9. Menyatukan Hati

130 20 3
                                    

Tiada waktu seindah malam

Ketika semua terlelap dalam mimpi,

yang lain bertemu diam-diam

di tengah hutan yang sepi

Alunan seruling Kazam begitu nyaring dan menyayat, memecah kesunyian hutan yang menjadi tempat pertemuan mereka. Nadanya tak terdengar seperti lagu gembira, sebaliknya lagu dia mainkan seperti orang yang sedang patah hati. Rhaya ada di sana, duduk tak jauh dari tempat Kazam duduk. Gadis itu memilih bersandar di bawah pohon sambil memandangi danau, sedangkan Kazam lebih suka berada di dekat danau.

Ucapan ayahnya pada waktu makan malam mengganggu hatinya hingga saat ini. Cerita bahwa Haris serius ingin menjalin hubungan dengannya membuat Rhaya tidak nyaman, apalagi Priam sudah mewanti-wanti untuk tidak menolak lamaran kali ini sewaktu Rhaya ingin mengatakan ketidaktertarikannya pada Haris. Bagaimana dia harus menjelaskan pada keluarganya, bila dia sudah memiliki orang lain yang dia sukai, yaitu Kazam?

"Kazam...," Rhaya menatap sang Jugook yang masih meniup seruling, "Kenapa perempuan harus berpasangan dengan laki-laki?" pertanyaannya menghentikan tiupan seruling Kazam.

"Kalau laki-laki berpasangan dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, tatanan dunia akan kacau-balau," Kazam tersenyum geli. "Segala sesuatu berpasangan, seperti langit dengan bumi, siang dengan malam, baik dan buruk."

"Laki-laki berpasangan dengan perempuan untuk menyemai cinta, beranak-pinak, menciptakan kebahagiaan," lanjut Kazam sambil menatap danau.

"Tapi, kalau kita tidak mencintai lelaki yang akan kita nikahi, apa gunanya berpasangan?" Rhaya memeluk kakinya dan menatap ke depan dengan sedih.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Kazam menoleh ke arahnya. "Apa ada yang melamarmu?"

Rhaya diam, sedikit ragu untuk menceritakan kejadian sore tadi.

"Apa yang terjadi?" Kazam bangkit dari tempatnya duduk, kemudian berpindah ke sisi Rhaya.

Gadis itu menyandarkan kepala ke bahu Kazam, "Seandainya saja, kau bukan Jugook. Mungkin kau bisa datang pada Ayahku dan meminangku."

"Neiaku," Kazam mengusap rambutnya dengan lembut. "Kau semakin aneh. Apa ada sesuatu yang membuatmu tiba-tiba bertanya seperti ini?' Dia mendesak Rhaya secara halus.

"Haris baru saja melamarku hari ini," jawabnya setelah bungkam agak lama.

"Kau menerimanya?"

"Aku menolak," Rhaya menjawab kalem.

Senyum Kazam melebar.

"Tapi Ayah ingin aku menerimanya," lanjutannya membuat senyum Kazam lenyap.

"Ah, jadi itu masalahnya," desah lelaki itu.

"Ya. Aku menolak lamaran Haris, tetapi Ayah ingin menerimanya. Dan, kali ini Ayah sudah mengancamku untuk menerima Haris. Dia tidak ingin aku menolak lamaran lagi," Rhaya memejamkan mata, mengingat kembali percakapan petang tadi.

***

"Demi Nua, apa yang membuatmu menolak Haris?" Priam mengerjap tak percaya ketika mendengar penolakan Rhaya.

"Aku tidak menyukainya," jawabnya pelan.

"Hanya itu?" Pria itu membelalak tak percaya. Dia mendesah kesal sambil meminggirkan piring makan malamnya. "Haris lelaki baik, dari keluarga baik-baik, santun, ramah, dan bisa diandalkan. Kenapa kau sia-siakan lelaki seperti ini? Dewa bisa mengutuk kita kalau kau abaikan lelaki baik ini!" nada suaranya meninggi.

Rhaya tak mengatakan apa-apa, tetapi dahinya tertekuk. Haris memang baik, lantas kenapa dia tidak boleh tidak menyukainya? Apa hati harus dipaksa?

"Rhaya, sebenarnya, lelaki macam apa yang kau mau?" pertanyaan Priam membuyarkan lamunannya. "Katakan pada Ayah, supaya Ayah bisa mencari calon yang tepat untukmu. Supaya tak ada lagi penolakan-penolakan tidak beralasan seperti ini!"

Blooming SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang