Ayahku Bukan Ayahku 6

407 18 0
                                    

Dari balik jendela kamarku..

Mereka berbaris 2-2 memakai baju merah seperti surjan tapi pendek, ikat kepala hitam, entah celana pendek atau kain pendek hitam, tanpa alas kaki. Aku tidak bisa melihat wajahnya semua khidmat, menghadap depan.

Pada barisan ke 7 membawa keranda, bertutupan kain hijau pada umumnya tapi kali ini tidak ada tulisan Arab atau apapun disampingnya.

Rapi berbaris, jalannya pun seirama. Mereka berkata sesuatu tapi tidak jelas.

Tiba-tiba

"Cekreek.." pintu rumahku terdengar terbuka..
Tapi aku belum bisa melihat siapa yang keluar atau masuk. Kalau itu Ayahku, kenapa tidak ada suara pintu kamarnya terbuka?

Bau bauan melati dan Dupa Gunung Kawi semakin menyengat, yang tadinya aku fokus melihat barisan kini melihat arah depan pintu rumahku.

Siapakah yang keluar atau masuk rumahku?

Pelan terlihat ada yang berjalan dari arah rumahku ke luar menuju jalan.

Lho itu kan, makhluk hitam besar berbulu bertaring yang semalam menggangguku.

Dia perlahan berjalan menuju barisan, barisan itu berhenti. Dia berada menempatkan diri tepat di depan barisan seakan menjadi pemimpin.

Tanpa perlu aba-aba, mereka berjalan dalam kegelapan ini.

Aku lanjutkan melihat sepanjang barisan 7,8,9 hingga 14 baris beriringan.

Aku masih sangat ingat paling belakang hanya 1 orang. Seperti pernah melihat, tidak asing, laki-laki siapa dia?

Laki-laki pada baris terakhir itu sekarang dalam posisi tetap disebrang jendelaku, mengikuti barisan.

Lalu menengok ke arahku.
"Simbah kae"
Terjemahan ("Simbah yang itu") kataku.
Tatapannya sama seperti saat dia menatapku di kebon bambu sore itu.

Menyeramkan dan tersenyum ngeri.

Aku takut lalu mundur-mundur, dan aku jatuh dari ranjang dan terbentur lantai.

Entah saat itu aku pingsan atau apa aku tidak ingat. Aku bangun sudah berada dalam posisi dibawah ranjang memakai pakaian yang sama. Dengan kepala belakang yang ngilu.

Sedikit pusing. Hari kulihat sudah cerah, matahari sudah menembus jendelaku.

Tok tok tok
"Le.." suara Ayahku. Dengan masih pusing aku berdiri berjalan dan membukakan pintu.

"Opo?"
Terjemahan ("apa?") jawabku setelah kubukakan pintu.

Ayahku masih menggunakan sarung yang sama untuk ronda semalam..

"Adus, bar iki terke aku.."
Terjemahan ("mandi, setelah ini antarkan aku..") kata Ayahku.

"Yoo.."
Terjemahan ("iya..") jawabku singkat sedikit malas.

Aku bergegas mandi dan bersiap. Singkat cerita semua berjalan seperti biasa. Tapi nasi di rice cooker masih sama seperti bekas terakhir aku makan. Berarti Ayahku tidak makan di rumah sama sekali..

Gelas bekas kopi dan puntung rokok pun tidak ada, ah paling sudah dibersihkan, batinku.

Aku dan Ayah sudah siap, kami ke depan rumah. Pintu sudah dikunci, aku memanaskan motorku. Memakai helm dan berkaca di spion, sudah menjadi kebiasaanku.

Yang janggal adalah tidak ada bayangan Ayahku di spion, padahal Ayahku ada dibelakangku.

Aku tengok ke Ayah, dia ada.
Aku lihat di spion, tidak ada.
Hingga 3 kali aku ulangi.

"Ayo ndang selak kawanen"
Terjemahan ("ayo cepat keburu kesiangan") buru Ayahku.

Tidak kupedulikan, mungkin aku masih ngantuk. Aku bergegas mengeluarkan motor dan membonceng Ayah.

Melaju pelan melewati rumah-rumah lainnya. Sekitar 1-2 Km tepat di gang Ringroad Barat yang sekarang menjadi Universitas Aisyiyah, Hp ku berbunyi tidak aku lihat siapa namanya.

Aku berhenti menepi, langsung aku angkat saja.

"Halo.."

"Halo, aku mengko jam 12 pethuk ning bandara yo, motorku tak tinggal kantor"
Terjemahan ("halo, aku nanti jam 12 jemput di bandara ya, motorku aku tinggal di kantor") kemudian dimatikan.

Lah siapa tanyaku, aku lihat di nama.

Di nama panggilannya "Ayah"

Aku reflek menengok ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Aku bergegas kembali ke rumah, ngebut, merinding sejadi-jadinya.

Dirumah juga tidak ada motor Ayah, helm Ayah, tas ranselnya dan charger yang ia pakai sehari-hari tidak ada.

Kumpulan Thread HorrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang