Udara pagi berhembus lembut membangunkan Kinara dari tidurnya. Perlahan mata Kinara pun terbuka. Ia kembali mengeratkan sweater yang tengah menyelimutinya sedari malam tadi. Hawa dingin berhasil membuat kulit Kinara menjadi semakin sensitif. Dilihatnya jam terus berputar dengan jarum pendek yang berhenti di angka 5.
Sesegera Kinara pun menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Sekilas ia melihat ke arah kamar tempat Langit tidur. Pintunya masih tertutup rapat. Ia pun memutuskan untuk menghampiri kamar Langit.
"Langit, kamu udah bangun?" ujarnya seraya mengetuk perlahan pintu itu.
Tak lama kemudian, pintu pun terbuka. Terlihat wajah Langit yang masih amburadul dengan wajah setengah sadar.
"Morning," Langit berusaha tersenyum menyapa Kinara.
Kinara pun hanya membalas ucapan Langit dengan senyuman berusaha menahan tawa melihat bagaimana wujud penampakan amburadul Langit saat ini.
Pukul 7 pagi, suasana menjadi semakin ramai dengan suara-suara anak-anak yang tinggal di rumah abah ini. Mereka berlarian, saling berebut dan berusaha menyela antrian, meski ada juga yang hanya pasrah saat beberapa kali harus diusili oleh anak lainnya hingga akhirnya kembali mengantri di belakang untuk mendapatkan sarapannya.
"Teh, aku gak mau pake brokoli nya,"
Itulah beberapa ocehan anak-anak ketika akhirnya mendapatkan antriannya dan melihat sayuran brokoli dan juga wortel yang tertumpuk di atas meja.
"Harus pake, biar pintar" Kinara menuangkan sayur brokoli itu sembari tersenyum ke arah anak-anak yang menolak sayuran itu dengan raut wajah masam.
Hari ini memang Kinara berinisiatif untuk menyiapkan sarapan untuk anak-anak ini. Tentu saja dengan bantuan beberapa relawan di rumah abah ini yang memang secara sukarela datang setiap pagi untuk memasakkan sarapan.
"Teteh siapanya A Wayang?" tanya salah satu anak yang terlihat tengah menginjak usia remaja dan kini tengah sibuk menyendokkan nasi ke piring anak-anak.
"Cantik sekali," ujarnya lagi.
"Temennya Wayang, makasih buat pujiannya" ujar Kinara sembari tersenyum ke arah anak itu.
"Saya kira teh, kabogoh"
Kinara yang memang tidak begitu paham dengan bahasa sunda pun hanya bisa tersenyum mendengar ucapan anak itu lagi tanpa tahu apa maksudnya.
Selesai dengan tugas sarapan, abah lalu mengajak Kinara dan juga Langit untuk sarapan bersama-sama.
"Maaf kalo lauknya seadanya," ujar abah pada Kinara dan juga Langit.
Kinara dan Langit pun menggeleng serempak,
"Ini lebih dari sekedar kata enak kok bah," ujar Kinara.
Nafsu makan Kinara meningkat kala melihat anak-anak itu terlihat begitu menikmati makanan yang hanya berlauk tempe dan juga sayur ini.
"Jadi pulang hari ini?" tanya Wayang.
"Kita harus pulang hari ini Yang, besok Kina kan ada pertunjukan tari, jadi gak bisa menginap lagi" ujar Langit menjelaskan.
"Sayangnya saya gak bisa lihat,"
"Dipertunjukan aku selanjutnya, pokoknya kamu harus liat," ujar Kinara pada Wayang.
Pukul 9 pagi, Kinara dan Langit bersiap untuk kembali lagi ke Jakarta.
"Kamu gak mau kita antar pulang dulu Yang, biar sekalian"
"Gak usah, saya masih ada urusan di sini. Kalian hati-hati ya,"
YOU ARE READING
Persimpangan Kisah
RomanceIni kisah tentang mereka. Tentang rasa mencintai dan dicintai, memendam dan mengikhlaskan. Ini kisah anak-anak manusia yang bimbang di persimpangan jalan kehidupannya. Tentang Kinara, gadis ajaib bagi siapapun yang melihatnya, Langit, pria sempurna...