Pertama kali Merpati mencoba untuk berenang, ia hampir mati tenggelam. Elang sendiri membiarkan tubuh itu makin lama makin tenggelam ke dasar. Ia melihat bagaimana tangan Merpati menggapai-gapai permukaan sebelum akhirnya lemas tak berdaya. Entah bagaimana, tapi perempuan itu selamat.
Esoknya, bagai tidak memiliki rasa takut dan trauma, Merpati kembali ke danau itu. Berdua bersama Elang namun dalam waktu yang berbeda. Merpati harus menunggu dua jam karena Elang memiliki kesibukan lain yang terlebih dulu harus diselesaikan.
"Kau tidak lelah?" tanya Elang ketika Merpati hendak menceburkan diri untuk kesekian kali. Ini sudah seminggu sejak percobaan pertama. Belajar berenang bukan hal yang bisa dikuasai semudah itu, apalagi kau belajar di danau dan bukannya kolam. Dasar danau ini pun entah dimana dan entah berapa meter dalamnya.
Berkali-kali Elang harus turun tangan menyelamatkan perempuan itu, ia tidak mau kerepotan karena harus menjadi saksi kematian seseorang. Namun ia menikmati bagaimana perempuan itu berusaha untuk hidup di tiap kali percobaan matinya.
Berkali-kali Merpati harus merasakan air danau masuk ke dalam saluran pernapasannya. Berkali-kali ia hampir mati. Dan berkali-kali pula ia kembali hidup.
"Untuk apa aku merasa lelah?" Merpati balas bertanya. "Aku ingin hidup. Apabila dengan melakukan hal-hal seperti ini bisa membuatku merasa lebih hidup, maka aku akan melakukannya."
"Kau bicara terlalu banyak hari ini."
"Tapi kenapa berenang?" Merpati bertanya dengan kondisi sedang memeluk dirinya sendiri. Menggigil kedinginan karena suhu air danau yang tidak main-main, ditambah deru angin yang menampar di sisi kanan dan kiri.
"Karena laut dan langit itu sama, bukan?" Elang membalas ringan. "Laut hanya sedikit lebih basah, sederhana. Maka berenang dan terbang itu dapat dikatakan sama."
Merpati mendengus. Ia melangkah ke tepi danau, mendekat dan kemudian bersiap untuk melompat. Daripada belajar berenang, ia terlihat seperti orang yang akan siap untuk mati. "Apa yang kamu dapatkan dengan melakukan ini, Lang?"
Elang terdiam sejenak. Ia mendengus begitu menyadari apa maksud pertanyaan Merpati. "Aku mengambil keuntungan. Tenang saja. Aku bukan orang bodoh yang mau waktunya disita hanya untuk seorang asing."
Merpati tertawa sekilas.
Sebelum kemudian melompat.
.
.
"Kau bisa berenang." Elang bersedekap ketika Merpati keluar dari danau menggunakan kakinya sendiri. Kali ini tanpa digotong apalagi diberi napas buatan. Ia benar-benar merangkak ke tepi danau dan naik ke daratan. Seperti puteri duyung pada kisah-kisah dongeng.
"Memang."
"Selama ini kau mengaku tidak bisa berenang."
"Aku benci air. Kau tahu aku benci hujan. Berada di antaranya membuatku ingin mati." Merpati berbicara.
Elang mengangkat alisnya heran. "Tapi hari ini kau menyelamatkan dirimu sendiri."
Merpati terdiam. "Ya." Jeda sejenak. Merpati memandang mata Elang dengan satu pandangan lurus. Tatapannya penuh arti namun tak satupun Elang mengerti apa maksudnya itu. "Hari ini aku menyelamatkan diriku. Terima kasih."
"Untuk?"
"Untuk menemaniku menunggu hari ini."
.
.
Elang berjanji mengantar Merpati pulang, namun mobilnya tak kunjung melewati jalan yang tepat. Mereka berputar-putar kota dan tidak sampai di titik dimana mereka seharusnya pulang. Merpati diam saja, bahkan ketika Elang kembali melajukan jalannya untuk melawan arus yang seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Hujan
RomanceAda dua hal yang sudah diketahui pasti oleh Elang. Yang pertama, ia tahu bahwa Merpati membenci hujan. Dan yang kedua, Merpati jatuh cinta kepada senja. - Diadaptasi dari puisi berjudul sama -