15+
》》》《《《
Luna. Gadis pendiam itu selalu menarik perhatianku. Dengan tingkahnya yang selalu membawa sebuah buku bercover bulan dikedua sisinya.
Apalagi dengan sikapnya yang selalu menganggapku tidak ada. Padahalkan aku ini bisa dikatakan cukup tamp...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
¤¤¤
Tuk
Aku memperhatikan sebuah buku yang berada di depan sepatuku, ah ini buku Luna. Kesempatan besar untukku melihatnya.
Lembar pertama aku melihat namanya yang tertulis indah, lembar kedua berisi tulisan.
Rahasia kinerja ot-
Buku itu ditarik paksa sang pemilik, Luna terlihat ketakutan. "Apa yang kau baca?"
Aku tak menjawabnya, hanya memandang raut wajah yang semakin gusar. Luna mencengkram bahu kananku. "Katakan!"
Napasnya terengah, ia semakin mencengkram bahuku. "A-aku hanya melihat namamu di buku itu," ucapku.
Mata Luna menyipit, seolah tak percaya dengan ucapanku. Ia masih terlihat takut, tangan yang mencengkram bahuku bergetar. Seburuk itukah jika aku tahu rahasianya?
"Ku mohon katakan sejujurnya," gumamnya dengan air wajah yang kembali berubah, ia sepertinya akan menangis.
Aku menjauhkan tangannya dari bahuku. "Aku mengatakan yang sebenarnya," ucapku meyakinkannya.
"Apa yang kalian lakukan?" Suara itu, aku mendongkak melihat Pak Robert berjalan kemari.
Tubuh Luna mematung, sempat kulihat pupil mata itu kembali mengecil. Ia menatapku seolah aku yang harus menjawab guru itu.
Aku tersenyum pada Pak Robert yang menatap punggung Luna. "Ah ini ... saya tadi menakutinya," ucapku.
Masih terus memperhatikan Luna yang berdiri memunggunginya, ia tersenyum. "Apa sekarang kamu mudah ketakutan, Luna?" tanya guru itu.
Ah, sepertinya berbicara dengan memunggungi seseorang sangat tidak sopan. Aku membalikkan tubuh Luna. "Lun, Pak Robert nanya tuh. Jawab," ujarku.
Luna hanya mengangguk tanpa menaikkan wajahnya. Pak Robert tersenyum, sepertinya ia sudah memaklumi sikap Luna yang seperti ini. Pak Robert pergi setelah berpamitan.
"Walaupun kau masih takut, jangan sampai bersikap acuh pada orang yang lebih tua," ujarku.
Luna diam, tanpa kata ia meninggalkanku. Aku mengikutinya dari belakang, ia hanya diam menunduk tanpa memperdulikan orang-orang yang ditabraknya. Kemungkinan ini yang membuat kebanyakan orang gak baik padanya.
***
"Dev, anterin gue ya." Gemini menyandang tasnya dan menatapku dengan senyum andalannya. Itu mungkin akan berlaku pada hampir lelaki, tapi tidak denganku.
Aku mencoba menolak dengan halus, "Ehm, aku harus ke ruang guru. Bu Ida menyuruhku datang ke sana."
Aku segera menyandang tasku dan segera pergi. Aku tersentak ketika Gemini berlari dan menghadangku di pintu. "Ih ... Devan, lo kok gitu sih. Gue gak ada yang jemput ini," rengeknya, "kalo gue kenapa-kenapa di jalan gimana?"