Loser:04

2.1K 296 46
                                    

04.25

Terlalu pagi untuk terjaga, tapi Jisoo sudah tak bisa memejamkan matanya kembali. Rasanya baru satu jam yang lalu ia terlelap, tapi kini matanya sudah terbuka sepenuhnya. Ia gerakkan bola matanya untuk melirik sosok pemuda yang berbaring di sampingnya. Mendapati sang tunangan masih terlelap, Jisoo beranjak dengan perlahan dari ranjang. Ia raih kemeja putih milik Sehun yang tergeletak di lantai untuk menutupi tubuhnya yang hanya terbalut pakaian dalam. Ia langkahkan kakinya ke arah balkon apartemen Sehun.








Gadis cantik itu menatap pemandangan kota di pagi hari dari balkon. Di tangannya sudah terdapat segelas wine yang baru ia ambil dari mini bar di ruang tengah apartemen Sehun. Ia sesap dengan perlahan cairan merah dengan rasa pekat yang nikmat itu tanpa mengalihkan pandangannya. Ia memejamkan matanya menikmati sapuan angin yang terasa sejuk menerpa kulit wajahnya.




"Kenapa terbangun?" Suara bariton terdengar tepat di telinga kirinya. Ia rasakan lilitan lengan kokoh di sekitar pinggang dan perutnya, juga dagu yang bertumpu pada puncak kepalanya. Siapa lagi pelakunya bila bukan Sehun—tunangannya.

Jisoo tak menoleh sedikitpun, matanya tak lepas dari pemandangan kota yang masih terlihat damai di jam ini.

"Bagaimana pendapatmu tentang kembalinya dia?" pertanyaan itu terlontar dari bibir mungil si gadis.

Sehun terdiam sebentar, menimang jawaban apa yang tepat untuk pertanyaan gadisnya. "Entahlah..." Sehun mendesah pelan, "Aku tidak mengerti," lanjutnya.

Mereka sama-sama diam, memikirkan hal yang sama. Memikirkan tentang teman lama mereka.

"Entah kita yang terlalu bodoh, atau dia yang terlalu pintar sampai kita tidak menyadari keberadaannya selama ini," ucap Sehun.

Jisoo tertawa pelan. "Bukankah kita memang selalu bodoh menghadapi kepintarannya."

Sehun mendengus, kesal dengan ucapan Jisoo yang sialnya tak dapat ia bantah itu.

"Mungkinkah..." Jisoo menggantungkan kalimatnya, ia membalikkan tubuhnya yang langsung disambut dengan pemandangan tubuh atas Sehun yang tak tertutup apapun. "Dia tau siapa yang meneror kita?"

Kita? Ya, Jisoo dan Sehun.

Bukan hanya Jisoo yang mendapatkan teror, tapi Sehun pun mendapatkannya. Bahkan Sehun lah yang paling parah. Pemuda itu mendapat teror kekerasan yang hampir membahayakan hidupnya, berkali-kali. Mereka sudah menyelidikinya, tapi hasilnya nihil. Peneror itu bukan orang sembarangan. Sepertinya setiap langkah yang ia ambil telah diperhitungkan, samapi mereka berdua tak bisa melacaknya.

"Bisa jadi...mungkin itu alasannya baru muncul sekarang." Sehun membenarkan dugaan Jisoo.

"Kita ikuti saja permainannya." Jisoo menyeringai, tak mungkin ia tak menyadari siapa sosoknya. Jisoo dan Sehun tak sebodoh itu untuk mengetahui sosoknya yang sudah menampakkan diri di depan mereka. Mereka hanya tinggal mengikuti alurnya saja, alur yang sudah dia rencanakan.

"Kita boleh saja diam saja, tapi...kamu tau sendiri kakakmu itu sering merubah alur yang sudah ditentukan." Sehun menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah cantik Jisoo.

"Kak Jun?"

"Bukan."

Lagi-lagi Jisoo tertawa pelan mengingat watak kakaknya. "Biarkan saja. Kita sebagai pecundang hanya bisa mengikuti permainan mereka."

"Tsk," Sehun berdecak pelan, "Aku benci mengakuinya, tapi sayangnya kita memang hanya pecundang dihadapan kakakmu."

Tawa Jisoo semakin pecah melihat raut tak senang Sehun. Ia ulurkan tangannya untuk mendekap sang tunangan. Menyandarkan kepalanya pada dada bidang Sehun. "Aku mencintaimu," katanya sambil memejamkan mata, meresapi kehangatan dari tubuh Sehun.

LoserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang