perlahan dengan wajah menunduk. Dia tau Jeonghan, Seungcheol, Jisoo, dan Jun membawa telur mentah dan beberapa plastik berisi air serta tepung, Mingyu hanya berdiri disebelah mereka. Ia tau apa yang akan terjadi setelah ini.
Kelasnya masih harus naik ke lantai atas dan tangganya harus melewati mereka berlima. Wonwoo memejamkan mata saat tau Jeonghan dan yang lainnya akan mulai melemparinya tapi dia tak merasakan apapun menghantam tubuhnya. Yang ia rasakan hanyalah dekapan dari seseorang.
Perlahan Wonwoo membuka matanya. Seseorang berhasil menghalangnya dan menjadikan dirinya sebagai korban dari lemparan Jeonghan dan teman-temannya.
Ia tak tau siapa orang didepannya yang mendekapnua ini. Pria paruh baya kira-kira seumuran dengan ayahnya.
Semua orang disana terkejut melihat kejadiannya.
"A-appa~" Lirih Jeonghan.
"Jadi ini kerjaan kamu disekolah bersama teman-temanmu?" Ucap Pria tadi.
"I--ini gak seperti yang Appa kira" Jawab Jeonghan terbata.
"Lalu? Ini apa baju belakang appa ini apa? Ketidaksengajaan?"
"Kalian berlima terutama kamu Jeonghan, Appa tunggu di dalam kantor Kepala Yayasan bukan Kantor Kepala Sekolah tapi Kepala Yayasan." Ucap tegas pria tadi yang ternyata ayah dari Jeonghan.
Pria paruh baya tadi berbalik melihat keadaan Wonwoo dan tersenyum lembut.
"Hei kamu tak apa nak?" Tanya pria tersebut dengan lembut.
"Ya~ saya tidak apa-apa tuan" Jawab Wonwoo
"Jangan takut sama saya. Perkenalkan saya Lee Donghae. Ayah dari Lee Jeonghan yang membullymu tadi. Siapa namamu?"
"Saya Jeon Wonwoo. Eum~ saya bantu bersihkan jas milik anda. Karena saya, jas mahal anda menjadi kotor" Ucap Wonwoo sambil berusaha mengeluarkan tisu dari dalam tasnya.
"Hei tak perlu, ini bukan salahmu. Ini semua salah anak saya. Salah saya juga yang mendidiknya kurang benar sehingga seperti ini. Dan beruntung saya tau kelakuan anak saya yang sebenarnya bagaimana tidak hanya mendengar dari laporan orang-orang."
"Eh? Tapi karna anda melindungi saya, jas anda jadi kotor dan bau seperti ini."
"Tak apa jas ini tak seberapa bila dibanding dengan pengorbanan mu selama ini nak. Oh ya saya harus menemui mereka berlima kau masuk saja ke dalam kelas. Nanti kau akan kutemui lagi."
"Terimakasih, Paman"
"Sama-sama, nak"
Wonwoo membungkuk hormat pada Donghae yang telah menyelamatkan nya. Tubuh Wonwoo semakin jauh menaiki anak tangga.
Donghae hanya dapat tersenyum melihat Wonwoo. Ia merasa tenang dan nyaman saat mendekap tubuh Wonwoo dalam pelukannya.
Rasanya yang tidak asing tetapi telah lama menghilang.
Donghae pun mengambil plastik minuman yang ia bawa tadi dan menjadikannya tempat jasnya yang kotor.
Dirinya hanya bisa menghela nafas kasar mengetahui kelakuan anaknya itu.
Ia sangat berterimakasih pada seseorang yang selama ini selalu menjadi tangan kanannya memata-matai dan mengawasi anaknya selama disini.
Donghae melihat seseorang yang menjadi tangan kanannya berdiri disudut koridor. Ia menghampirinya dan menepuk bahunya.
"Terimakasih atas kerja kerasmu, nak."
Orang tersebut hanya membungkukkan badannya kepada Donghae.
"Sudah seharusnya saya melakukan ini sebagai ucapan terimakasih saya kepada anda karena telah membantu keluarga saya."
Donghae pun meninggalkan tempat tersebut dan menuju Ruang Kepala Yayasan menemui anaknya dan keempat temannya.
Haii aku kembali...
Maaf ya baru bisa update...
Soalnya kemaren aku tepar, jatuh sakit 2 hari...Semoga masih ada yang nunggu work ini.
Maaf kalo cuma pendek. Dan maaf kalo banyak typo dan tidak nyambung wkwkwk...
Jangan lupa vote dan comment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile Flower || SEVENTEEN
FanficLangsung aja buka.. Gak pake deskripsi hehe.. Asli pemikiran sendiri yaa