9. Mawar (a)

22 5 0
                                    

-Happy Reading-

Kini aku berada di rumah Alan. Ya, sejak kejadian memalukan di istana beberapa jam yang lalu, kini Lura lebih menitipkanku kerumah orang lain dari pada tempat tinggalnya sendiri. Sungguh kejam memang, awas saja kalau ketemu nanti. 

Setelah sampai, aku memandang rumah Alan yang cukup besar ini. Ada dua lantai, dan dia menyuruhku untuk memilih mau di lantai atas atau yang di bawah. Alhasil aku memilih lantai atas, karena keamanan disana mungkin lebih terjaga. Dia membopongku sampai di kamar yang aku pilih. Tidak terlalu besar, namun aku langsung merasakan kenyamanan setelah memasuki ruangan ini. 

"Istirahatlah, kau lemah sekali, aku takut kau mati." Katanya sambil menerbitkan senyum miris di bibirnya. Aku pun membalas dengan tatapan sinis. Enteng sekali dia bilang seperti itu padaku.

Waktu aku ingin membaringkan tubuhku di atas kasur, dan Alan yang bergegas pergi keluar seketika kegiatannya terhentikan. Daun pintu yang siap ia tarik malah di dorongnya kembali, yang artinya dia kembali membuka lebar pintu itu. Aku menatapnya heran, dan bertanya, "Ada apa?"

Senyum sumringah kini terpatri jelas di wajahnya, "sepertinya kau punya kekuatan, boleh tunjukkan padaku?"

DAMN, aku memang sudah merasa tidak enak dari awal. "Argh, sudah malam." Tolakku dan mencoba untuk menarik selimut kembali.

"Aku tidak menolak saat Lura menitipkanmu disini."

"Bisa-bisanya kau pamrih." Tuturku yang tak habis pikir dia akan berbicara seperti itu. Aku pun mengubah posisi badan yang semula tidur kini menjadi duduk di pinggiran kasur. "Baiklah, sekali saja."

Nampaknya aku sekarang bingung harus menunjukan kekuatan mana yang akan ku perlihatkan padanya. Lantaran saat ini aku sudah lelah sekali, badanku pun sakit semua bagaikan tulang yang patah secara bersamaan. 

Mataku tak sengaja menatap ke arah nakas dan mendapati vas bunga mini, di situlah ideku muncul. Dengan sekali jentikan jemari tanpa perlu mantra sana-sini, benda itu lenyap seketika. Alan yang sedari tadi memperhatikan, seketika tercengang. Dia bertepuk tangan ria dan memujiku bahwa aku hebat sekali. Aku bersikap sombong di hadapannya.

"Baiklah, kini giliranku."

Diriku yang tidak mengerti apa-apa dengan ucapan yang dia maksud, di saat itu juga aku menatapnya ragu.

Kulihat dia melakukan sama persis dengan apa yang aku lakukan sebelumnya, menjentikan jemarinya dan...benda yang aku lenyapkan seketika muncul lagi di posisi yang sama. Mataku terbelalak karenanya, aku memandang Alan dan vas bunga itu secara bergantian. Aku bertepuk tangan, "Kau juga punya kekuatan?" Tanyaku dan langsung di balas dengan anggukan.

Sepertinya aku salah kira, yang awalnya aku berpikir bahwa dia adalah pria biasa ternyata salah besar. Badannya yang kekar berotot itu memang menunjukan bahwa dirinya mirip seorang kesatria. Seperti yang aku pernah lihat di film-film, badan gagah, dada bidang, serta wajah tampan bak pahatan Dewa, dan memiliki kekuatan. Aku pikir itu hanyalah khayalan semata, tapi kini aku bisa melihatnya dengan nyata. Astaga, bagaimana bisa tokoh fantasi seperti itu ada di hadapanku sekarang ini. 

"Cih, aku tahu saat ini kau sedang kagum padaku."

Aku terkesiap dan mengedipkan mataku berulang kali, baru sadar aku telah menatapnya lebih dari dua pulu detik demi mendeskripsika fisiknya dalam hati. Ya Tuhan, mana dia orang yang sangat percaya diri, bisa mati aku kalau ketahuan memikirknnya.

"Tidurlah, tapi aku tidak yakin kau bisa menghilangkan wajahku dalam pikiranmu."

***

Pagi menjelang siang, suhu udara di perkirakan sekitar 20 derajat selsius. Aku terbangun dari tidurku dan turun ke lantai bawah untuk menemui Alan.

BRRR, dingin sekali. Rasanya aku ingin menarik selimutku dan lanjut tidur sampai siang nanti. Langit mendung dan tidak ada matahari muncul sangat mendukung kegiatan itu di lakukan. Tapi sepertinya aku akan berpikir dua kali sebelum melakukannya, ketahuilah bahwa aku tidak tinggal di rumahku sendiri, melainkan menumpang di tempat orang. Apabila kebiasaan bangun siang itu terlaksanakan, aku sangat merasa tidak sopan sama sekali. 

Ada belasan anak tangga di sini, tak heran jika Alan menceramahiku semalam waktu dia membopongku naik ke atas. Katanya badanku ini kecil tapi berat sekali. Aku tertawa waktu mendengarnya, ternyata bukan Weist saja yang bilang seperti itu.

Waktu aku sudah di anak tangga paling bawah, mataku melirik sekitar ruangan dan mulutku sedikit menganga. Aku baru ingat bahwa Alan memiliki desain rumah yang sangat aneh, bayangkan saja dalam satu lantai bawah ini memiliki tujuh ruangan yang masing-masing harus melewati belokan tembok yang membingungkan untuk sampai di sana. Dan kini posisiku berada di ruang keluarga, lantas bagaimana aku menuju ke tempat Alan berada yang aku sendiri tidak tahu dia dimana. Baik, tarik nafas dan tenang. Kita pilih jalan sebelah kanan.

Ruang dengan desain interior kuno namun mewah, dinding yang bernuansa coklat dan karpet berwarna merah, serta lentera yang menggantung di setiap sisi ruangan sebagai penerang berhasil membuatku kagum akan rumah ini. Di setiap perjalanan, entah sudah beberapa kali langkahku terhenti demi melihat hiasan yang dipajang di dinding. Satu hal aneh yang ku temukan di sepanjang jalan, yaitu mawar biru yang terletak di sudut lorong penghubung kamar dan ruang keluarga. 

Kalian mungkin akan berpikir jernih jika aku mengatakan bahwa aku telah menemukan mawar berwarna biru. Konyol? Terserah!

Aroma yang aku cium sama sekali tidak menjelaskan bahwa itu adalah mawar biasa pada umumnya. Bayangkan saja aku sudah bisa menghirup baunya di kejauhan dua belas meter. Di saat aku mencoba untuk menyentuhnya, mawar itu mengeluarkan asap hitam di sekelilingnya. Aku kaget setengah mati saat tidak sengaja menghirup asap itu. Wangi yang sangat ku puji sebelumnya kini berganti bau magis, menyengat dan sangat tidak enak sekali jika terhirup. Entah kenapa aku berpikir bahwa ini bagian dari ilmu hitam. Dan aku juga merasa, ini berkaitan dengan seseorang.

"Maaf nona, bisakah kau menjauh dari mawar itu?"

Seseorang bicara di balik punggungku dan sontak aku membalikkan badanku. Aku mendapati seorang wanita paruh baya yang berpakaian pelayan, ow aku baru tahu jika Alan memiliki pelayan di rumahnya karena dia tidak pernah bilang padaku.

"Boleh aku tahu sesuatu tentang mawar ini?" Tanganku menunjuk mawar yang ada di belakangku, dan aku kembali heran karena sekarang bunga itu berubah warna menjadi biru lagi.

Mataku tak henti-hentinya menatap kejadian ganjil tersebut, akhirnya aku pun sadar sampai pelayan yang ada di hadapanku ini bersikap aneh. "Hei.." Sahutku kembali saat kala dia menunduk tak mau menjawab pertanyaanku.

"Maaf nona, kami merahasi-"

"Itu bukan apa-apa."

Suara bariton khas pria tiba-tiba menggema di sepanjang lorong, kami berdua otomatis menoleh ke sumber suara. Alan menghampiri kami dengan langkah tegapnya, menatap mataku dengan sangat intens dan aku sedikit bingung dengan arti tatapan itu. Auranya berbeda, ditambah jubah hitam yang ia kenakan menambah kesan misterius dalam dirinya.

Apa yang akan dia lakukan?

*To be Continued*


Tidak ada caption panjang di part kali ini, aku hanya berharap cerita ini selesai sebelum malas melanda diriku lagi :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'll Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang