Moza
SESEORANG pernah berkata padaku, 'Kosongkanlah hatimu, lalu kembalilah jatuh cinta.' Saat mendengarnya, aku hanya menganggap kalimat itu sebagai angin lalu. Namun, sayangnya, setibanya aku di rumah dan membiarkan air dingin mengguyur tubuhku, membersihkan semua debu dan keringat yang menempel di sana—karena hari ini aku lebih banyak aktivitas di luar ruangan, kalimat itu kembali menggaung. Berulang-ulang. Memaksaku untuk memikirkannya.
Kemudian aku tersadar, mungkin itulah sebab mengapa hubungan yang kujalin semenjak berakhirnya hubunganku dengan Attar Ledwin tak pernah berhasil karena aku tak pernah mengosongkan hatiku dari dia dan kenangan kami.
Setiap laki-laki yang menjadi pasanganku, tanpa kusadari, hanya menjadi bayang-bayang Attar saja. Hingga pada satu titik, ketika aku mulai sadar, aku memutuskan untuk menyudahi hubungan itu. Sayangnya, itu terjadi berulang-ulang. Aku bertemu dengan seorang laki-laki, kami mencoba untuk mengenal satu sama lain, laki-laki itu mengungkapkan perasaannya padaku, dan akhirnya aku menerimanya. Begitu terus-menerus. Hingga dua sampai tiga bulan kemudian, aku memutuskan untuk menyudahi karena aku sadar; laki-laki itu bukan dia. Bukan Attar Ledwin.
Dan hubungan seperti itu baru saja berakhir tepat dua minggu yang lalu, sebelum aku mendengar kalimat supersakti itu. Kukatakan 'sakti' karena kalimat itu berhasil memengaruhiku. Setelah ini, sepertinya aku tidak akan terlibat lagi dalam hubungan macam itu sampai aku benar-benar mengosongkan hatiku dari satu nama itu.
Jadi, begitulah satu dari sekian alasan—selain tak ingin menyakiti pasanganku—yang membuatku memutuskan untuk tetap sendiri.
***
KUTATAP bayanganku di cermin besar di hadapanku. Saat ini aku sedang berada di toilet salah satu kedai kopi yang jaraknya cukup dekat dengan kantorku. Oh, mungkin kalian sedikit bingung mengapa aku bisa berakhir di tempat ini?
Jadi, beginilah ceritanya.
Beberapa menit yang lalu, saat aku sedang dalam perjalanan pulang menuju kosku, aku bertemu dengan pahlawan kesiangan yang menawarkan untuk berbagi payung denganku. Sayangnya, kali ini aku tak bisa menolak—seperti yang kulakukan dengan Arco di pelataran kantor di menit sebelumnya. Aku tak tahu alasan pastinya kenapa, mungkin karena pahlawan kali ini adalah sosok yang kurindukan.
Tahu-tahu aku mengangguk. Membiarkan laki-laki itu berjalan di sampingku. Terasa canggung, tentu saja. Tapi, sudah kuputuskan bahwa aku tidak akan memecah kesunyian ini lebih dulu. Terserahlah jika setibanya kami di depan kosku nanti, laki-laki ini menyesal telah menolongku. Toh, bukan aku yang meminta.
Lalu tiba-tiba, saat kami melewati kedai kopi, laki-laki di samping kiriku ini menghentikan langkahnya. Aku mendongak untuk mencari tahu. "Mau mampir sebentar?" tanyanya. "I think, coffee can help to warm us."
"Perhaps," jawabku—dengan bodohnya. Astaga, aku bisa saja langsung menjawab 'tidak' pada ajakan itu. Dengan begitu, kebersamaan ini lebih cepat berakhir.
"Come on, Baby. Kita sudah lama nggak bertemu. Just for a while, sampai hujannya mereda."
***
SETELAH menghabiskan hampir sepuluh menit di toilet, aku memutuskan untuk keluar. Percuma saja, selama apa pun aku bersembunyi, tidak akan membuatku terhindar dari pertemuan ini. Aku harus menghadapi kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKE ME HOME
RomanceMoza Sybil Abieza 'Kosongkanlah hatimu, lalu kembalilah jatuh cinta.' Aku benar-benar tak menyangka kalimat itu berhasil memengaruhiku selama puluhan tahun. Membuatku memutuskan untuk sendiri, dan menolak semua perhatian yang laki-laki tujukan padak...