Ketakutan Luna

243 34 8
                                    

¤¤¤Hanya karena kamu menjauh, bukan berarti aku acuh~Devan~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤
Hanya karena kamu menjauh, bukan berarti aku acuh
~Devan~

Suara percikan air kembali terdengar disetiap aku melangkah pergi. Rasanya, sudah beberapa kali aku melangkah di tempat yang sama. Sebuah rumah dengan lantai kayu yang terawat, terlihat mewah namun memiliki aura merengerikan.

Lily was a little girl

Afraid of the big, wide world

She Grew up within her castle walls

Now and then she tried to run

Suara itu kembali terdengar, samar. Aku semakin berlari cepat, berharap aku dapat keluar dari rumah ini. Aku berhenti pada lantai bawah rumah ini, tepat disamping tangga. Suara embusan napasku mungkin dapat terdengar jelas.

Ketukan sepatu terdengar dari ujung tangga, aku berbalik. Sesosok bayang yang terlihat di cahaya temaram ujung sana seakan mendekat, berlari padaku. Aku tersentak, saat bayangan itu menjadi seorang gadis kecil dengan bonekanya berlari riang.

Suara tawanya terdengar, ia berlari dengan sepatu tak bertumitnya. Ia melewatiku, ah tidak ia menembusku. Aku berbalik mengejar gadis yang bergegas menuju ruang tamu.

Gadis itu dengan riang memeluk seorang pria, tak dapat terlihat jelas wajah pria itu. "Hai, Lily. How are you today?" tanya pria itu.

Gadis kecil itu tertawa, lagi. Kemudian duduk di dekat pria itu. "I'm really good, daddy," jawabnya dengan riang.

Aku mendekat, aku ingin tahu wajah pria yang menjadi ayah gadis kecil itu. Lily menatapku, kemudian tersenyum. Aku tersentak, apa ia melihatku?

Tangan boneka yang dipangkuan Lily ia arahkan padaku. "I have a new friend, dad."

Aku terbangun dengan cucuran keringat membanjiri dahi dan leherku. Masih dapat kulihat Lily tersenyum padaku. Aku mengucek mataku dan kembali melihat sekitar, gadis itu hilang tanpa jejak.

***

Lagi. Gadis disebelahku ini membawa buku yang sama, buku bercover hitam minimalis dengan bulan yang bersinar.

Dia berjalan menunduk melewati teman sekelas yang lainnya, jika kuperhatikan Luna itu bukan seperti gadis culun yang sering kubaca di novel teenfiction atau film yang bertemakan pembullyan. Mata yang melirik tajam seperti Putri Margaret dan rambut indah seperti Ratu Elanor.

Aku duduk dengan tenang di kursiku, setidaknya pagi-pagi ini aku mendengar lirihan suaranya itu. Beberapa detik ia hanya memandangiku dengan mata hitamnya itu, sesekali mengeratkjan genggamannya pada buku itu.

Ah, aku semakin penasaran dengan isinya, apa ia membeberkan rahasianya disana?

Helaan napasnya terdengar samar. Rio mendekat dengan Gino yang memakan cemilannya.

La Luna (duee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang