Pemberlakuan undang-undang baru dan sayembara untuk mencari ahli pembuat biola, juga sayembara untuk mencari pemain biola istana diumumkan secara resmi, berlaku mulai hari ini. Setiap Gubernur dan Kepala Distrik diberi tembusan agar menyampaikan ke rakyatnya masing-masing. Sekitar lima puluh prajurit berkuda juga diperintahkan untuk membagikan selebaran ke seluruh negeri.
Dalam kurun kurang dari setengah hari, rakyat terdekat berbondong-bondong ke istana. Mereka tertahan di pintu gerbang, mengingat jumlahnya yang banyak. Istana bisa kelebihan kapasitas jika mereka dibiarkan masuk. Sebagai kompensasi, Raja menugaskan juru bicara negara untuk menjelaskan secara rinci tentang isi undang-undang dan sayembara tersebut, juga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Kesibukanku meningkat. Aku diberi tugas khusus untuk mengawasi pergerakan rakyat yang berkumpul di depan gerbang istana. Sebagai tim kesatuan intelijen pusat, aku membaur ke tengah mereka. Kuamati situasi, mengawasi dengan siaga penuh, mengevalusasi hasil pengamatan, kemudian melaporkan secara berkala kepada Panglima Intelijen.
Sejauh ini tak ada hal-hal yang menjurus ke arah berbahaya. Meskipun cukup sulit, rakyat masih bisa dikendalikan. Menjelang matahari tenggelam, konsentrasi rakyat berkurang intentitasnya. Sampai matahari tenggelam, masih ada beberapa yang masih tinggal.
Para pedagang yang berjualan di sekitar istana meraup untung besar. Mereka sudah mendapat bocoran akan ada pengumuman penting, sehingga mereka menyiapkan dagangan berlipat-lipat lebih banyak dari biasanya. Semua habis tanpa sisa.
Hari kedua, jumlah rakyat yang mendatangi istana lebih banyak lagi. Sebagian besar dari luar ibukota. Mereka antusias dan menyambut baik pemberlakuan undang-undang baru. Beberapa kelompok pelajar tinggi melakukan aksi simpatik dengan melakukan semacam teatrikal. Sebuah biola tiruan mereka buat sebagai bentuk dukungan.
Hari ketiga adalah puncak jumlah konsentrasi rakyat di depan istana. Panglima Prajurit sampai menginstruksikan untuk menambah dua kompi pasukan sebagai pengamanan. Kesibukan istana meningkat tajam. Aku harus lembur dan terpaksa tidur di barak perwira.
Hari-hari selanjutnya jumlah konsentrasi rakyat di depan istana berangsur menurun. Sampai dua puluh lima hari sejak diumumkannya undang-undang dan sayembara, hanya tersisa beberapa orang yang bertahan. Sayangnya, belum ada orang yang mengikuti sayembara.
Tiba-tiba, Sanjayit, seorang staf dari kementerian pertanian mengikuti sayembara sebagai ahli pembuat biola. Tentu saja ini mengagetkan istana, mengingat ia adalah seorang yang tidak begitu menonjol. Tuan Loyo sendiri yang mewawancarainya. Hasilnya, Sanjayit dinyatakan kompeten sebagai ahli pembuat biola.
Tuan Loyo memerintahkanku untuk mencari tahu latar belakang Sanjayit. Ini tugas khusus, tanpa melalui Panglima Intelijen. Aku langsung bergerak dengan mengerahkan beberapa prajurit intelijen. Mereka kusebar untuk mengumpulkan informasi.
Aku tidak hanya melakukan koordinasi, tapi juga aktif mencari data-data rekam jejak Sanjayit di lingkungan istana. Setelah mengevaluasi hasil temuan, aku mendapatkan fakta, ternyata ia seorang pendatang. Ia tinggal seorang diri di sebuah rumah kecil, dekat istana. Ia juga dinyatakan bersih dari kejahatan dan tidak terlibat dengan pemberontak.
***
“Mengejutkan ya?” ujar Viola, menanggapiku soal Sanjayit.
Seperti biasa kami duduk berdua di tepi Telaga Ayoman. Ia memandang langit dan telaga, sementara aku lebih sering memandangnya.
“Bisa jadi, nanti orang yang mengikuti sayembara pemain biola juga orang yang dekat dengan lingkungan istana.” Viola terkekeh.
Aku terkejut, tak menyangka ia akan berkelakar seperti itu. Ucapannya menusuk hatiku, meskipun pada akhirnya aku menganggap wajar dugaannya. Bisa saja ia hanya sedang bercanda. Hanya saja aku menjadi sensitif mengingat dugaannya akan menjadi benar jika nanti Haiva mengikuti sayembara.
“Ternyata ada juga ya yang bisa membuat biola?” ujar Viola tanpa menatapku. Pandangannya tertambat ke langit.
“Javadip negara maju. Rakyatnya terpelajar. Yang mengejutkan hanyalah karena selama ini kita terlalu takut dengan segala sesuatu tentang biola,” timpalku.
Viola menatapku dengan ekspresi menggoda. “Kita?”
“Iya. Kita. Aku dan kau!”
Viola membekap mulutnya. Ia tertawa lebar.
“Ada yang lucu?”
Viola menggeleng. “Tidak. Hanya saja aku akan merasa bahagia jika kau dan aku menjadi kita. Sayang itu mustahil!”
Seolah ada puluhan telapak tangan sedang menampar mukaku secara bersamaan. Ucapan Viola membuatku serba salah. Aku pun menjadi salah tingkah.
“Abaikan!” ujar Viola. Wajahnya mendadak redup. Ia kembali memandang langit.
Tak ada yang bisa kukatakan. Aku lebih memilih diam. Aku akan membiarkannya menikmati keindahan malam. Itu lebih baik dari pada aku terus menghujaninya dengan rayuan. Situasinya sudah berubah. Aku takut ia akan semakin kecewa jika aku melakukannya.
“Kau berubah, Perwira!” Viola masih menambatkan pandangan ke langit.
“Aku? Kenapa kau berpikir seperti itu?”
“Mungkin ini hanya perasaanku saja. Sudahlah tak usah membahas soal itu.”
Kutatap wajah Viola, berharap ia akan membalas tatapanku. Namun, ia lebih memilih untuk menikmati langit malam.
***“Aku sudah siap mengikuti sayembara,” beritahu Haiva.
Aku mengangguk, berusaha agar senyumku tidak tampak terpaksa.
“Restui aku, Hanz!” Haiva meraih jari-jemari tanganku. Ia meremasnya dengan lembut.
“Aku merestuimu,” ucapku pelan. Ternyata sulit menyembunyikan perasaanku dari Haiva. “Kapan kau akan ke istana?”
“Besok.” Haiva mengecup ujung jari-jari tanganku. “Terima kasih, Hanz!”
Kutarik napas dalam-dalam, membiarkan Haiva membaca semua perasaan gelisahku secara sempurna. Aku tak pandai menyembunyikan sesuatu darinya, kecuali soal perasaanku kepada Viola.
“Kau akan mengantarku?”
Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk.
“Elfish pasti senang jika nanti ibunya memainkan biola. Ia sangat menyukai gambarnya.”
Kali ini aku bisa tersenyum. Elfish, buah hati kami. Ia alasan kami untuk semakin kuat mengarungi bahtera rumah tangga di antara segala perbedaan yang cukup tajam. Ia adalah anak Javadip yang cerdas, kuat, dan tangguh. Dalam dirinya juga mengalir darah Hindische yang relijius dan menjunjung tinggi seni.
“Aku akan memberitahukannya dulu dengan Perdana Menteri agar ia tidak terkejut seperti ketika Sanjayit mengikuti sayembara,” kataku.
Haiva mengangguk senang. “Aku akan menunggunya. Semua kuserahkan kepadamu. Bahkan andai kau berubah pikiran pun, aku akan menerima.”
“Aku tidak akan menjilat ludah sendiri, Haiva!”
“Siap, Perwira!” Haiva membungkuk. Gerakannya meniru sikap hormat prajurit. Ia sedang bercanda dan itu cukup sukses membuatku tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biola Kristal [END]
FantasiaTahun 2538 medan magnet bumi terbalik. Kutub utara bertukar tempat dengan kutub selatan, menyebabkan kekacaukan bumi secara besar-besaran. Kehidupan nyaris punah, hanya menyisakan sedikit makhluk hidup, termasuk manusia. Peradabaan mengalami kemundu...