Sejak lama aku berusaha mengubah prinsip hidup dan tujuan hidupku. Jauh sebelum bertemu denganmu.
——————————
Gadis itu berjalan dengan tatapan malas, ia malas sekali rasanya menginjakan kaki untuk sekolah. Padahal menuntut ilmu itu wajib sebagai seorang muslim. Namun tidak bagi syifa, sejak awal ia sudah membacklist nama sekolah yang sekarang menjadi sekolahnya. Benar! Semakin membenci maka akan semakin dekat.
Sejak awal ia sudah menentang kemauan sang ayah perihal pilihan sekolahnya, bahwa ia tidak mau bersekolah di sekolah tempat ayahnya sekolah dulu. Syifa tetaplah syifa, bukan syifa jika tidak berontak demi ego yang selalu ia agungkan.
Bahkan ia sampai sampai memusuhi setiap orang dengan berkata "Intinya aku mau sekolah dimana aja asal bukan di tempat itu !!"
Ia sudah banyak mendengar informasi perihal sekolahnya dari beberapa kakak kelasnya dulu. Bahwa sekolahnya adalah sekolah swasta terbaik di kotanya, dengan status para siswa yang notabennya anak orang kaya. Kadang disebut sekolah anak pejabat. Sejak saat itu, ia berpikir bahwa pergaulan disana akan terasa berbeda dari sekolah sebelumnya.
Ia bukanlah seperti kebanyakan anak lain, sebenernya ia termasuk orang yang bisa bergaul dengan siapa saja dari kalangan apapun. Tapi terkadang ia suka merasa minder sendiri dengan dirinya yang serba apa adanya dan sederhana. Jadi ia pikir, anak anak sekolahnya tidak akan bisa menerimanya. Maka dari itu ia protes mempertahankan egonya.
Syifa termasuk gadis yang peka dengan keadaan, terlihat jelas bahwa penghuni disana memang terlihat kalangan elitis. Dan syifa terlihat proleter. Ah berlebihan, padahal syifa terlahir dari latar belakang keluarga yang dibilang cukup kaya. Namun sejak awal keluarganya memang sederhana, dan syifa juga tak suka dengan kemewahan.
Sampai di ruang kelas padahal ia sudah telat 10 menit yang lalu tanpa merasa berdosa. Tak heran ia mendapat tempat sisa dan juga tak bisa memilih tempat duduk. Ditambah lagi tatapan kurang mengenakkan membuat syifa semakin benci dengan sekolahnya.
Sepertinya teman satu bangkunya ini membosankan, tapi tak apa lah .
Syifa berusaha mengajak kenalan, "Hai, namamu siapa?" sapa syifa menampilkan senyum terbaiknya."Tiara" Balasnya.
Syifa ber oh panjang. Lalu seperti biasanya, ia meletakkan kepalanya di meja dan terpejam. Padahal hari ini adalah hari MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), namun ia abaikan.
🌲🌲🌲
Rasanya Syifa tak ingin pulang ke rumah saat ini. Ingin menetralkan pikirannya yang galau karena sesuatu terus menghantui pikirannya.
Seperti biasa, ia pulang dengan transportasi umum yaitu Bus. Bukan Busnya yang ia suka, namun Haltenya yang teduh ditambah pemandangan jalan kota sedikit membuatnya tenang. Sudah hal biasa duduk sendirian untuk ber jam jam sambil melewatkan beberapa bus. Terkesan bodoh, namun hanya ini yang bisa membuatnya tenang.
Membosankan, hari pertama masuk sekolah rasanya sudah ingin pindah. Sekolah itu tak ada kesannya sama sekali, berkeliling sejauh apapun hanya berjumpa dengan gedung. Mengingat lahan sekolahnya yang sempit. Apakah ini sekolah para elitis? Sungguh tidak nampak kesan apapun untuk 3 tahun sekolah disini. Yang nampak hanya bagaimana perlakuan guru pada murid dengan status anak pejabat.
Ia penasaran dengan perpustakaan sekolah, ketika sekolah nampak sepi. Syifa memutuskan untuk berkeliling sekolah dan mencari celah dimana ia akan kabur saat pelajaran. UKS dan perpus, kebetulan pintu perpus tidak di kunci.
"Ihh kuno banget perpusnya!" decaknya sebal, melihat perpustakaan sekolah yang tak ada apik apik nya untuk dilihat. Masih lebih baik perpustakaan SMP, dan ia rindu.
Rak rak buku yang terlihat berdebu, kaca yang tak pernah dibersihkan. Karpet yang sudah usang. Dan koleksi buku yang sepertinya tak pernah di upgrade.
"Bagaimana betah aku bersekolah untuk 3 tahun ke depan di sekolah ini? Apa ini yang dibilang fasilitas memadai? Tidak sama sekali ! Bahkan uks saja sempit dan bocor"
Diam diam ia menaruh banyak kejanggalan di sekolahnya, bukan tentang kisah mistisnya karena sekolahnya sudah 62th berdiri.Tentang pengelolaan dana sekolah, yang bisa saja digelapkan oleh pejabat sekolah. Ia tidak mau suudzon, tapi sekolah dengan uang sebanyak ini dan ditambah dana bos harusnya memiliki fasilitas memadai. Aneh!
Bus yang akan ia tumpangi sudah datang, Syifa masih terus bergelut dengan pikirannya. Apakah benar ada penggelapan dana di sekolahnya ? Lalu ia segera menggeleng ketika busnya sampai di Halte tujuan ——
🌲🌲🌲
Aksa yang sedari tadi fokus dengan buku yang ia baca terpaksa harus menghentikan aktifitas karena sebuah suara yang menginterupsinya. Padahal ia sedang fokus sekali membaca buku tentang Sirah Nabawiyah. Buku favoritnya selama di pesantren.
"Apa mamahmu benar benar akan mindahin kamu satu sekolah dengan adikmu ?" Tanya Ishak penasaran.
Minggu lalu, ibunya memang sudah memberitahunya bahwa ia akan dipindahkan di sekolah yang sama dengan adiknya Azka. Entah alasan apa yang mendasari ia dipindahkan, padahal ia sama sekali tidak ingin dipindahkan. Bahkan jika harus memilih, pondok adalah tempat paling indah menurutnya selama ini. Ia banyak belajar disini, apalagi target menyelesaikan hafalan 30 juz yang belum rampung.
Disisi lain ia senang karena akan sering Quality time dengan keluarganya. Disisi lain ia pasti akan rindu sekali dengan tempat ini, di tambah lagi pengalaman yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan. Ia merasa mandiri disini, dari sini ia juga bisa merasakan indahnya mendaki gunung sebagai tadabur alam.
Satu hal yang sangat Aksa khawatirkan adalah, ketika ia tidak mampu mempertahankan hafalannya di luar pondok. Ia takut terpengaruh dunia luar yang bisa saja melemahkan imanya. Yang pasti Ia sangat takut kepada Allah.
Aksa segera menutup bukunya, lalu membalas pertanyaan Ishak yang sejujurnya membuat hatinya sedih.
Aksa tersenyum hangat kepada Ishak yang terlihat muram, "Iya, Aku berharap mamah berubah pikiran. Aku masih ingin disini lebih lama ish"
Mendengar jawaban Aksa, ada perasaan sedih yang amat mendalam yang Ishak rasakan. Ia hanya bisa berharap bahwa Aksa tidak jadi dipindahkan. Aksa lah yang menguatkan Ishak di pondok ini. Membuat Ishak lebih betah di pondok. Berada di pondok bukan sepenuhnya kemauan Ishak, namun kemauan sang ayah agar Ishak lebih baik lagi.
Dan Aksa yang membuat Ishak betah berada di pondok selama setahun belakangan ini. Aksa dengan segala nasehatnya, meyakinkan Ishak bahwa berada di pondok kita masih bisa berkarya dan bertaqwa kepada Allah. Pondok tidak menghalangi niat untuk terus meraih cita cita.
"Kalau memang benar, jangan lupakan aku ya. Semoga kita masih bisa silaturahim, bagaimanapun keadaan kita"
Aksa tersenyum, lalu memeluk sahabatnya erat erat.
"Insyaallah, nantinya aku akan sering berkunjung kesini ish. Insyaallah aku tidak akan melupakan sahabat sepertimu. Dan juga tetep semangat buat ngehafal dan murojaah. Jangan putus semangat, lanjutkan perjuanganku di pondok ini. Nanti kita mendaki bersama ketika libur ya ish"
Tak disangka, pipinya basah karena air mata. Ia seperti kehilangan buku yang sangat berharga ——
🌲🌲🌲🌲
Revisi ya teman teman, karena kurasa kemarin terlalu kurang bumbu jadi hambar. Makanya ku beri banyak bumbu di revisi kali ini. Tetep jaga kesehatan di saat pandemi corona ini ya teman 💞
Jangan lupa terus ikhtiar, dan berdoa. Insyaallah pandemi akan cepat berakhir.
Jazakumullah khairan katsiran .
Jangan lupa buka mushafnya ya, kurangi nonton drakor di bulan puasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ARGUMEN
AdventureIni bukan perihal cinta monyet anak muda di jaman sekarang yang mencintai tanpa sebab. Ini bukan cerita cinta melankonis yang kronis dan juga tragis. Ini tentang argumen, opini yang selalu kontradiktif walaupun hanya terkadang. Bukan hanya tentang m...