"Nang, kamu inget ndak sama anaknya bude Sarah yang sekarang tinggal di Bali?" tanya ibu pada Langit dalam panggilan telepon.
Langit terdiam sejenak, otaknya seolah otomatis berpikir berusaha mengingat siapa yang sebenarnya ibu maksudkan itu.
"Langit gak inget bu," ujar Langit menyerah.
"Yo wajar sih kalo kamu ndak inget. Orang kalian ketemu juga waktu masih kecil" ujar ibu lagi.
"Emang kenapa bu, kok tiba-tiba ngomongin ini?"
"Dia itu sekarang tinggal di Bandung"
"Kuliah?"
"Kabur"
"Maksudnya?" Kini kening Langit sedikit mengkerut, mulai penasaran dengan kalimat yang baru saja ibunya ucapkan.
"Ada konflik sama bapaknya, dia ndak diijinin buat jadi seniman, makanya kabur. Bude Sarah minta tolong ke ibu, karena Jakarta sama Bandung kan ndak terlalu jauh to, kamu bisa ndak temuin si Wayang? Bude Sarah khawatir sekali sama anaknya ini" ujar ibu menjelaskan.
Jadi namanya Wayang, pikiran Langit seolah mulai bereaksi dan sekelebat mulai mengingat nama yang terdengar tidak asing itu.
"Wayang yang rambutnya kribo waktu kecil itu ya bu?"
"Iya Nang, tapi sekarang sudah ndak kribo lagi"
Mendengar jawaban ibu, Langit pun tidak dapat menahan senyum gelinya.
"Ya udah, sabtu nanti Langit temui dia. Ada alamatnya kan?" tanya Langit pada ibunya.
"Untungnya sih ada,"
"Ya udah, Ibu kirim alamatnya ke Langit ya" ujarku seraya mengakhiri panggilan.
Terlihat jam sudah menunjukkan pukul delapan lebih, akupun segera beranjak jika tidak ingin terlambat masuk kelas. Berhubung aku memang sudah menginjak semester akhir, tidak banyak kelas yang harus aku lakukan. Akupun tidak ingin menunda kelulusanku dan berusaha menyelesaikannya secepat mungkin.
"Sabtu kita nonton yuk Ngit,"
"Gak bisa Na, aku harus ke Bandung"
"Bandung? Ngapain?"
"Nemuin sepupuku, disuruh ibu"
Drrtt,
Obrolan Langit dan Kinara pun terhenti karena suara pesan masuk dari ponsel Langit yang ternyata dari ibunya.
Ini nomor telepon nya si Wayang. Kamu coba hubungi dia ya Nang.
Tanpa menunggu lama, Langit pun segera menekan tombol memanggil pada nomor yang ibunya kirimkan itu.
Satu kali tak ada jawaban,
Langit pun kembali mencoba untuk kedua kalinya, tetap tidak ada jawaban
Dengan sedikit menghela nafas, Langit putuskan untuk mencobanya lagi.
"Halo?" Akhirnya percobaan ketiga berhasil.
"Ini Wayang?" ujar Langit berusaha memulai pembicaraan.
"Siapa ya?" ujar Wayang sedikit dengan nada mungkin heran karena aku mengenal namanya.
"Langit, ingat?" ujar Langit lagi, meskipun pertanyaan ingat itu sedikit konyol karena Langit pun tidak mengingat Wayang ini.
"Langit?"
"Sepupu kamu, terakhir ketemu itu waktu kamu main ke Semarang sekitar 12 tahun yang lalu,"
"Gak terlalu ingat sih, tapi nama kamu gak asing buat saya"
"Sebenarnya banyak yang mau aku kasih tau ke kamu, gimana kok aku bisa tiba-tiba nelepon kamu begini. Tapi mending aku jelasin saat aku ketemu kamu nanti. Aku dapet alamat kamu dari ibu aku, kalau hari sabtu aku main ke situ, bisa?"
YOU ARE READING
Persimpangan Kisah
RomansIni kisah tentang mereka. Tentang rasa mencintai dan dicintai, memendam dan mengikhlaskan. Ini kisah anak-anak manusia yang bimbang di persimpangan jalan kehidupannya. Tentang Kinara, gadis ajaib bagi siapapun yang melihatnya, Langit, pria sempurna...