Waktu berjalan sangat pelan. Sehari, dua hari, tiga hari, hari-hari itu terasa begitu sunyi dan memberatkan. Biasanya, setiap pagi Haris pergi ke ladang lalu pulang saat sore. Setelah itu dia akan membersihkan diri dan bersantai bersama adik-adiknya di rumah, atau pergi mengunjungi orangtuanya. Itulah ritme kehidupannya selama ini.
Namun beberapa hari terakhir, alunan hidupnya seperti terganggu. Dia tak bisa berkonsentrasi mengurus ladang. Ada saja yang mengganggu pikirannya hingga pekerjaannya kacau. Entah caranya yang salah, seperti saat mengambil umbi yang hendak dipanen atau saat akan menyabit ilalang, di mana dia malah duduk diam dan memandangi ilalang itu, padahal seharusnya dia membersihkannya.
Saudara-saudaranya meledek bahwa dia sedang jatuh cinta. Namun, Haris tidak ingin memercayainya begitu saja. Pria itu belum yakin, apakah perasaan yang mengganggu dirinya saat ini adalah cinta atau cuma ketertarikan semata.
Semua ini karena Rhaya! Salahkan gadis itu karena membuat hatinya gundah. Sungguh menggelikan, karena sekian lama mereka saling mengenal, Haris sama sekali tak pernah tertarik pada gadis itu. Namun, saat melihatnya membawa makanan pada Iksook Inarha beberapa waktu lalu, entah kenapa ada sesuatu yang mengusiknya.
Senyum Rhaya, sikap gadis itu pada orang lain, sorot matanya, Haris paham, ada sesuatu yang disembunyikan bahkan ditutupi olehnya. Sikapnya seperti sebuah keengganan untuk mengungkapkan kebenaran, sekaligus kemarahan terhadap sesuatu.
Selama ini dia mendengar perjodohan Rhaya selalu gagal, entah karena Priam yang tidak setuju atau Rhaya sendiri yang tidak menyetujuinya. Itu terus berlanjut sampai sekarang hingga lamaran-lamaran untuk Rhaya berkurang.
Dulu Haris tak ambil pusing dengan masalah itu, dia menganggap bahwa bisa saja belum ada lelaki yang cocok untuk Rhaya. Tapi sekarang, dia penasaran dengan penolakan-penolakan Rhaya. Pria itu ingin tahu, kenapa gadis itu menolak pria-pria yang melamarnya.
Penjelasan Priam beberapa waktu lalu belum memuaskan. Dia ingin mendengar secara langsung alasan Rhaya menolak lelaki-lelaki yang meminangnya. Karena itu, hari ini, ketika panen besar tiba, Haris sengaja bergabung dengan rombongan Priam. Saat pagi menjelang, Haris sudah bersiap-siap di teras rumah dan menyibukkan diri di sana sampai keluarga Priam lewat.
Dia sengaja mencegat Priam dan mengulur waktunya. Setelah berbasa-basi sedikit, Haris pun memintanya untuk menunggu sebentar supaya dia bisa mengambil sabit dan ikut pergi ke sawah. Kedua adiknya sudah pergi dari tadi bersama rombongan tetangga yang lain, sehingga ia mengunci rumah sebelum pergi.
Agak mengherankan, Haris tak melihat Rhaya dalam rombongan kecil itu. Sesampainya di sawah, dia sengaja mendekati Viskan dan menanyai soal kakaknya. Viskan pun cengengesan dan menjawab malu-malu, "Sepertinya Kakak bangun kesiangan lagi. Sudah hampir seminggu ini dia bangun siang."
Bangun kesiangan? Pantas saja belakangan ini yang menyapu halaman depan rumah adalah Shaila, ibu Rhaya. Rumahnya dengan rumah Priam memang berada di satu gang yang sama, meski berada di sisi yang bersebrangan. Jarak antara rumah mereka pun tak lebih dari lima belas langkah, sehingga dengan melongok dari teras saja, Haris sudah bisa melihat aktivitas di halaman rumah Priam.
"Bibi Shaila tidak menegur Rhaya?" tanyanya sambil menumpuk batang-batang padi.
"Sudah, tetapi sepertinya Kakak tak ambil pusing," Viskan terus saja menyabit padi-padi itu dengan cekatan. Gerakan tangannya terhenti ketika melihat seseorang berlari-lari di jalan setapak sawah sambil mengenakan penutup kepala dan mengikatnya dengan buru-buru. "Ah..., Kak Rhaya baru saja datang. Pasti dia panik begitu tahu ditinggal sendiri di rumah. Ayah sedikit kesal padanya, karena itu melarang kami membangunkannya."
Pandangan Haris tertuju pada gadis itu. Rhaya terlihat agak pucat dan gugup. Dia segera bergabung untuk memanen padi. Mereka memanen di lahan yang sama dan hampir berada di barisan yang sama. Hamparan kuning di luar desa Anshosa perlahan-lahan berubah menjadi kecokelatan dan gundul. Setelah menumpuk padi yang sudah dikumpulkan, Haris sengaja memanen sisa padi di dekat Rhaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Soul
FantasyRhaya seorang gadis desa yang penurut dan rajin membantu orang tuanya di sawah dan ladang. Meskipun dia gadis yang cekatan dan ramah, tetapi kehidupan percintaannya berkata lain. Banyak yang datang melamar, tetapi belum ada satu pun yang mengena di...