Rhaya pertama kali mendapat lamaran saat usianya enam belas tahun, usia yang dianggap pantas untuk membina rumah tangga. Lamaran itu datang dari desa tetangga. Seorang pria yang berprofesi sebagai pedagang datang ke rumah Priam dan secara spontan mengungkapkan keinginannya untuk memperistri Rhaya.
Tentu saja Rhaya kebingungan dengan permintaannya. Dia tak mengenal lelaki itu, pun tidak tahu siapa dia. Walau sikapnya santun dan kelakuannya selama bertamu baik, tetapi Rhaya memiliki firasat yang kurang baik terhadapnya. Dan hal itu dibuktikan beberapa hari kemudian, setelah Priam—Ayah Rhaya menyelidiki asal-usul pelamar putrinya.
Dia seorang pedagang, dengan kehidupan yang berkecukupan. Desanya ada di lembah Anamu, sekitar setengah hari perjalanan dari desa Rhaya. Menurut cerita orang-orang, lelaki itu adalah orang baik, santun, dan senang berderma. Sayang, di mata Priam maupun Rhaya kekurangannya hanya satu, lelaki itu sudah berkeluarga.
Di lingkungan tempat tinggal Rhaya, memiliki istri lebih dari satu merupakan tindakan tercela, karena hal tersebut dianggap menodai janji pernikahan. Walau lelaki itu mencoba meyakinkan bahwa kehidupan Rhaya akan terjamin di bawah naungannya, dengan tegas Priam menolak lamarannya, karena tidak ingin putrinya dicemooh sebagai gadis tidak bermoral. Setia pada satu pasangan sampai mati adalah nilai yang dianut seluruh penduduk desa Anshosa.
Setelah pedagang itu, beberapa bulan kemudian datang lagi lamaran dari seorang pemuda yang sebaya dengan Rhaya. Kali ini putera dari salah satu tetua desa. Saat mereka datang ke rumah, Priam sudah was-was, mengingat dirinya hanya warga biasa di desa ini. Keluarganya mungkin bukan keluarga miskin, tetapi mereka juga tidak termasuk keluarga kaya.
Setelah mempertimbangkan baik-buruk pernikahan ini selama beberapa hari, Priam memutuskan hendak menerimanya. Sayangnya, kali ini Rhaya yang menolak. Ia tak suka dengan pemuda itu dan memberikan beragam alasan yang membuat Priam sakit kepala. Pada akhirnya, Priam terpaksa menolak pinangan mereka dengan sangat hati-hati. Untunglah mereka mau menerimanya dengan lapang, bila tidak, mungkin keluarga mereka bisa jadi bulan-bulanan keluarga pemuda itu. Beberapa waktu kemudian, pemuda itu menikah dengan gadis lain yang tak lain putri tetangga Priam.
Kejadian berulang seperti itu terus. Bila Priam tidak setuju, maka Rhaya yang setuju, begitu juga dengan sebaliknya. Tidak ada kata sepakat dari mereka mengenai lamaran-lamaran yang datang, hingga Priam tak tahan lagi dengan kelakuan putrinya.
"Sebenarnya apa yang membuatmu menolak lamaran ini?!" Priam nyaris berteriak ketika Rhaya lagi-lagi menolak pinangan lelaki yang menurutnya baik. Pria berambut hitam kemerahan pendek itu memandang tajam putrinya. "Dia lelaki baik, punya ladang yang cukup, dan biasa bekerja. Kenapa kau tidak mau menikah dengannya?"
Rhaya merengut sembari tetap menyelesaikan sulamannya, karena takut menatap mata ayahnya saat ini.
"Rhaya tidak suka dengan keluarganya," jawab Rhaya. "Ayahnya pemalas, ibunya orang yang cepat marah, adik perempuannya sangat manja pada dia, dan adik laki-lakinya suka mencuri. Mana bisa Rhaya menerimanya?!"
"Tapi—,"
"Pernikahan ini bukan hanya hubunganku dengan dia, tetapi dengan keluarganya juga," gadis itu menyela sebelum Ayahnya bicara, "Bagaimana bisa Rhaya bersikap baik padanya, bila Rhaya tidak suka dengan keluarganya? Lagipula, dia sangat menyayangi adik-adiknya. Sesalah apa pun mereka, dia tetap membelanya!"
Bibir Priam terkatup. Pria bertubuh tinggi tegap itu berdiri di ambang pintu kamar putrinya tanpa bisa membalas kata-katanya.
"Lalu lelaki seperti apa yang kau inginkan?" tanya Priam setelah berhasil menguasai diri.
Kali ini, Rhaya yang tidak bisa menjawab.
***
Bukan hal mudah menolak lamaran orang-orang yang datang kepadanya. Priam harus berhati-hati memilih kalimat serta menjaga cara bicaranya supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang mengakibatkan pihak pelamar tersinggung atau malah sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Soul
FantasyRhaya seorang gadis desa yang penurut dan rajin membantu orang tuanya di sawah dan ladang. Meskipun dia gadis yang cekatan dan ramah, tetapi kehidupan percintaannya berkata lain. Banyak yang datang melamar, tetapi belum ada satu pun yang mengena di...