1. Side by side

5.6K 565 195
                                    

Harry Potter by J.K Rowling
Narnia by C.S Lewis
Magic Portal by Alyn Granger
.
8th year after war
.
Happy Reading
.
.

Gadis itu tengah berjalan menyusuri lorong dengan diapit oleh dua orang sahabatnya. Yang satu, memakai kacamata dan yang satu, berambut merah. Mereka biasa dikenal dengan sebutan Trio Golden Gryffindor. Sang gadis tengah asik mencelotehi salah satu temannya yang berambut merah, agar mematuhi norma dengan tidak makan sambil berjalan. Sedangkan pria berkacamata hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum melihat kedua insan tersebut.

Mereka sampai di aula untuk makan malam. Ketiga orang itu mengambil tempat duduk di barisan Gryffindor tentunya. Sang gadis masih setia mencelotehi temannya agar menyimpan semua cokelat dan kembali memakannya nanti. Namun, nihil celotehan sang gadis bak angin lewat oleh pemuda berambut merah.

Dentingan gelas terdengar. Aula yang semula ricuh dengan ajaib diam seketika dan memperhatikan asal suara. Di sanalah berdiri seorang wanita paruh baya namun berjiwa tegar dan tegas tengah mengumumkan sesuatu. Professor Mcgonagall.

"Hello, ladies and gentleman. Berhubung tahun ajaran baru sudah di mulai. Saya dan beberapa Professor sudah berunding dengan pemilihan Kepala Murid." Wanita paruh baya itu membuka sebuah perkamen dan menarik napas panjang. "Well, saya yakin para siswi akan berteriak kencang. Kepala Murid laki-laki dijatuhkan kepada Mr. Draco Malfoy."

Sorak ramai bersahut-sahutan dari arah meja Slytherin. Tak kuasa keturunan Malfoy itu berdiri sombong sembari mengukir senyum miring andalannya. Para siswi Slytherin beteriak histeris ketika mendapati Draco berkedip ke arah mereka.

"Dan Kepala Murid perempuan akan jatuh kepada....hm, aku suka pada perpaduan ini. Hermione Granger!" Professor Mcgonagall menyeru lantang nama Hermione. Sorak sorai meja Gryffindor pun terdengar. Dan membuat meja Slytherin menjadi sinis.

Tubuh Hermione menegang dan rahangnya serasa ingin jatuh dari tempat seharusnya. Ia bingung ingin merasa bahagia atau justru kesal. Bagaimana bisa pasangannya harus si musang melambung itu. Mendengar namanya saja sudah membuat gadis itu mual setengah mati. Apalagi harus berdampingan. Lihat saja, senyuman sombong yang terpatri di wajahnya. Ingin sekali Hermione tenggelamkan pria itu ke dalam Danau Hitam.

••••

Hermione memasuki segala pakaiannya kedalam koper dengan dibantu oleh Ginny Weasley. Teman baiknya sekaligus kekasih dari Harry Potter. Ia terlihat bercengkrama dengan gadis berambut merah tersebut. Sesekali Hermione mengeluarkan tawanya karena Ginny menyumpahi Ron. Ginny berhenti sejenak dari aktivitasnya lalu memandang Hermione. Yang dipandang hanya balas menatap dengan alis berkerut.

"Ada apa?" Tanya Hermione kepada Ginny.

Ginny menggeleng lalu tersenyum kepada Hermione. "Aku hanya khawatir bila musang itu berbuat yang tidak baik kepada dirimu."

Hermione terharu sejenak. Mengingat ia disayang dan dipedulikan oleh orang sekitarnya. Hermione merengkuh tubuh Ginny. "It's gonna be ok. Musang itu tidak akan berani menyakitiku. Percayalah."

Ginny mengangguk. Gadis itu percaya bahwa Hermione adalah perempuan tangguh. Bahkan Hermione pernah mematahkan hidung Draco Malfoy saat tahun ketiga.

Gadis itu telah selesai mengurusi barang-barangnya. Hermione segera pergi ke asrama Kepala Murid. Tentunya ditemani oleh Harry Potter. Gadis itu sudah mengatakan bahwa Ia sanggup membawa barangnya sendiri. Tapi Harry menolak, alih-alih takut Hermione bertemu dengan troll gunung.

Setelah sampai, Harry berpesan dan agar ia tidak terlalu dekat dengan Draco Malfoy. Hermione mengangguk lalu melambaikan tangan pada sahabatnya. Hermione masuk menggunakan kata sandi. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Untuk dihuni dua orang, ruangan ini jelaslah sangat besar. Ruangan bersantai dengan dua sofa; hijau dan merah, pantry, kamar mandi. Ia membuka pintu kamar tidur yang bertuliskan 'Hermione Granger'. Dirinya tidak bisa menahan ke kegaguman. Hermione masuk dan menyentuh ranjang berukuran queen size. Bahkan kamar asramanya tidak sebesar ini.

Hermione merapikan dan menyusun barang-barangnya. Seperti memasukan pakain ke dalam lemari, menyusun beberapa buku di rak, atau hanya bersantai di atas empuknya kasur. Rona dan senyum pada bibirnya jelas sekali menandakan bahwa gadis ini sangat senang.

Hermione mengambil beberapa buku dengan judul The Cronicles of Narnia. Ia berjalan keluar dari kamar dan duduk pada sofa berwarna maroon dengan dihiasi warna emas disisi pinggirnya. Bersandar pada halusnya sofa dan meluruskan kakinya. Sungguh nyaman.

Saking asyiknya membaca. Gadis Gryffindor tersebut tidak menyadari seseorang masuk. Seseorang itu melihat datar Hermione yang sedang tersenyum sendiri akibat buku tersayangnya. Ia melangkahkan kakinya agar dekat dengan gadis berambut karamel tersebut.

"Narnia? Apa itu?" Tanya seseorang itu mendadak.

Hermione dengan spontan melempar bukunya kebelakang dan sukses untuk mengenai wajah tampan orang tersebut. "Apa-apaan kau, ferret!"

Orang yang disebut ferret pun menggeram rendah. Mengambil buku dari wajah dan membuangnya asal. Membuat Hermione menjerit kecil karena buku tersayangnya dilempar begitu saja.

"Kau yang apa-apaan, semak! Tidak menyadari seseorang masuk dan hanya tersenyum pada buku seperti orang gila!" Teriak Draco di depan wajah Hermione.

Wajah Hermione merah padam dan tangannya terkepal. Pertanda ia sangat kesal dengan perlakuan orang di hadapannya. Hermione mendorong Draco. Tidak sampai membuatnya jatuh, tapi berhasil membuat Draco limbung kebelakang.

Hermione bangkit dari sofa, mengambil bukunya yang dibuang Draco lalu memasuki kamarnya. Jangan lupa dengan membanting pintu. Draco hanya mengernyit tidak paham.

Orang tampan bisa salah?

Tidak mau ambil pusing, Draco merapikan barangnya lalu membuat cokelat panas. Ia duduk pada sofa hijau-perak. Draco meniup dan menyeruput pelan cokelatnya. Ia menghela napas mengingat kejadian empat tahun lalu. Melihat orang tuanya mendekam di Azkaban. Bahkan saat sang Ayah diberi kecupan dementor. Draco memijat pelipisnya, menaruh secangkir cokelat panas, lalu bersandar. Perang memang telah berlalu. Tapi ia takut akan pandangan orang-orang terhadap dirinya. Seorang mantan death eaters. Sebenarnya Draco tidak sudi untuk mengikuti si pesek itu. Tapi pemuda itu tidak mempunyai pilihin lain. Karena dia memang Anak yang tidak mempunyai pilihan.

Draco melirik kamar yang terletak di samping kamar tidurnya. Kamar, Granger. Hati nuraninya ingin sekali mengetuk lalu berkata maaf. Tapi, Malfoy tetaplah Malfoy. Ia akan selalu teguh pada prinsipnya. Menjunjung tinggi harga diri dan martabatnya.

Started at February, 2020•jangan lupa vote dan comment—woof u✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Started at February, 2020
•jangan lupa vote dan comment
—woof u✨

[✔️ ] Magic Portal; DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang