1

316 16 2
                                    

Hening, hanya terdengar suara rintikan tangis langit yang mendominasi.

lapangan yang sebelumnya riuh, kini menjadi setenang tempat peristirahatan terakhir.

Tampak, semua orang mencari posisi yang paling aman dan nyaman untuk dijadikan tempat persembunyian dari jutaan bulir air yang berjatuhan.

Aku berjalan menjauhi lapangan, dengan tangan mengepal dibalik saku hoodie seakan mencari sebuah kehangatan dibalik rasa dingin yang terus merayap sampai keujung kepala.

Mendapatkan posisi nyaman nan aman, saat ini merupakan suatu yang perlu disyukuri.

Mengeratkan tas yang kubawa, seakan ia memberikan kehangatan sehingga rasa dingin tak mampu menyentuh diriku.

Menyenderkan kepala ke atas tembok, sambil memejamkan mata dan berharap langit kembali tersenyum ceria.

Bosan, kapan hujan ini berhenti. Sudah 30 menit sejak aku menutup kedua mata. Tapi langit masih saja menangis.

Mengedarkan pandangan, dan menemukan sesosok gadis yang tengah berdiri dalam kedinginan dengan mata yang terpejam sempurna.

Aku mengambil diri dari duduk ku lalu menyentuh dahinya dengan punggung tangan ku, dia yang kuperlakukan seperti itu pun kemudian membuka kedua kelopak matanya.

Amnesty, iris mata yang indah.

"Sepertinya kau demam, duduk lah ditempatku" kataku, disertai senyuman hangat. Demi tuhan! Aku tak pernah tersenyum seramah ini kepada orang yang baru kutemui. Tapi ini semua harus kulakukan demi sebuah yang namanya tata krama.

Dia diam, tak berkata apapun dan malah menatap tepat dikedua mataku. Ya dewa neptunus apakah dia tahu, jika aku tersenyum kepadanya secara terpaksa?

"Kenapa diam? Duduk lah, aku akan mencari seseorang yang dapat membantu kita" kataku sembari memutuskan kontak mata dengannya.

Kepalanya menggeleng kekiri dan kekanan "Aku tidak apa apa, terima kasih"

Aku menatapnya, dengan tatapan menelisik. dia fikir aku anak kecil yang mudah untuk dikelabui?

"Duduk, dan tunggu saja disini! Jangan pergi kemana-mana, jagai tasku" Titahku, seraya mencekram bahunya lalu mendudukannya ke-atas bangku yang tadi kududuki. Ia nampak syok setelah kuperlakukan secara paksa seperti itu.

Tanpa memperdulikan tatapan dari nya, aku bergegas mencari siapa pun untuk ku mintai pertolongan. Karna jujur, aku tak bisa jika harus menolong orang yang sakit sendirian, aku tak begitu mengerti akan apa yang harus kulakukan dan tidak harus kulakukan ketika mengurus orang yang sedang sakit, huft sebenarnya hal seperti ini sangat merepotkan. 'semua ini demi rasa kemanusian sayang' aku menghela nafas panjang ketika lagi-lagi suara ibuku menggema dalam telinga dan ingatan ku. Ibu selalu bilang seperti itu lalu ibu menyuruhku untuk mengikuti ekskul pmr disekolahku, bahkan ia selalu menyuruhku untuk ikut andil dalam berbagai acara amal. Demi mengikuti keinginan ibu, aku terpaksa menjadi anggota pmr, meski akhirnya aku jadi terlihat seperti produk gagal, karna meski menjadi anggota pmr aku tak tau banyak tentang suatu pertolongan yang harus kuberikan kepada orang-orang yang memamg membutuhkan pertolongan.

Aku tidak bohong, masih teringat jelas didalam ingatanku, dimana waktu itu ada seorang teman ku yang sedang tidak enak badan dan datang ke uks. Karna saat itu, aku mendapat giliran menjaga uks, maka guru penjaga uks menyuruhku untuk membuatkan secangkir teh manis. Ketika secangkir teh manis itu masuk ditenggorokan teman ku, ia langsung memelototkan matanya kearah ku, sambil berkata "manis banget, kamu mau bikin aku diabetes ya?", bukanya merasa bersalah aku malah tertawa terbahak bahak karena ekpresinya yang menurutku sangat lucu. Sedangkan yang kuketawai malah mencebikan bibir kesal. Mulai saat itu, aku selalu dilarang oleh guru yang menjaga uks untuk membuat teh lagi.

Just StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang