Loser:06

2K 303 74
                                    

"Jadi... Katakan siapa yang menyuruhmu?"

Tatapan semua pasang mata menyorot satu titik. Di mana pemuda yang memakai seragam yang sama dengan mereka namun sudah compang-camping terikat di lantai dengan luka lebam hampir di seluruh bagian wajahnya.

"Kheh.... Sampai matipun aku tidak akan memberi tau kalian," ucapnya dengan sombong.

Ctar

Satu cambukan kembali dilecutkan mengenai punggung pemuda itu oleh Junmyoen.


Ctar




"Akkkkhhhh!!!!" Jungwoo berteriak keras saat Junmyoen lagi-lagi melecutkan cambuknya dengan sekuat tenaga.

"Bahkan dalam kondisi seperti ini kau masih sombong." Baekhyun menendang bahu Jungwoo sampai tersungkur di bawah kaki Jisoo.

Jisoo mengangkat kakinya, menginjak punggung Jungwoo yang penuh dengan luka cambuk dengan keras.

Lagi-lagi Jungwoo berteriak kesakitan. Namun tak ada satupun yang menampakkan wajah prihatin pada Jungwoo—tersangka yang meletakkan kertas teror di loker Jisoo.

Mereka—siapapun itu dalang dari teror ini boleh saja meretas CC TV sekolah, namun mereka tidak akan bisa meretas CC TV yang sudah Kyungsoo pasang di dekat loker Jisoo. Mereka tak sebodoh itu untuk terus dibodohi dengan kertas sampah itu.

Jennie maju, berjongkok di hadapan Jungwoo. Merangkum rambut hitam Jungwoo dan menariknya kuat, mau tak mau kepala Jungwoo mendongak mengikuti tarikan Jennie.

Yang lain hanya memperhatikan; Lay bersandar pada dinding, Jongin, Minseok, Kyungsoo duduk di sofa, Rose duduk di pangkuan Chanyeol, Lisa berdiri di belakang Baekhyun, Sedangkan Sehun, ia duduk dengan tenang di sofa tunggal di ruangan itu sambil menyulut rokok.

"Kau dibayar berapa, huh?"

Pertanyaan Jennie membuat Jungwoo menyeringai di tengah ringisan sakitnya. "Kalian tidak akan bisa membayar sama dengan apa yang ia bayar," jawab Jungwoo masih dengan pongahnya.

"Cuih... Bajingan." Lisa yang berdiri di belakang Baekhyun tak jauh dari Jungwoo, mendekat dan menendang wajah Jungwoo sekuat tenaga. Membuat darah segar keluar dari hidung Jungwoo.

Jennie membenturkan kepala Jungwoo ke lantai sebelum beranjak ke arah sofa dengan perasaan kesal.

Kini giliran Sehun yang mendekat, menghisap rokok dengan ekspresi nikmat. Ia melangkah dengan tenang ke arah Jungwoo yang masih tersungkur di bawah kaki Jisoo.

Suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai menggema di gendang telinga Jungwoo. Jantung Jungwoo berdetak dua kali lebih cepat. Dari semua yang ada di sini. Hanya Sehun yang belum menyentuhnya. Jungwoo tak tau apa yang akan Sehun lakukan padanya. Yang jelas... Ia yakin itu akan sangat menyakitkan. Ia harus bertahan untuk tidak membuka mulut.

Jisoo sedikit mundur saat Sehun berdiri di sampingnya. Memberikan tempat lebih leluasa untuk sang tunangan.

Sehun berjongkok, ia hembuskan asap rokok pada wajah Jungwoo. Membuat Jungwoo terbatuk dibuatnya. Ujung rokok yang ia bakar ia letakkan di atas punggung Jungwoo, tepat di garis luka bekas cambukan Junmyoen. Membuat teriakan Jungwoo semakin keras merasakan panas dan perih bercampur menjadi satu. Teriakannya menggema di ruangan kedap suara yang menjadi markas Exo di sekolah.

Sehun mengikuti garis bekas cambuk dengan ujung rokok yang panas. Ekspresinya datar, tatapannya dingin. Tak ada rasa belas kasih sama sekali. Begitupun dengan semua orang yang berada di ruangan itu.

"Kau begitu melindungi orang itu," Sehun tetap menyiksa Jungwoo dengan rokoknya, "Seolah orang itu sedang mengawasimu saat ini."

Serempak, mereka yang berada di sana saling melirik satu sama lain. Melemparkan tatapan waspada pada siapapun yang tengah menatap mereka.

"Jaga pandanganmu, Lay," Chanyeol berujar, "Kau menatap Rose seolah dia penjahat." Ditatapnya sosok yang bersandar pada dinding sana dengan tajam. Tersinggung dengan tatapan yang diarahkan Lay untuk sepupunya.

"Tak perlu emosi seperti itu, aku hanya waspada," jawabnya dengan tenang.

"Sudah!" Junmyoen buka suara, mencegah perdebatan yang akan terjadi. Membuat Chanyeol menelan kembali makian yang hendak ia lontarkan.

"Dia tidak akan bicara, bahkan meskipun kita membunuhnya. Panggil Yifan, suruh dia kemari secepatnya."

"Kenapa harus Yifan?" protes Jongin atas keputusan Sehun.

Sehun menoleh. "Jika kau bisa membuatnya buka bicara, silahkan."

Jongin hanya berdecak kesal, menyerah dengan keputusan Sehun.










######









Kehidupan itu berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Tak selamanya seseorang berada di atas, dan tak selamanya seseorang berada di bawah. Dan Kim Taehyung tak mengerti, saat ini dirinya sedang berada di atas, atau berada di bawah.

Beberapa Minggu ini, sosok ratu sekolah yang disegani selalu mengikutinya. Mungkin ini adalah berkah, karena dengan begitu tak ada lagi yang mengganggunya juga para sahabat-sahabatnya. Sudah beberapa minggu ini ia terbebas dari bully-an. Dan sekarang, kakak dari ratu sekolah, entah karena alasan apa, tiba-tiba saja bergabung dengannya dan sahabat-sahabatnya. Sikapnya memang ramah, tidak pemaksa seperti adiknya—Jisoo. Baik ia maupun sahabatnya menerima dengan senang hati kehadiran Seokjin di tengah-tengah mereka. Mungkin, dengan begini ia tak kan mendapatkan gangguan lagi dari penghuni sekolah lainnya.

"Di mana rumahmu?"

Namun meski begitu, Taehyung masih tetap merasa tak nyaman dengan gadis yang saat ini berjalan di sampingnya. Mengikutinya sejak bel pulang sekolah hingga mereka hampir sampai di gedung apartemen sederhana yang menjadi huniannya.

"Di-disana." Taehyung menunjuk ke arah gedung apartemen sederhana yang terlihat lusuh.

Tanpa menjawab, Jisoo terus melangkahkan kaki ke arah gedung apartemen itu. Ia sudah menawarkan tumpangan pada Taehyung, tapi Taehyung menolaknya. Pemuda itu lebih memilih jalan kaki daripada pulang menaiki mobil mewah milik Sehun. Dan entah kenapa, daripada memaksa, Jisoo lebih memilih jalan kaki bersama Taehyung.

Rasanya, sudah lama ia tidak jalan kaki seperti ini. Ia bahkan tak ingat, kapan terakhir kali ia jalan kaki.

Sebelum sampai di gedung apartemen Taehyung, merek harus melewati gang sempit yang sedikit gelap meskipun ini siang hari.

Jisoo mengehentikan langkahnya, membuat Taehyung menatap kebingungan.

"Kena—"

Dor

Belum sempat Taehyung menyelesaikan pertanyaannya, sebuah peluru melesat dengan cepat ke arah mereka. Beruntung, Jisoo memiliki insting yang lumayan tajam. Gadis itu segera menarik tubuh Taehyung merapat ke arah dinding lusuh di belakangnya, dan dia sendiri merapatkan tubuhnya pada tubuh Taehyung.

"Lari sekarang, Kim!" Jisoo memberi interupsi sambil menarik tangan Taehyung berlari secepat mungkin. Dan benar saja, beberapa orang berpakaian hitam mengejar mereka.

Taehyung belum bisa mencerna semuanya, ia hanya mengikuti Jisoo untuk berlari secepat yang ia bisa.

"Shit" Jisoo mengumpat, dalam situasi ini ia menyesal telah melarang Sehun untuk ikut dengannya. Ia benar-benar tidak memperhitungkan ini.

Jisoo terus berlari sambil menarik tangan Taehyung, sedangkan beberapa orang di belakang sana terus mengejarnya sambil sesekali menembakkan peluru ke arahnya. Sebisa mungkin Jisoo menghindar dan melindungi Taehyung dari serangan mereka.

Taehyung terjatuh saat Jisoo menariknya agar terhindar dari serangan peluru.

Jisoo berdecak, mau tak mau menghentikan larinya. Membuat beberapa orang bertopeng yang mengejarnya kini mengepung dirinya.

"Sialan kau Kim!" umpat Jisoo sambil menatap Taehyung yang masih tersungkur di tanah.















.........




Yuhuuuu!!!!

Vote dan komentar silahkan...

Tolong dong jangan jadi sider, kalo gak suka gak usah baca. Jangan maksa baca terus gak kasih vote.

LoserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang