BAB 1

34 0 0
                                    

"Besar nanti kamu mau jadi apa Ngit?"

"Gak tau,"

"Aku juga gak tau"

Percakapan terhenti tanpa ada jawaban dari pertanyaan itu. Percakapan dua anak, satu laki-laki dan satu lagi perempuan yang kini tengah asyik berlompatan diatas trampolin. Anak perempuan itu terus melompat tanpa kenal lelah, dengan rambut kuncir kudanya yang ikut terhentak-hentak seiring dengan lompatannya.

Tidak seperti anak perempuan itu, si anak laki-laki yang terlihat lebih besar itu hanya tertidur di atas trampolin. Membiarkan tubuhnya terus terhentak karena lompatan anak perempuan itu seraya matanya fokus dengan buku yang kini sedang dibacanya.

"Kira-kira aku cocoknya jadi apa ya?"

"Jadi Guru,"

"Gak ah, guru kan harus pintar. Aku gak suka belajar, gak bisa jadi guru,"

"Jadi dokter,"

"Gak bisa juga Langit, aku gak suka bau rumah sakit,"

"Ya udah, ikutin aku aja sampai gede nanti. Kalau aku jadi guru, kamu ikut. Nanti aku ajarin sampe pintar. Kalau aku jadi dokter, kamu juga ikut. Nanti aku bikin bau rumah sakitnya kaya coklat yang biasanya kamu makan."

"Oke. Aku bakal ikutin Langit terus sampai gede"

Si anak perempuan tersenyum menyeringai. Puas dengan jawaban yang telah dia dapatkan.

Namanya Ibel. Anak perempuan yang terus bertanya itu, namanya adalah Ibel. Usianya terpaut lima tahun dengan anak laki-laki yang tengah bermain bersamanya itu. Rumah mereka berdekatan dan hanya berjarak tidak lebih dari dua puluh langkah. Waktu itu, Ibel tiba-tiba menghampiri sang anak laki-laki tersebut saat ia dan ayahnya sedang memasang trampolin ini. Matanya berbinar-binar terus melihat ke arah trampolin. Seraya terus menunjuk, ia meminta izin untuk menaikinya. Dan sejak hari itulah, mereka menjadi teman.

Anak laki-laki yang terus Ibel panggil itu namanya adalah Langit. Langit Usianya 10 tahun. Lima tahun lebih tua dari Ibel. Dialah teman pertama Ibel di tempat barunya ini.

"Langit, nanti kita jadi nonton kan?"

Dialah Kinara, orang yang Langit suka. Pertama kali bertemu saat masih sama-sama duduk dibangku SMP. Mereka telah menjalin hubungan cinta monyetnya dulu, hingga sekarang.

"Kan ada tugas kelompok yang harus kita kerjain hari ini juga Na," ujar Langit pada Kinara.

"Aku tau kamu pasti bakal bilang itu. Makanya udah aku selesain semuanya"

Diserahkannya sebuah kliping yang memang terlihat sudah rapi lengkap dengan penjelasan juga beberapa gambar di dalamnya. Langit hanya tersenyum melihat ke arah Kinara.

"Jadi kan? ada film bagus yang pengen banget aku tonton"

"Iya deh," ujar Langit mengiyakan ajakan Kinara.

Ngit, aku nanti tampil. Kamu nonton kan? Sebuah pesan masuk dari Ibel.

Langit hanya mendesah pelan. Entah bagaimana ia harus lagi dan lagi menghadapi situasi seperti ini.

Kamu tahu kan Ngit, ini pertama kalinya aku tampil dipanggung sebesar ini, and I'm really excited for that. satu lagi pesan dari Ibel.

Iya Bel, aku pasti datang,

dan akhirnya Langit menyerah untuk menolak permintaan Ibel ini.

"Kina,"

"Kamu mau kursi nomor berapa, biar aku pesenin sekarang. Soalnya ya, film ini tuh bagus banget, jadi takutnya kita gak dapet kursi yang kita pengenin deh. Mau depan atau belakang? atau tengah-tengah?"

Persimpangan KisahWhere stories live. Discover now