Telat bangun, dipaksa olahraga pula! >.<
*
Kamu tidak tahu betapa berartinya satu senyuman itu untukku.
─ Nigea Kamanian
*
*
Dengan sedikit terburu-buru, aku mengenakan kaos kaki lalu berlanjut memasang sepatu olahragaku yang sudah tidak bisa lagi dikatakan berwarna putih lagi. Si pemilik sepatu cukup malas untuk mencuci sepatunya, hingga meninggalkan warna kuning di beberapa bagian. Nanti, jika ada waktu, aku akan mencoba menyempatkan diri untuk membersihkannya.
Raga sudah berdiri dengan wajah yang sangat segar di depan pagar kosku. Wajahnya sama sekali tidak terlihat lelah atau kurang tidur. Padahal aku yakin, semalam Raga menghabiskan waktunya untuk belajar di kos. Dia bukan tipikal orang yang suka menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman-temannya. Hanya di waktu tertentu jika ia merasa kegiatan berkumpulnya cukup penting.
Raga memang lebih suka belajar. Mengingat betapa gilanya lelaki itu dengan belajar, dia baru akan berhenti ketika sudah terlalu lelah. Mungkin itu yang menyebabkan Raga tidak pernah mempermasalahkan malam minggu, dimana kebanyakan para jomblo disudutkan hanya karena terbiasa mendekamkan diri di rumah atau paling-paling jalan dengan teman-teman tanpa pasangan. Aku yakin, Raga tidak akan peduli terhadap hal-hal seperti itu.
"Kesiangan, huh?" tanya Raga agak sarkas. Dia sangat tahu kalau aku kesiangan. Dia hanya bertanya untuk menyindir saja.
"Cuma telat sepuluh menit, kok," belaku pada diriku sendiri. Meski tetap saja aku salah.
Jari-jariku masih sibuk mengikat tali sepatu. Rasanya jadi sulit karena Raga terus memperhatikan di hadapanku. Kenapa aku jadi gugup?
"Tetap aja telat. Janjiannya jam tujuh. Sekarang sudah jam setengah delapan lewat," kata lelaki bertubuh tinggi tegap di hadapanku ini untuk membalas dengan sebuah kenyataan yang membuatku kalah telak. "Tiga puluh menit, loh. Bukan sepuluh menit," lanjutnya memperingatkan yang lebih terasa menyindir.
Setelah berhasil melawan diriku yang tiba-tiba merasa gugup tidak jelas, aku telah menyelesaikan pekerjaanku mengikat tali sepatu. Lalu aku berdiri di hadapan Raga sambil menyengir.
Aku baru sadar, ternyata aku pendek juga jika dibandingkan dengan tubuh Raga yang memiliki tinggi yang keterlaluan ini. Tinggi tubuhku hanya sebatas bahunya. Makanya ketika berbicara dengannya, aku sampai harus mendongak.
Aku memindai penampilannya hari ini. Hanya menggunakan baju olahraga saja, Raga terlihat sangat... keren! Sebenarnya dia berpakaian seperti kebanyakan orang yang ingin berolahraga. Tetapi entah kenapa, dia terlihat lebih memukau. Celana training hitam bergaris putih yang membungkus kaki jenjangnya serta jaket olahraga berlengan panjang dengan resleting yang terkunci hingga leher. Membuatnya semakin terlihat segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Affection (COMPLETED)
عاطفيةSeolah belum cukup dikecewakan oleh orang yang disukainya, Gea membiarkan dirinya terjebak dalam lingkaran semu. Gea rela menghabiskan banyak waktunya dalam hubungan pertemanan dengan Raga agar dapat mempertahankan lelaki itu. Gea membiarkan dirinya...